Kepuasan Kerja

Oleh Jumaedy

KEPUASAAN KERJA

A. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kepuasan kerja berarti keadaan psikis yg menyenangkan yang dirasakan oleh pekerja dalam suatu lingkungan pekerjaan karena terpenuhinya semua kebutuhan secara memadai.

Lock (dalam Luthans, 1995) mengemukakan: "Job satisfaction is a pleasurable or positive motional stateresulting from the appraisal of one's job or job experience." (Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja). 
Kepuasan kerja mempakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya (Robbins, 1996). 
Kepuasan kerja menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dengan imbalan yang disediakan oleh pekerjaan. 
Porter (dalam Luthans, 1995) menambahkan, "Job satisfaction is difference between how much of something there should be and how much there is now." (Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenamya dia terima). 

Mathis and Jackson (2000) mengemukakan, "Job satisfaction is a positive emotional state resulting one's job experience." (Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang mempakan basil evaluasi dad pengalaman kerja).


Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja.
  2. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas.
  3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut mem-bandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
  4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan (Luthans, 1995).

B. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
Gilmer (dalam As'ad) mengemukakan aspek-aspek kerja yang memengaruhi kepuasan kerja, yaitu promosi, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, pengawasan, faktor-faktor intrinsik pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi dan rekan kerja. 

Gibson (1995) menyebut¬kan aspek-aspek yang memengaruhi kepuasan kerja, yaitu upah, pekerjaan, promosi, penyelia dan rekan kerja. 

Sedangkan Wexley dan Yukl (1992) berpendapat bahwa aspek kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan adalah upah, pekerjaan, pengawasan, teman kerja, materi pekerjaan, jaminan kerja dan promosi. 

Robbins (1996) menyebutkan bahwa aspek-aspek kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah upah, pekerjaan, promosi, penyelia dan rekan kerja. 

Lock (dalam Gibson, 1996) menyatakan bahwa faktor-faktor penting yang mendorong kepuasan kerja adalah pekerjaan yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang men¬dukung dan rekan kerja yang mendukung. 

Mathis and Jackson (2000) me¬nambahkan bahwa kepuasan kerja memiliki banyak dimensi, di antaranya: pekeijaan itu sendiri, gaji, pengakuan, supervisi, kerja sania yang baik dengan rekan kerja, serta kesempatan untuk berkembang. 

Sariati (2000) mengemukakan elemen-elemen kepuasan kerja: (1) Pekerjaan yang menantang, (2) Gaji yang adil, (3) Kondisi kerja yang mendukung, (4) Dukungan dari rekan kerja. 

Smith, Kendall & Huhn (dalam Luthans, 1995) mengemukakan 5 dimensi cumber kepuasan kerja: (1) Pekerjaan itu sendiri, (2) Gaji, (3) Kesempatan untuk promosi, (4) Supervisi, dan (5) Co-Worker. 
Luthan (1985) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, supervisi, kelompok kerja, dan kondisi kerja. 

Nursyirwan & Sanusi (1989) maupun Purnomosidhi (1990) mengemukakan bahwa indikator kepuasan kerja adalah rasa aman dalam bekerja dengan kelompok, kepuasan terhadap atasan, kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, gaji, kemajuan, kesempatan untuk maju. 

Timothy A. Judge and Shiniciro Watanabe (1993) menyebutkan sejumlah faktor yang berpenganih terhadap kepuasan kerja, yaitu: (1) Kesempatan untuk promosi, 2) Faktor intrinsik, (3) Kondisi kerja, (4) Pendidikan, (5) Usaha pribadi, 6) Sistem gaji, (7) Jam kerja, (8) Hakikat pekerjaan, (9) Kesempatan untuk majuTherkembang. 

Thomas & Tymon’s (1990) menyebutkan aspek-aspek pekerjaan yang memengaruhi kepuasan kerja, yakni gaji, kesempatan untuk promosi, hubungan dengan rekan kerja.

Virgana (2010) menyatakan bahwa kepuasaan kerja sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan, lingkungan kerja, dan motivasi kerja mereka. 

Dan beberapa pendapat di atas dapat diklasifikasikan bahwa aspek¬-aspek kerja yang berpenganih terhadap kepuasan kerja adalah: 
(a) promosi. 
(b) gaji, 
(c) pekerjaan itu sendiri, 
(d) supervisi, 
(e) teman kerja, 
(f) keamanan kerja, 
(g) kondisi kerja, 
(h) administrasi/kebijakan perusahaan, 
(i) komunikasi. 
(y) tanggung jawab, 
(k) pengakuan, 
(1) Prestasi kerja, dan 
(m) kesempatan untuk berkembang.


C. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja

Ada sejumlah teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah:
1. Discrepancy Theory
Teori ini dikembangkan oleh Porter (1961) yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan antara harapan dengan kenyataan. Locke, 1969 (dalam Gibson, 1996), menambahkan bahwa seorang karyawan akan merasa puas bila kondisi yang aktual (sesungguh¬nya) sesuai dengan harapan atau yang diinginkannya. Semakin sesuai antara harapan seseorang dengan kenyataan yang ia hadapi maka orang tersebut akan semakin puas.

2. Equity Theory
Teori ini dikemukakan oleh Adam (1963) dalam Gibson (1996) yang mengatakan baliwa karyawan atau individu akan merasa puas terhadap aspek-aspek khusus dari pekerjaan mereka. Aspek-aspek pekerjaan yang dimaksud, misalnya gaji/ upah, rekan kerja dan supervisi. Individu atau karyawan akan merasa puas bila jumlah aspek yang sebenarnya atau sestingguhnya dia terima sesuai dengan yang seharusnya dia terima.

3. Opponent — Process Theory
Teori ini dikemukakan oleh Landy (1978) dalam Gibson (1996) yang menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya. Maksudnya, perasaan puas atau tidak puas merupakan masalah emosional. Rasa puas atau tidak puas seseorang atau individu sangat ditentukan oleh sejauh mana penghayatan emosional orang tersebut terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Bila situasi dan kondisi yang dihadapi dapat memberikan keseimbangan emosional maka orang tersebut akan merasa puas. Sebaliknya bila situasi dan kondisi yang dihadapi menimbulkan ketidakstabilan emosi maka orang tersebut akan merasa tidak puas.

4. Teori Maslow
Teori ini dikembangkan oleh Maslow pada tahun 1954 (dalam Gibson, 1996). Menurutt Maslow, kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingkatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 
  1. Kebutuhan fisiologis (phisiological needs): yaitu kebutuhan dasar manusia agar dapat tetap bertahan hidup, seperti makanan, pakaian, perumahan. 
  2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (safety needs), meliputi kebutuhan rasa aman dalam bekerja, keamanan untuk merdeka atau bebas dari ancaman
  3. Kebutuhan akan rasa memiliki,sosial dan kasih sayang (social needs) meliputi kebutuhan manusia untuk berinteraksi, berinterrelasi dan berafiliasi dengan orang lain. 
  4. Kebutuhan untuk dihargai, yaitu kebutuhan manusia untuk merasa dihargai, diakui keberadaannya, diakui eksistensinya, prestise, kekuasaan, dan penghargaan dari orang lain. 
  5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization), kebutuhan yang dirasakan oleh seseorang dengan menggunakan kemampuan, keahlian dan potensi dirinya secara maksimal.

5. Teori ERG Alderfer 
Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia menjadi tiga tingkatan (Alderfer, 1972, dalam Gibson, 1996) sebagai berikut: 
  1. Exixtence : Eksistensi, kebutuhan-kebutuhan manusia akan makanan, udara, gaji, air, kondisi kerja. 
  2. Relatedness : Keterkaitan kebutuhan-kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan interpersonal yang baik. 
  3. Growth : Pertumbuhan : kebutuhan-kebutuhan individu untuk memberikan kontribusi pada orang lain atau organisasi dengan memberdayakan kreativitas, potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Perbedaan mendasar Teori Hirarki Kebutuhan dan Teori ERG

Teori Hirarki Kebutuhan Teori ERG
1. Menyatakan bahwa suatu kebutuhan harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum tingkat kebutuhan diatasnya muncul. 1. Tidak menyatakan bahwa tingkat yang dibawah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memuaskan tingkat kebutuhan diatasnya.

2. Membagi kebutuhan menjadi lima hirarki yaitu Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs), Kebutuhan Rasa Aman (Security Needs), Kebutuhan Sosial (Social Needs), Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs), Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization) 2. Membagi kebutuhan menjadi tiga hirarki yaitu kebutuhan akan keberadaan (existence needs), kebutuhan berhubungan (relatedness needs) dan kebutuhan untuk berkembang (growth needs) 


6. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor (dalam Gibson, 1996). Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor¬-faktor ekstrinsik. Kesimpulan hasil penelitian Herzberg adalah sebagai berikut: (1) Ada sekelompok kondisi ekstrinsik (konteks pekerjaan) me¬liputi: gaji atau upah, keamanan kerja, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi, dan hubungan interpersonal. Apabila faktor ini tidak ada maka karyawan akan merasa tidak puas. (2) Ada sekelompok kondisi intrinsik yang meliputi prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan pertumbuhan. Apabila kondisi intrinsik ini dipenuhi organisasi atau perusahaan maka karyawan akan puas.

7. Teori Mc Clelland
David Mc Clelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari. yaitu teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan tennotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhannya. Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah: Tiga kebutuhan menurut Mc Clelland dan karakteristiknya 

1. Orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi, memiliki karakteristik sbb :
a. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas atau mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi;
b. Cenderung menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya;
c. Memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh umpan balik atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.

2. Orang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi, pada umumnya memiliki ciri-ciri sbb :
a. Memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan restu dan ketentraman dari orang lain;
b. Cenderung menyesuaikan diri dengan keinginan dan norma orang lain yang ada di lingkungannya;
c. Memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perasaan orang lain.

3. Orang yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan, mempunyai ciri/karakteristik sbb :
a. Memiliki keinginan untuk mempengaruhi secara langsung orang lain;
b. Memiliki keinginan untuk mengendalikan orang lain;
c. Adanya suatu upaya untuk menjaga hubungan pimpinan dengan pengikut.


Kesimpulannya bahwa ketiga teori: (1) Hierarchy of needs dan Maslow, (2) ERG Theory, maupun (3) Two Faktor Theory memiliki esensi yang sama, hanya pengelompokannya saja yang berbeda. Maslow menge¬lompokkan kebutuhan manusia menjadi 5 kelompok. Alderfer mengelompokkan kebutuhan manusia menjadi 3 kelompok, dan Herzberg mengelompokkannya menjadi 2 kelompok besar. 
D. Pengukuran Kepuasan Kerja
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya:
(a) Menggunakan skala indeks deskripsi jabatan (lob description index),
(b) dengan menggunakan kuesioner kepuasan kerja Minnesota (Minnesota Satisfaction Questionare), dan (c) pengukuran berdasarkan ekspresi wajah (Mangkunegara, 2000).

1. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job description index
Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969. Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan-¬pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban ya, tidak atau ragu¬.
2. Pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare
Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss dan England pada tahun 1967. Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari alternatif jawaban: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat puas terhadap pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban jawaban tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
3. Pengukuran kepuasan kerja berdasarkan gambar ekspresi wajah
Pengukuran kepuasan kerja dengan cara ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang. mulai dari gambar wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil responden.
CONTOH KASUS

Salah satu perusahaan rokok terkenal PT. XYZ di Jawa Timur yang sudah beroperasi lebih 80 tahun lamanya telah menciptakan suatu budaya perusahaan yang menjadi visi dan misi perusahaan untuk ke arah produktivitas yang baik.

Namun terjadi demonstrasi di Divisi Transportasi PT. XYZ disebabkan oleh adanya kebijakan manajemen untuk menggunakan jasa transportasi luar perusahaan untuk pengiriman barang-barang ke berbagai daerah. Keputusan manajemen menggunakan jasa angkut pihak luar ini, karena pengiriman barang ke berbagai daerah sering mengalami keterlambatan. Dengan dipakainya jasa transportasi pihak luar ini, maka para sopir dan kernet merasa insentif yang diterimanya akan berkurang. Begitu juga premi perjalanan luar kota, uang lembur maupun kompensasi lainnya akan hilang. Inilah yang memicu para sopir dan kernet berunjuk rasa melakukan demonstrasi terhadap pimpinan perusahaan.

Dari kerangka tulisan diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh kepuasan kerja:

Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”

Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja kurang menantang, karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru. Karena system sudah berjalan, jadi tinggal menjalankan saja, tanpa harus membuat konsep baru, Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi, karena gaji dan fasilitas kecil, Kurang kreatif, karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.





Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”

Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan enggan berbuat lebih dari pekerjaan mereka, Dari sisi keamanan kerja, tidak ada keamanan kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja, tidak akan adanya keuntungan kerja lagi, karena tidak ada premi perjalanan, uang lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar.

Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :

1. Job Satisfaction berkurang, ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat tiap tahun
2. Job Involvement (keterlibatan) berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan secara keseluruhan.

Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka mengeluarkan suara dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka. 


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warsa. 2009. Catatan Kuliah Perilaku Organisasi. Jakarta : STIEM Jakarta
Sopiah. 1998. Perilaku Organisasional. Yogyakarta : Andi
Winardi, J. 2007. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Kencana
Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : STIE YKPN
Rivai, Veithzal. 2009. Islamic Human Capital. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Stephen Robbins and Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12 Buku 1. Jakarta, Salemba Empat 
Stephen Robbins and Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12 Buku 2. Jakarta, Salemba Empat 
Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2004.
Yadi. 2010. “H Virgana Sempurnakan Kariernya dengan Gelar Doktor”. Journal Gema Widyaskarya. No. 02/Th.XV/2010 
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia On Line. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional republik Indonesia


Allahu 'alam bisawab.....