JAKARTA, KOMPAS.com — Pada usia 15 tahun atau lebih kurang tingkat SMP kelas III, siswa-siswi Korea Selatan menduduki ranking pertama dunia dari 56 negara pada kemampuan baca tulis dalam bahasa nasionalnya, sedangkan anak-anak Indonesia berada di tingkat ke-44.
Demikian diungkapkan Hywel Coleman, peneliti senior bidang pendidikan keguruan di University of Leeds, Inggris, dalam penelitiannya selama kurun waktu 2009-2010. Hasil penelitian yang telah dibukukan dan diterbitkan oleh British Council Asia Tenggara berjudul Teaching Other Subjects through English in Two Asian Nations: Teacher's Response to Globalisation ini sangat relevan dengan polemik yang mengiringi perjalanan sekolah-sekolah negeri di Indonesia yang berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah berstandar internasional (SBI).
Selain itu, Hywel juga mengungkapkan, dalam penguasaan mata pelajaran Matematika, anak-anak Korea Selatan juga berada di peringkat pertama dari 57 negara, sedangkan Indonesia berada di urutan ke-49. Sementara itu, di bidang sains, anak-anak Indonesia menduduki peringkat ke-50 dari 57 negara. Sebaliknya, anak-anak Korea Selatan bertengger di posisi ke-7.
"Angka ini pasti mengecewakan, padahal selama ini di Indonesia belajar dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Nah, kalau anak Indonesia dipaksa belajar dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya, dapat dipastikan akan lebih mengecewakan lagi," ujar Hywel.
Menurut Hywel, anak harus melek huruf atau belajar membaca dan menulis melalui bahasa ibunya dulu, baru kemudian betul-betul diperkuat dengan bahasa Inggris. Jika anak tidak diberi kesempatan untuk menguasai konsep-konsep dasar melalui bahasa ibunya di tingkat SD, maka dampak negatif dari hal ini akan terasa pada keberhasilan si anak dalam proses pendidikan selanjutnya. Inilah yang sedang terjadi di Indonesia, terutama dikaitkan dengan RSBI/SBI yang digulirkan oleh Pemerintah Indonesia dengan bahasa pengantar Inggris.
Mengambil sampel penelitian di sekolah-sekolah negeri berstandar internasional yang menggunakan konsep pengajaran bilingual di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia, Hywel mengungkapkan, tingkat "bahaya" di Indonesia paling memprihatinkan.
Di Korea Selatan, kata Hywel, fakta terungkap bahwa 100 persen keberhasilan anak belajar dilakukan melalui bahasa ibunya. Sementara itu, di Thailand, keberhasilan tersebut sampai 50 persen. Indonesia menjadi negara dengan nilai keberhasilan terendah karena hanya mencapai angka 10 persen.
Klik di sini: sumber