Apakah yang dimaksud dengan TQM (Total Quality Management). Apakah TQM dapat diterapkan dalam bidang pendidikan? Jika dapat diterapkan apakah diperlukan modifikasi agar TQM dapat berjalan dengan baik? Bedakan pula antara TQM dengan MBE (Management By Exception), berikan contoh dalam bidang pendidikan!
Jawab
TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya (Tjiptono & Diana 2001:4). TQM adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan memberikan manfaat pada anggota organisasi (sumber daya manusianya) dan masyarakat. TQM juga diterjemahkan sebagai pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan pelayanan suatu organisasi. Proses TQM memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output).
TQM tentu saja dapat diterapkan dalam bidang pendidikan karena tujuan utama TQM adalah untuk mereorientasi sistem manajemen, perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga lembaga penyedia pelayanan pendidikan bisa berproduksi lebih baik, pelayanan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan atau dengan kata lain adalah perbaikan mutu pelayanan pendidikan secara terus menerus.
Manfaat utama penerapan TQM pada sektor publik terutama sektor pendidikan adalah perbaikan pelayanan, pengurangan biaya dan kepuasan pelanggan. Perbaikan progresif dalam sistem manajemen dan kualitas pelayanan menghasilkan peningkatan kepuasan pelanggan. Sebagai tambahan, manfaat lain yang bisa dilihat adalah peningkatan keahlian, semangat dan rasa percaya diri di kalangan staf pelayanan publik, perbaikan hubungan antara pemerintah dan masyarakatnya, peningkatan akuntabilitas dan transparansi pemerintah serta peningkatan produktifitas dan efisiensi pelayanan publik.
TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut:
• Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
• Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.
• Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
• Memiliki komitmen jangka panjang.
• Membutuhkan kerjasama tim (teamwork).
• Memperbaiki proses secara berkesinambungan.
• Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
• Memberikan kebebasan yang terkendali.
• Memiliki kesatuan tujuan.
• Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan (Tjiptono & Diana 2001:5).
Hal yang harus dilakukan dalam menerapkan TQM dalam pendidikan:
1. Modifikasi fungsi-fungsi adminstrasi
2. Modifikasi fungsi-fungsi pengelolaan kelas
3. Modifikasi fungsi-fungsi layanan pembelajaran
4. Modifikasi fungsi-fungsi database sumber daya dan output
Hal-hal di atas tetap harus mengacu pada rinsip-prinsip yang mempedomani TQM yang mencakup:
1) promosi lingkungan yang berfokus pada mutu,
2) pengenalan kepuasan pelanggan sebagai indikator kunci pelayanan bermutu dan
3)perubahan sistem, perilaku dan proses dalam rangka menjalankan perbaikan selangkah demi selangkah dan terus menerus terhadap barang dan pelayanan yang disediakan oleh sebuah organisasi.
Lingkungan yang berfokus pada mutu adalah sebuah organisasi dimana pengadaan pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan pelanggan dan dengan biaya terjangkau menjadi konsensus di kalangan anggota organisasi tersebut. Inti pendekatan semacam ini adalah tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan, yang dengan sendirinya menunjukkan efektifitas pelayanan.
Kunci untuk mengatasi tantangan tersebut di atas adalah mempromosikan perubahan pada sistem manajemen dan perilaku organisasi penyedia pelayanan. Hal ini mencakup membangun komitmen untuk perubahan, mempromosikan partisipasi semua pihak terkait dan memberdayakan tim kerja. Komitmen untuk merubah pendekatan organisasi dalam hal pengadaan pelayanan bermula dari tingkat manajer senior, tetapi perubahan itu sendiri dimanifestasikan oleh seluruh staf pada semua lapisan.
Agar TQM berhasil, maka baik klien maupun tim kerja harus menjadi mitra aktif dalam pengambangan pelayanan. Secara khusus, agar pelanggan puas maka staf harus memiliki keahlian yang dibutuhkan dan rasa memiliki terhadap pelayanan. Pegawai pada semua tingkatan harus bisa melatih keleluasaan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik di dalam maupun di luar organisasi.
Urgensi pengadaan pelatihan dan pendidikan secara berkesinambungan tidak bisa dipandang remeh. Untuk mencipatakan tim kerja yang terberdayakan, maka semua orang dalam lingkungan TQM perlu mendapatkan kemampuan tambahan untuk mengembangkan proses dan kinerja. Pelatihan keahlian kerja yang spesifik harus disediakan dan diperbaharui terus menerus untuk merefleksikan proses yang telah berkembang.
Biasanya, tangapan awal terhadap TQM cukup positif, namun kerap hanya dalam bentuk dukungan verbal semata. Masalah mulai muncul ketika diperlukan dukungan aktif dari para manajer senior untuk menciptakan atmosfer yang kondusif, dimana staf bisa bereksperimen dan mempelajari pendekatan baru tanpa takut disalahkan, atau ketika terjadi tekanan untuk melaksanakan "proyek pesanan" (top-down).
Keadaan ini bisa menyempitkan ruang lingkup TQM dan membuatnya tidak bisa berjalan dalam jangka panjang. Dalam studi banding program TQM pada kantor-kantor Dinas diketahui bahwa tipe kepemimpinan sangat instrumental dalam menanggulangi masalah tersebut. Jika manajemen senior hanya memberikan dukungan verbal, maka staf akan merespon prinsip-prinsip TQM hanya di mulut saja. Sebaliknya, jika manajemen senior berpartispasi aktif dalam proses, maka akan terjadi perubahan kualitatif mengenai kinerja para staf.
Seorang manajer, untuk dapat melakukan pengendalian atas bagian yang menjadi tanggung jawabnya harus didukung oleh tersedianya :
1. Informasi mengenai apa yang telah dan sedang dicapai pada unit kerjanya.
2. Standar kinerja yang dapat menunjukan apa yang harus dicapai oleh unit kerjanya.
Standar yang dikombinasikan dengan output informasi (misalnya laporan penjualan) akan memungkinkan terjadinya Management By Expection (MBE). MBE adalah gaya atau tindakan yang dilakukan manajer apabila terjadi ketidaksesuaian antara kinerja actual (apa yang telah dan sedang dicapai) dengan standar kinerja (apa yang harus dicapai). Contoh seorang manajer menentukan bahwa jumlah mahasiswa baru yang akan diterima harus berada dalam jangkauan 1.000 hingga 1.500 mahasiswa. Apabila jumlah mahasiswa yang terdaftar hingga 1.700 maka berlakulah MBE. Manajer memikirkan dan mengambil keputusan terhadap kondisi yang terjadi saat itu. Management By Expection memberikan tiga keuntungan dasar :
1. Manajer tidak membuang waktu memantau aktifitas yang berlangsung secara normal.
2. Keputusan dapat lebih terfokus pada hal-hal yang lebih memerlukan perhatian.
3. Perhatian dipusatkan pada peluang-peluang maupun hal-hal yang berjalan semestinya.
MBE adalah suatu kemampuan dasar yang disediakan oleh SIBK. Dengan kondisi di mana SIBK memikul sebagian tanggung jawab dalam pengendalian system fisik maka waktu yang dimiliki manajer dapat digunakan secara efektif.
Allahu 'alam bishwab....