Supervisi Pendidikan di PKBM Himmata

BAB I.
PENDAHULUAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Republik Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih tegas lagi dalam pasal 31 ayat 1 dan 3 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mengemban tugas tersebut maka ditetapkanlah Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Untuk mencapai hal tersebut maka dikenal jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Jalur pendidikan yang saat ini menjadi primadona adalah jalur pendidikan nonformal karena diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal yang bersifat fleksibel namun hasilnya dapat dihargai setara dengan hasil program jalur pendidikan lain.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis. Pendidik pada satuan pendidikan nonformal terdiri atas tutor, nara sumber teknis, instruktur, penguji, pembimbing sedangkan tenaga kependidikan pada pendidikan nonformal terdiri atas penilik, pengelola, tenaga adminstrasi, tenaga perpustakaan, teknisi sumber belajar dan laboran.
Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Sedangkan pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab di atas, seorang pendidik dituntut memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan tertentu. Kemampuan dan keterampilan tersebut sebagai bagian dari kompetensi profesionalisme pendidik. Kompetensi merupakan suatu kemampuan yang mutlak dimiliki oleh pendidik agar tugasnya dapat terlaksana dengan baik. Tugas pendidik sangat erat kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, oleh karenanya perlu upaya untuk meningkatkan mutu pendidik agar menjadi tenaga profesional.
Supervisi yang terus menerus dan berkesinambungan diharapkan dapat menjadikan pendidik sebagai tenaga profesional, dihargai dan diakui keprofesionalannya. Untuk menjadi professional tidak semata hanya meningkatkan kompetensinya melalui pemberian penataran, pelatihan maupun memperoleh kesempatan untuk belajar namun perlu juga memperhatikan dari segi yang lain seperti peningkatan disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui supervisi, pemberian insentif, gaji yang layak dengan keprofesionalannya sehingga memungkinkan pendidik merasa puas dalam bekerja sehingga berdampak positif pada mutu lembaga tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori
a. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
Menurut UNESCO (1998), A CLC is a local educational institution outside of formal education system, for villages or urban areas, usually set up and managed by local people to provide various learning opportunities for community development and improvement of people’s quality of life.
Dengan demikian PKBM adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal baik di pedesaan atau perkotaan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar kepada seluruh lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

b. Supervisi
Menurut P. Adam dan Frank G. Dickey : Supervisi adalah suatu program yang memperbaiki pengajaran (Supervision is a planned program for the improvement of instruction).
Dalam dictionary of education, Good Carter memberikan definisi sebagai berikut : “Supervisi adalah segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas pendidikan lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk memperkembangkan pertumbuhan guru-guru, menyelesaikan dan merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode mengajar dan penilaian pengajaran.



2.2 Kebijakan
a. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 ayat 4
“Satuan Pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.”

b. PP No. 17 tahun 2010 pasal 1 point 33
“Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh dan untuk masyarakat.”

c. PP No. 17 tahun 2010 Pasal 30
“Pemerintah Kabupaten/Kota mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan.”

d. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 40 ayat 1
“Pengawasan pada pendidikan nonformal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan.”



2.3 Analisis (Case Study PKBM Himmata)
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi, bakat dan jati dirinya sebagai makhluk Allah SWT. Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi yang dimilikinya. Tugas orang tua dan guru adalah memunculkan potensi tersebut dengan memberikan pelayanan kebutuhan pendidikan yang tepat dengan menyesuaikan karakteristik anak sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Keberhasilan pendidikan bukan tanggung jawab pemerintah semata akan tetapi lembaga pendidikan baik dari strata terbawah sampai tertinggi dan masyarakat ikut bertanggung jawab. Tujuan pendidikan memang bukan semata-mata menciptakan manusia paripurna (insan kamil) yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara tetapi juga semestinya pendidikan yang diperolehnya dapat menyiapkan bekal untuk mempermudah mendapat pekerjaaan.
HIMMATA adalah lembaga sosial kemasyarakatan yang independent dan non profit. Didirikan pada tahun 2000 dari Laboratorium Pengembangan Masyarakat Kampus dan dilandasi dengan kepedulian yang mendalam terhadap makin meningkatnya jumlah anak jalanan, yatim piatu, anak para buruh (anak-anak kurang beruntung) dana anak-anak putus sekolah serta anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan secara layak dan wajar. Selama lebih dari 10 tahun berupaya menyelenggarakan pembinaan, pendidikan, pelatihan dan santunan untuk anak-anak yang kurang beruntung. Pembinaan dilaksanakan dengan pendekatan dua arah yaitu anak dan orang tua. Hal ini dilakukan sebagai langkah preventif terhadap anak yang rawan turun ke jalan dan menjadi anak jalanan. Dengan metode pendekatan psikologis serta moral spiritual, diharapkan anak-anak yang telah terbina dapat menemukan potensi, bakat serta jati dirinya sebagai makhluk Allah SWT yang bermartabat.
HIMMATA yang beralamat di Jl. Plumpang B No. 30 RT.002/004 Kel. Rawa Badak Selatan Kec. Koja Kota Adm. Jakarta Utara ini mencoba ikut andil membantu program pemerintah dengan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk memberikan pelayanan pendidikan yang layak dan wajar bagi anak-anak yang tidak terlayani pendidikannya karena berbagai hal. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) tidak hanya melulu memberikan pelayanan pendidikan bagi masyarakat terutama anak-anak yang tidak terlayani oleh pendidikan formal tetapi adalah merupakan wadah berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat yang diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan budaya.
Upaya penyelenggaraan pendidikan nonformal dan informal yang dilakukan oleh PKBM Himmata sangat berkaitan erat dengan kejelian dan ketepatan dalam mengidentifikasi, memformulasi, mengemas, serta menjabarkan kebijakan, strategis dan program operasional pendidikan. Hal ini dikarenakan cakupan pendidikan nonformal dan informal yang amat luas, mulai dari pendidikan anak usia dini, pemberantasan buta aksara, pendidikan usia dewasa dan kecakapan hidup. Ini berarti bahwa kemampuan manajerial pengelola PKBM Himmata dan layanan profesional tenaga pendidikannya perlu dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Pengelolaan PKBM Himmata yang profesional diharapkan mampu membuat lembaga tersebut mengembangkan potensi masyarakat sekitar sehingga sesuai dengan azas pendirian PKBM yaitu dari, oleh dan untuk masyarakat. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan nonformal dan informal pada umumnya dan PKBM Himmata pada khususnya dapat bertambah.
Namun untuk mencapai hal tersebut membutuhkan kerja keras semua unsur yang ada di dalam PKBM Himmata. Hambatan dapat muncul terutama berkaitan dengan sumber daya manusia di dalamnya terutama pengelola PKBM Himmata itu sendiri. PKBM dikatakan baik tidak hanya sekedar dilihat dari kuantitas peserta didik dan kualitas lulusan saja tetapi dilihat dari aspek sosial terutama yang berkaitan dengan masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar adalah penerima dampak langsung beragam kegiatan yang dilakukan oleh PKBM. Motor dari itu semua adalah pengelola dan tenaga pendidiknya.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan nonformal, maka PKBM Himmata mendapatkan bimbingan dan binaan langsung dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Utara. Hal ini sesuai dengan PP No. 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Senada dengan hal tersebut bahwa tugas pembinaan langsung di lapangan adalah tugas penilik PNF. Tugas penilik PNF adalah untuk melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan pada satuan pendidikan nonformal. Penilik PNFI Kecamatan Koja membagi secara garis besar mengklasifikasikan tugas penglelola PKBM ke dalam dua aspek pokok, yaitu pekerjaan di bidang administrasi PKBM dan pekerjaan yang berkenaan dengan pembinaan profesional kependidikan. Untuk melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik – baiknya, ada tiga jenis ketrampilan pokok yang harus dimiliki oleh pengelola PKBM Himmata sebagai pemimpin pendidikan yaitu ketrampilan teknis ( technical skill ), ketrampilan berkomunikasi ( human relations skill ) dan ketrampilan konseptual ( conceptual skill ). Keberhasilan pengelolaan PKBM Himmata terutama dilandasi oleh kemampuan pengelola untuk memanage. Pengelola harus memiliki landasan psikologis untuk memperlakukan stafnya secara adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan tugas. Dalam konteks ini, pengelola PKBM Himmata dituntut untuk menampilkan kemampuannya membina kerjasama dengan seluruh personel dalam iklim kerja terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari seluruh elemen PKBM.
Pengelola adalah "the key person" yang menentukan kelancaran dan keberhasilan segala kegiatan lembaga yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional maupun tujuan kelembagaan PKBM Himmata itu sendiri. Secara formal, pengelola adalah seorang "decision maker" bagi segala kegiatan yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan PKBM, baik tutor maupun peserta didik. Demikian pula kegiatan-kegiatan yang menyangkut pelaksanaan kurikulum sangat tergantung kepada putusan-putusan yang ditetapkan oleh pengelola sebagai penanggung jawab kegiatan program pembelajaran di PKBM. Dengan demikian, upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun tujuan kelembagaan PKBM Himmata akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan-kemampuan (skills) dan wawasan (vision) yang dimiliki oleh pengelola dalam melaksanakan peranan dan fungsinya sebagai pimpinan PKBM.
Tutor merupakan salah satu faktor penentu mutu PKBM Himmata dan output yang dihasilkannya. Keberhasilan penyelenggaraan khususnya pengelolaan PKBM Himmata sangat ditentukan oleh kesiapan tutor dalam mempersiapkan peserta didiknya. Tutor perlu dipersiapkan dengan baik segi akademik dan administratifnya. Dengan semakin cepat dan dinamisnya informasi dan teknologi berimbas kepada kemampuan tutor untuk menyerap serta mentrasnform informasi yang diterima kepada peserta didik. Oleh karenanya perlu terus dijaga serta dikembangkan dengan baik profesionalisme tutor. Ada banyak cara yang dapat dilakukan dengan tetap menjaga profesionalisme tutor, diantaranya adalah pelatihan tutor, supervisi penilik PNFI dan kesejahteraan tutor.
Supervisi yang dilakukan oleh penilik PNFI dilakukan dengan baik dan sesuai dengan tujuan supervisi. Penilik PNFI adalah sebagai penjamin mutu lembaga PNFI sehingga tutor dan profesionalismenya termasuk ke dalam tanggung jawab dan tugas penilik PNFI. Ibarat ujung pensil, maka tugas penilik PNFI adalah membuat pensil tersebut tetap runcing walaupun pensil tersebut sudah lama. Penilik PNFI memberikan kesempatan kepada tutor untuk berkreasi sesuai dengan minat dan keterampilan yang dimiliki oleh tutor dengan tetap berpedoman pada supervisi pendidikan. Dari data yang didapatkan dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Utara, bahwa di wilayah kecamatan Koja terdapat 62 lembaga PAUD Nonformal, 29 LKP dan 9 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang tersebar di enam kelurahan. Dengan beban kerja yang berat, penilik PNFI Kecamatan Koja dapat eksis dan menjalankan perannya sesuai dengan tupoksinya. Dengan demikian, arahan dan binaan yang dilakukan oleh penilik PNFI, pendidikan nonformal dapat bersaing mutunya dengan pendidikan formal.



2.4 Sintesa
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat. Sebagai salah satu jalur dalam jalur pendidikan nasional maka tidak ada alasan apapun bagi pimpinan PKBM untuk menjalankan lembaganya sesuai dengan koridor dan kebijakan yang telah ada. Kebijakan tersebut pada dasarnya dibuat untuk meningkatkan mutu kelembagaan itu sendiri yang pada akhirnya akan menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap PKBM. Selama ini PKBM hanya dianggap sebagai katup pengaman ketika siswa di pendidikan formal tidak lulus UN dan dianggap aib oleh sekolah. Padahal fungsi PKBM tidak hanya itu bahkan lebih luas dari pendidikan formal karena menyangkut pendidikan anak usia dini hingga pendidikan orang dewasa.
Sebuah lembaga khususnya PKBM harus dijaga mutu dan eksistensinya. Tugas tersebut diemban oleh seorang penilik PNFI. Semenjak diberlakukannya keputusan Menpan No. 15/Kep/M.Pan/3/2002 tentang jabatan fungsional penilik dan angka kreditnya maka penilik berubah menjadi jabatan fungsional. PP No. 19 Tahun 2005 menyebutkan bahwa pengawasan pada pendidikan nonformal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan. Penilik harus menguasai konsep, metode, prinsip dan teknik supervisi pendidikan. Penilik juga harus memiliki empat kompetensi yaitu kepribadian, sosial, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan dan kompetensi penelitian dan pengembangan. Kompetensi yang spesifik yaitu kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan dan kompetensi penelitian dan pengembangan diperoleh oleh penilik melalui pengalaman kerja yang panjang di samping melalui pendidikan akademik. Oleh karena itu maka, bila ingin memperbaiki mutu penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal khususnya PKBM maka dapat dimulai dari pola rekrutmen penilik yang benar dan terukur dengan standar kualifikasi dan kompentensi yang sudah ditetapkan oleh BNSP. Logikanya adalah bahwa penilik akan melakukan supervisi, pengawasan sekaligus pembinaan terhadap pendidikan dan tenaga kependidikan dalam menyelenggarakan proses pendidikan nonformal. Apabil penilik yang melakukan supervisi memiliki kualifikasi dan kompetensi yang standar maka secara bertahap satuan pendidikan nonformal yang disupervisi akan meningkat kualitasnya. Hal inilah yang dialami oleh PKBM Himmata, berkat supervisi yang dilakukan oleh penilik PNFI kecamatan koja serta kerja keras pengelola dan tenaga kependidikan maka kualitasnya semakin meningkat dari tahun ke tahun.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam penyelenggaraannya sebuah PKBM memiliki struktur pengelola yang bertugas menjalankan fungsi-fungsi manajerial dan bertanggungjawab penuh terhadap kinerja PKBM. Dengan adanya pengelola dalam penyelenggaraan PKBM akan membantu kinerja dalam menentukan program dan melaksanakan program hingga program tersebut telah dilaksanakan. Kualitas pengelola PKBM juga perlu diperhatikan dan ditingkatkan sehingga keberadaan PKBM benar-benar sesuai dengan tujuan dari keberadaan PKBM tersebut. Pengelola PKBM adalah orang yang diserahi tugas dan tanggung jawab mengelola Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) yang terdiri atas ketua/pimpinan, sekretaris dan bendahara.
Untuk mengasah dan menjaga kualitas dan kuantitas sebuah lembaga pendidikan nonformal khususnya PKBM maka diperlukan seorang supervisor yang memiliki kompetensi untuk melakukan supervise. Tugas ini diemban oleh seorang penilik PNFI. Untungnya, PKBM Himmata memiliki seorang penilik PNFI yang memahami betul tugas dan tanggung jawabnya sehingga berkat binaan dan kerja keras bersama pengelola PKBM dan tenaga kependidikan yang ada mutunya semakin meningkat dari tahun ke tahun.


3.2 Saran
1. Tugas penilik PNFI sangat berat karena harus mensupervisi satuan lembaga pendidikan nonformal yang berada di lingkup kerjanya. Lembaga pendidikan nonformal tersebut diantaranya terdiri atas lembaga PAUD, LKP dan PKBM. Dengan tiga lembaga ini saja seorang penilik PNFI harus memiliki pengetahuan dan kompetensi yang beragam belum lagi harus membina sejumlah lembaga PAUD, LKP dan PKBM yang jumlahnya tidak sedikit. Oleh karena itu ke depan, sebaiknya penilik pada satuan pendidikan nonformal harus dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah penilik pendidikan anak usia dini, penilik pendidikan orang dewasa, penilik pendidikan kesetaraan dan penilik pendidikan keaksaraan.
2. Rekruitmen penilik PNFI hendaknya mengikuti rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh BNSP. Tidak sedikit jumlahnya, penilik yang diangkat untuk melakukan tugas kepenilikannya tidak memahami tugasnya dengan baik karena berlatar belakang yang jauh berbeda dengan pendidikan nonformal.
3. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau dikenal dengan sebutan PKBM merupakan sebuah lembaga pendidikan yang lahir dari pemikiran tentang kesadaran pentingnya kedudukan masyarakat dalam proses pembangunan pendidikan nonformal. Oleh sebab itu berdirinya PKBM di tengah-tengah masyarakat diharapkan mampu menjadi tulang punggung bagi terjadinya proses pembangunan melalui pemberdayaan potensi-potensi yang ada di masyarakat.
Sumber Bacaan

Supervisi Pendidikan; Mewujudkan Sekolah efektif dalam rangka Manajemen Berbasis Sekolah, Hartoyo, MA
Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Drs. Hendiyat Soetopo, Rieneka Cipta
Administrasi dan Supervisi Pendidikan, M. Ngalim Purwanto, Rosda
Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan SDM, Piet A. Suhertian, Rieneka Cipta
Manajemen Berbasis Sekolah, HE. Mulyana, Rosda
http://www.jugaguru.com/article/49/tahun/2008/bulan/09/tanggal/25/id/800/, diunduh tanggal 29 November 2010


Read More..

Pengertian Evaluasi

Kegiatan evaluasi pada prinsipnya adalah untuk melihat hubungan apa yang diinginkan dengan apa yang diperoleh. Evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh


dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternative keputusan (Stufflebeam, et.all)


Evaluasi secara umum


Evaluasi adalah melakukan pengukuran untuk memberikan angka-angka dalam kuantitas tertentu, pengukuran lebih bersifat kuantitatif, melakukan penilaian untuk menentukan nilai dari sesuatu, penilaian lebih bersifat kualitatif. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil tes terhadap standar yang ditetapkan. Perbandingan yang diperoleh kemudian dikualitatifkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Langkah-langkah evaluasi :
1. Fokus apa yang akan dievaluasi
2. Membuat design evaluasi
3. Mengumpulkan informasi
4. Menganalisa informasi
5. Melaporkan hasil evaluasi
6. Mengelola evaluasi
7. Mengevaluasi evaluasi (meta evaluasi)

Evaluasi Konvensional
Adalah proses pemberian pertimbangan dengan nila. Nilai adalah harga yang diberikan para evaluator program berdasarkan kriteria internal. Pertimbangannya diantaranya adalah:
  • Apakah suatu program telah menggambarkan apa yang ingin dicapai
  • Apakah pendekatan yang digunakan dalam mengembangkan program telah dijabarkan secara rinci dari rencana kegiatan
  • Apakah komponen-komponen program yang dirancang telah dikembangkan sesuai dengan model?

Allahu'alam biswahab
dari berbagai sumber
Read More..

Prinsip Dasar Evaluasi

  1. Evaluasi bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembelajaran bagi masyarakat
  2. Evaluasi adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna meski dilakukan dengan metode yang berbeda
  3. Pelaku evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pernyataan tertentu. Evaluator tidak berwenang untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya memberikan alternative.
  4. Penelitian evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan
  5. Evaluator tidak terikat pada satu sekolah demikian pula sebaliknya.
  6. Evaluasi adalah proses jika diperlukan revisi maka lakukanlah revisi
  7. Evaluasi memerlukan data yang akurat dan cukup hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode penggalian/peneliatian/pengkajian
  8. Evaluasi akan mantap apabila dilakukan dengan instrument dan teknik yang aplikable
  9. Evaluator hendaknya mampu membedakan yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi program
  10. Evaluasi memberikan gambaran deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka sialan tes
Allahu 'alam bishawab....
dari berbagai sumber Read More..

Pengembangan Indikator

Pengertian Indikator
  • Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
  • Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah 
  • Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian 



Mekanisme Pengembangan
A. Menganalisis tingkat kompetensi dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 
B. Mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan sekolah 
C. Mempertimbangkan kebutuhan dan potensi 
D. Merumuskan indikator pencapaian 
E. Mengembangkan indikator penilaian 

Menganalisis Tingkat Kompetensi dalam SK dan KD
  • Kompetensi meliputi sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotorik)
  • Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional yang digunakan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. 
  • Kompetensi kognitif dapat diklasifikasikan dalam enam tingkat (Bloom), yaitu tingkat pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). 

Karakteristik Penilaian Kelompok Mata Pelajaran
Agama dan Akhlak Mulia > Pendidikan Agama > Afektif dan kognitif
Kewarganegaraan dan Kepribadian > Pendidikan Kewarganegaraan > Afektif dan kognitif
Jasmani Olahraga dan Kesehatan > Penjas Orkes > Psikomotorik, Afektif dan Kognitif
Estetika > Seni Budaya > Afektif dan Psikomotorik
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi > Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan TIK > Afektif, Kognitif dan/atau Psikomotorik

Menganalisis Kebutuhan dan Potensi
  • Penyelenggaraan pendidikan harus dapat melayani kebutuhan peserta didik, lingkungan, serta mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.
  • Peserta didik mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi dan kecepatan belajarnya, termasuk tingkat potensi yang diraihnya.
  • Indikator dikembangkan guna mendorong peningkatan mutu sekolah di masa yang akan datang, sehingga diperlukan informasi hasil analisis potensi sekolah yang berguna untuk mengembangkan kurikulum melalui pengembangan indikator.

Merumuskan Indikator
  • Setiap kompetensi dasar dikembangkan menjadi beberapa indikator 
  • Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK-KD. 
  • Indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar, sederhana ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkrit ke abstrak (bukan sebaliknya). 
  • Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
  • Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
  • Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran. 
  • Indikator harus dapat mengakomodasi karakteristik mata pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
  • Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotorik.

Sumber : Materi Pelatihan KTSP 2009, Departemen Pendidikan Nasional

Allahu 'alam bishawab......
Read More..

Beban Belajar

  • Beban belajar dinyatakan dalam satuan kredit kompetensi (SKK) yg menunjukkan satuan kompetensi yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, praktik keterampilan dan kegiatan mandiri.
  • Pembelajaran dilakukan dengan pendekatan induktif, tematik dan berbasis kecakapan hidup.
  • Pencapaian beban belajar menggunakan sistem modular yang menekankan pada belajar mandiri, ketuntasan belajar dan maju berkelanjutan.
  • Kegiatan belajar mandiri merupakan kegiatan pembelajaran yg dirancang dan dilaksanakan oleh peserta didik dng bimbingan pendidik atau disesuaikan dengan :
  1. Kebutuhan 
  2. Kesempatan 
  3. Penyelesaian, dan 
  4. Ketuntasan yg diatur oleh peserta didik


  • Ketuntasan belajar merupakan pencapaian kompetensi:
  1. Pengetahuan 
  2. Keterampilan 
  3. Sikap,dan 
  4. Nilai sebagai hasil belajar yg dpt diwujudkan dlm kebiasaan berpikir dan bertindak 
  • Maju berkelanjutan merupakan pencapaian kompetensi secara bertahap menuju ketuntasan belajar dari suatu kompetensi ke kompetensi berikutnya.
  • Tingkat penguasaan kompetensi individu secara tuntas dlm maju berkelanjutan menentukan jenis dan tingkat kompetensi berikutnya serta bahan belajar lainnya yg harus ditempuh.
  • SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian kompetensi sbg hasil belajar peserta didik dalam menguasai sutau mata pelajaran 
  • SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yg terdapat dalam struktur kurikulum 
  • Satu SKK dihitung berdasarkan pertimbangan muatan SK dan KD tiap mata pelajaran.
  • Kemudian keseluruhan SKK untuk mencapai SKL program Paket A, Paket B, dan Paket C di distribusikan per semester
  • SKK dapat digunakan untuk alih kredit kompetensi yg diperoleh dari jalur pendidikan informal, formal, kursus, keahlian dan kegiatan mandiri.
  • Penentuan dan pengakuan bobot SKK hasil alih kredit memperhatikan tingkat kompetensi berdasarkan hasil belajar sebelumnya yg diperoleh melalui tes, portofolio, transkrip, sertifikat, raport, surat penghargaan, surat keterangan ttg berbagai keikutsertaan dlm pelatihan, pagelaran, pameran, lomba, olimpiade dan kegiatan unjuk prestasi lainnya
  • Kegiatan tatap muka merupakan kegiatan pembelajaran dlm interaksi langsung antar peserta didik dng pendidik sbg kegiatan tutorial untuk pendalaman materi yg sulit, penguatan motivasi, dan peningkatan ketuntasan belajar, serta penilaian hasil belajar.
  • Kegiatan tatap muka sangat menerapkan pendekatan partisipatif yg ditekankan pada transfer pengetahuan dan keterampilan.
  • Praktek keterampilan merupakan kegiatan pembelajaran yg mendukung keterampilan fungsional dan kepribadian profesional yg pada gilirannya dpt mewujudkan kompetensi kecakapan hidup.
  • Kompetensi kecakapan hidup meliputi kompetensi personal, kompetensi sosial, kompetensi intelektual dan kompetensi vokasional.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
  • KTSP dan silabus program Paket A, Paket B, dan Paket C ditetapkan oleh Dinas yg bertanggungjawab di bidang pendidikan sesuai dengan tingkat kewenangannya, berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan.
  • KTSP dan silabus dikembangkan dengan melibatkan pemangku kepentingan dan berpedoman pada panduan penyusunan KTSP program Paket A, Paket B, dan Paket C.

Kalender Pendidikan
  • Pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran mencakup permualaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, danujian nasional.
  • Kalender pendidikan ini mrp rambu-rambu bagi penyelenggara pendidikan kesetaraan untuk mengatur kegiatan pembelajaran yg sesuai dng kebutuhan peserta didik.
  • Permulaan tahun ajaran dimualai bulan Juli setiap tahun 
  • Peserta didik dpt mengikuti pembelajaran sesuai dng kesempatan masing-masing dng memperhatikan beban belajar dan cara menempuhnya sesuai dengan peraturan yang berlaku 
  • Minggu efektif belajar diperhitungkan sesuai dengan waktu pencapaian SKK masing-masing kurikulum program
  • Waktu pembelajaran efektif diperhitungkan sesuai dng waktu pencapaian SKK masing-masing kurikulum program pendidikan kesetaraan.
  • Hari libur nasional yg dimaksud sesuai dengan ketetapan.
  • Ujian Nasional dilaksanakan dalam dua periode setiap tahun sesuai dengan POS ujian nasional

Sumber : Materi Pelatihan KTSP 2009 Departemen Pendidikan Nasional


Allahu 'alam bishawab................ Read More..

Manajemen Perubahan

Dikaitkan dengan konsep ‘globalisasi”, maka Michael Hammer dan James Champy menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu customer, competition, dan change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan. Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif. 

Masalah dalam perubahan
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. 
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya. 

Mengapa perubahan ditolak ?
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional. 

Resistensi Individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.



KEBIASAAN . Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan. 



RASA AMAN. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.



FAKTOR EKONOMI. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur. 



TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keragu-raguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan. 



PERSEPSI. Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.


Resistensi Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan.



INERSIA STRUKTURAL
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu. 



FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.



INERSIA KELOMPOK KERJA
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.



ANCAMAN TERHADAP KEAHLIAN
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar. 



ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.



ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.


Taktik Mengatasi Penolakan Atas Perubahan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan, yaitu : 
  1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
  2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
  3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
  4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
  5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
  6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan. 

Pendekatan dalam Manajemen Perubahan Organisasi
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah. Pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent . 



Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.

Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.

Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.

Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.



Allahu 'alam bishawab......
Sumber : home.unpar.ac.id/~hasan/MANAJEMEN%20PERUBAHAN.do
Read More..

Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nonformal dan Informal

  1. Mendorong penyelenggaraan program PAUD nonformal yang mampu mengoptimalkan kecerdasan anak sesuai tahap tumbuh kembang anak, memberikan kesiapan mengikuti pendidikan lebih lanjut dengan jangkauan sasaran yang makin luas, merata dan berkeadilan.
  2. Mengembangkan program pendidikan keaksaraan bermutu yang mampu meningkatkan kompetensi keaksaraan pada tingkatan keaksaraan dasar dan paska keaksaraan (Keaksaraan Usaha Mandiri) bagi penduduk buta aksara dewasa secara meluas, adil dan merata untuk mendorong perbaikan kesejahteraan dan produktivitas penduduk, dan ikut serta dalam mendukung perbaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
  3. Meningkatkan pelayanan program pendidikan kesetaraan (dasar dan menengah) yang bermutu, relevan dan mampu meningkatkan kecakapan hidup, termasuk kesiapan kerja, produktivitas dan kemandirian peserta didik, dalam rangka mendukung penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun, dan perluasan akses pendidikan menengah nonformal dan informal. 
  4. Meningkatkan pelaksanaan program kursus dan pelatihan berbasis desa dan kota, kursus para-profesi, dan kursus kewirausahaan bagi pemuda yang berorientasi pada kecakapan hidup, bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat serta pelayanan yang makin meluas, adil dan merata, khususnya bagi penduduk putus sekolah dalam dan antar jenjang, sehingga dapat bekerja dan/atau berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional.
  5. Mendorong terbentuknya masyarakat pembelajar sepanjang hayat melalui peningkatan budaya baca dan penyediaan bahan-bahan bacaan yang berguna baik bagi aksarawan baru maupun anggota masyarakat lainnya agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang relevan bagi produktivitas peserta didik.
  6. Meningkatkan pelayanan pendidikan pemberdayaan perempuan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan, meningkatkan partisipasi perempuan dalam seluruh sektor pembangunan dan menghapuskan berbagai bentuk diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan, serta mendukung upaya pencegahan perdagangan orang (trafficking), dan tindak kekerasan sebagai wujud perlindungan HAM. 
  7. Menumbuhkembangkan pendidikan yang berkesetaraan gender melalui peningkatan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan dalam akses, partisipasi, kontrol, dan memperoleh manfaat yang setara dalam bidang pendidikan. 
  8. Meningkatkan kapasitas kelembagaan PNFI melalui perbaikan sistem manajemen informasi, peningkatan sarana dan prasarana yang memadai, peningkatan kapasitas tenaga yang profesional agar mampu memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan menjangkau sasaran yang makin luas, adil dan merata serta dapat memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang terus berkembang

Allahu 'alam bishawab.........

Read More..

Pengertian Pengembangan Organisasi

Pengembangan Organisasi

Lebih dikenal dengan organization development (OD) .Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change).Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk,serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang. 
Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (OD).

Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistemis ,harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
• Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
• Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi.



Sasaran OD
Atas dasar asumsi asumsi diatas, proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi
2. hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Tahap tahap Penerapan OD
Dalam menerapkan OD , organisasi memerlukan konsultan yang ahli dalam bidang perilaku dan pengembangan organisasi. Konsultan tersebut bersifat sebagai agen pembaruan (agent of change), dan fungsi utamanya adalah membantu warga organisasi menghadapi perubahan, melalui teknik teknik OD yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Proses penerapan OD dilakukan dalam empat tahap :
1. Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam tahap ini konsultan mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen elemen di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah:
1. Fungsi utama tiap unit organisasi
2. Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi
3. Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing masing unit
4. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar – kelompok dan antar individu dalam organisasi
2. Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen elemen tersebut, diantaranya :
1. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi
2. Tanggung jawab : kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi
3. Identitas : kejelasan misi dan peran masing masing unit
4. Komunikasi ; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi
5. Integrasi ; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis
6. Pertumbuhan ; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan , serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama
3. Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
4. Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Dalam tahap ini konsultan bekerja secara penuh dengan staf manajemen dan para penyelenggra. Kegiatan implementasi perubahan meliputi :
1. perubahan struktur
2. perubahan proses dan prosedur
3. penjabaran kembali secara jelas tujuan serta sasaran organisasi
4. penjelasan tentang peranan dan misi masing- masing unut dan anggota dalam organisasi

Teknik teknik OD
Ada berbagai teknik yang dirancang para ahli, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta bekerja secara efektif, antar-individu maupun antar-kelompok dalam organisasi. Beberapa teknik yang sering digunakan berikut ini.
• Sensitivity training, merupakan teknik OD yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga antar-pribadi.
• Team Building, adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
• Survey feedback. Dalam teknik sruvey feedback. Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
• Transcational Analysis (TA). TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
• Intergroup activities. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
• Proses Consultation. Dalam Process consultation, konsultan OD mengamati komunikasi , pola pengambilan keputusan , gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya , serta menganjurkan tindakan koreksi.
• Grip OD. Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi.
• Third-party peacemaking. Dalam menerapkan teknik ini, konsultan OD berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok.
Kesimpulan :
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Ada beberapa pengertian mengenai Pengambangan Organisasi, yaitu ;
1. PO merupakan suatu proses yang meliputi serangkaian perencanaan perubahan yang sistematis yang dilakukan secara terus-menerus oleh suatu organisasi
2. PO merupakan suatu pendekatan situasional atau kontingensi untuk meningkatkan efektifitas organisasi
3. PO lebih menekankan pada system sebagai sasaran perubahan
4. PO meliputi perubahan yang sengaja direncanakan
Pengembangan organisasi mengukur prestasi suatu organisasi dari segi efisiensi, efektifitas dan kesehatan :
1. Efisien dapat diukur dengan perbandingan antara masukan dan keluaran, yang mengacu pada konsep Minimaks (Masukan minimum dan keluaran maksimum).
2. Efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya artinya kesejahteraan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
3. Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari sifat dan mutu hubungan antara para individu dan organisasi yaitu hubungan yang dinamis dan adaptabilitas





Tujuan Pengembangan Organisasi ;
1. Menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi
2. Menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka
3. Menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi
4. Merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan mengendalikan diri

Sifat-sifat dasar PO :
1. PO merupakan suatu strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, perubahan yang dimaksud harus mempunyai sasaran yang jelas dan didasarkan pada suatu diagnosis yang tepat mengenai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi
2. PO harus berupa kolaborasi antara berbagai pihak yang akan mengalami dampak perubahan yang akan terjadi, keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi harus mendapat perhatian
3. Program PO menekankan cara-cara baru yang diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota organisasi
4. PO mengandung nilai-nilai humanistic dalam arti bahwa dalam meningkatkan efektifitas organisasi, potensi manusia harus menjadi bagian yang penting
5. PO menggunakan pendekatan kesisteman yang berarti selalu memperhitungkan pentingnya inter relasi, interaksi dan inter dependensi
6. PO menggunakan pendekatan ilmiah untuk mencapai efektivitas organisasi
Nilai-nilai dalam PO :
1. Penghargaan akan orang lain
2. Percaya dan mendukung orang lain, sedangkan individu sendiri harus mempunyai tanggung jawab
3. Pengamanan kekuasaan (mengurangi tekanan pada wewenang)
4. Konfrontasi (masalah yang tidak disembunyikan)
5. Partisipasi (melibatkan orang-orang yang mempunyai potensi dalam proses pengembangan organisasi).

Proses Pengembangan Organisasi ;
1. Pengenalan masalah
2. Diagnosis Organisasional
3. Pengembangan strategi perubahan
4. Intervensi
5. Pengukuran dan Evaluasi

Sasaran pengembangan organisasi.
Proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi.
2. Hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. Terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. Berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
 Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
 Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
 Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi
Referensi 
1. Smith, A. (1998), Training and Development in Australia. 2nd ed. Smith, A. (1998), Pelatihan dan Pengembangan di Australia. 2nd ed. 261. 261. Sydney: Butterworths. Sydney: Butterworths. 
2. Richard Arvid Johnson. Management, systems, and society : an introduction . Richard Arvid Johnson. Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. 
3. Richard Beckhard (1969). Organization development: strategies and models Richard Beckhard (1969). Pembangunan Organisasi: strategi dan model. Reading, Mass.: Addison-Wesley. Reading, Mass: Addison-Wesley. pp. 114. hlm. 114. 
4. Wendell L French; Cecil Bell. Organization development: behavioral science interventions for organization improvement . Wendell L perancis; Cecil Bell. Organisasi pengembangan: ilmu perilaku organisasi intervensi untuk perbaikan. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. 
5. Richard Arvid Johnson (1976). Management, systems, and society : an introduction . Richard Arvid Johnson (1976). Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. pp. 223–229. hal. 223-229. 
6. Bradford, DL & Burke, WW eds, (2005). Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. Bradford, DL & Burke, WW eds, (2005). Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. 
7. Bradford, DL & Burke, WW(eds), 2005, Reinventing Organization Development. Bradford, DL & Burke, WW (eds), 2005, Reinventing Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. San Francisco: Pfeiffer. 
8. deKler, M. (2007). DeKler, M. (2007). Healing emotional trauma in organizations: An OD Framework and case study. Penyembuhan trauma emosional dalam organisasi: Sebuah OD Framework dan studi kasus. Organizational Development Journal, 25(2), 49-56. Organizational Development Journal, 25 (2), 49-56. 
9. Kurt Lewin (1958). Group Decision and Social Change . Kurt Lewin (1958). Group Keputusan dan Perubahan Sosial. New York: Holt, Rinehart and Winston. New York: Holt, Rinehart and Winston. pp. 201. hal. 201. 
10. Richard Arvid Johnson (1976). Management, systems, and society: an introduction . Richard Arvid Johnson (1976). Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. pp. 224–226. hal. 224-226. 
11. Wendell L French; Cecil Bell (1973). Organization development: behavioral science interventions for organization improvement . Wendell L Perancis; Cecil Bell (1973). Pembangunan Organisasi: ilmu perilaku organisasi intervensi untuk perbaikan. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. chapter 8. Bab 8.


Read More..

Filsafat Pendidikan Muhammadiyah

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Usia pendidikan Muhammadiyah lebih tua dari Muhammadiyah itu sendiri. KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah, terlebih dahulu mendirikan sekolah di rumahnya lalu mendirikan persyarikatan Muhammadiyah. Bukan hal yang berlebihan bahwa berdirinya persyarikatan Muhammdaiyah adalah untuk menjamin keberlangsungan pendidikan Muhammadiyah itu sendiri.
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta dengan dilatarbelakangi oleh kondisi umat Islam yang amat mengkhawatirkan pada saat itu. Ada tiga penyakit kronis pada saat itu yang dialami oleh umat Islam, yaitu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Mengapa ia miskin, karena ia bodoh. Lalu mengapa ia bodoh, karena ia terbelakang. Hal ini merupakan lingkaran yang tak berujung dan bertepi serta tak terputus. 
Satu-satunya upaya yang dilakukan untuk memutus lingkaran tersebut adalah dengan mencerdaskan umat. Mencerdaskan umat hanya dapat dilakukan dengan pendidikan. Dengan pendidikan, maka wawasan umat akan bertambah luas dan mendalam sehingga dapat memahami ajaran Islam secara utuh dan tidak tercampur baur dengan takhayul, bid’ah dan khufarat. Hal ini jugalah yang dimanfaatkan oleh penjajah Belanda dan Jepang ketika menancapkan kekuasaan penjajahannya di bumi pertiwi ini. 
Kondisi umat tersebut dijawab oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan sekolah sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah. Pada tahun 1911, KH. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah dengan sepuluh orang murid. Ilmu umum diajarkan oleh seorang guru pemerintah yang bersedia membantu sedangkan ilmu agama diajarkan sendiri oleh beliau. Setahun kemudian, Muhammadiyah berdiri untuk memberikan kontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Organisasi Muhammadiyah bersifat inklusif dan progresif karena berdiri untuk menyerukan pentingnya kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah sebagai usaha untuk mengatasi perbuatan yang penuh dengan takhayul, bid’ah dan khurafat dengan tidak mendasarkan dirinya pada madzhab atau pemikiran tertentu. Perjalanan Muhammadiyah yang inklusif dan progresif ini yang memudahkan Muhammadiyah melakukan pembaruan di segala aspek kehidupan terutama bidang pendidikan. Gerakan pembaruan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan yang menggunakan pola pendidikan secara nasional memberikan gambaran yang utuh sebagai organisasi yang inklusif dan progresif dengan tidak melupakan maksud dan tujuan serta identitasnya dalam pelaksanaan pendidikan Muhammadiyah.


B. Rumusan Masalah
Materi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah”. Untuk memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya serta menghindari meluasnya pembahasan, maka masalah yang akan dibahas kami batasi pada :
1. Pengertian Filsafat
2. Pengertian Pendidikan
3. Pengertian Muhammadiyah
4. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah


C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dalam bertujuan untuk :
1. Memenuhi kewajiban tugas mata kuliah Filsafat Kemuhammadiyahan.
2. Mengetahui Filsafat Pendidikan Muhammadiyah.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Filsafat
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat yang selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf". 
Secara terminology, pengertian filsafat sangat beragam. Hal ini karena para filsuf merumuskan pengertian sesuai dengan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Plato (428 – 348 SM) menjelaskan filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada. Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Al-Kindi menyebutkan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filsuf dalam berteori adalah mencapai kebenaran dan dalam berpraktek ialah menyesuaikan dengan kebenaran. 
Hakekat Filsafat Islam ialah ’Aqal dan al-Quran. Filsafat Islam tidak mungkin tanpa ’aqal dan al-Quran. Aqal yang memungkinkan aktivitas itu menjadi aktivitas kefilsafatan dan al-Quran juga menjadi ciri keislamannya. Tidak dapat ditinggalkannya al-Quran dalam filsafat Islam adalah lebih bersifat spiritual, sehingga al-Quran tidak membatasi aqal bekerja, aqal tetap bekerja dengan otonomi penuh.
’Aqal dan al-Quran di sini tidak dapat dipahami secara struktural, karena jika ’aqal dan al-Quran dipahami secara struktural yang menyiratkan adanya hubungan atas bawah yang bersifat subordinatif dan reduktif, maka antara satu dengan lainnya menjadi saling mengatas-bawahi, baik aqal mengatasi al-Quran atau sebaliknya al-Quran mengatasi aqal. Jika al-Quran mengatasi aqal maka aqal menjadi kehilangan peran sebagai subjek filsafat yang menuntut otonomi penuh. Sebaliknya jika aqal mengatasi al-Quran, terbayang di sana bahwa aktivitas kefilsafatan Islam menjadi sempit karena objeknya hanya al-Quran. Oleh karena itu, Filsafat Islam adalah aqal dan al-Quran dalam hubungan yang bersifat dialektis. Aqal dengan otonomi penuh bekerja dengan semangat Quraniyah. Aqal sebagai subjek, dan sebagai subjek ia mempunyai komitmen, komitmen itu adalah wawasan moralitas yang bersumber pada al-Quran. ’Aqal sebagai subjek berfungsi untuk memecahkan masalah, sedangkan al-Quran memberikan wawasan moralitas atas pemecahan masalah yang diambil oleh ’aqal. Hubungan dialektika ’aqal dan al-Quran bersifat fungsional.


B. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. 
Menurut Hamka pendidikan adalah proses ta’lim dan menyampaikan sebuah misi (tarbiyah) tertentu. Tarbiyah mengandung arti yang lebih komprehensif dalam memaknai pendidikan terutama pendidikan Islam baik secara vertikal maupun horizontal. Prosesnya merujuk pada pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi (fitrah) peserta didik baik jasmaniah maupun rohaniah.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan. 
Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 
Al-Qur’an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara umum, dan juga kitab pendidikan sosial, moral, dan spiritual secara khusus. Dalam Islam, kata pendidikan dapat bermakna tarbiyah, berasal dari kata kerja rabba. Di samping kata rabba terdapat pula kata ta’dîb, berasal dari kata addaba. Selain itu, ada juga kata ta’lim. Berasal dari kata kerja ‘allama. 
Kata ‘allama mengandung pengertian memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi Sulaiman AS. melalui burung, atau membina kepribadian Nabi Adam AS. melalui nama benda-benda. Berbeda dengan pengertian rabba dan addaba, jelas mengandung kata pembinaan dan pemeliharaan. Oleh karenanya, pendidikan dalam Islam lebih tepat disejajarkan dengan pengertiantarbiyah atau ta’dib, bukan dalam pengertian ta’lim. 


C. Muhammadiyah

Latar belakang berdirinya Muhammadiyah didasari oleh empat faktor. Pertama, ketidakbersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia. Kedua, ketidakefisienan lembaga-lembaga islam di Indoneisa. Ketiga, aktifitas misi-misi Katolik dan Protestan. Keempat, sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.
Dalam perspektif ini, kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran yang dalam tentang tanggung jawab sosial yang pada saat itu sangat terabaikan. Dengan kata lain, doktrin sosial Islam tidak digumulkan dengan realitas kehidupan umat. Bila diukur dengan semangat zaman waktu itu, Ahmad Dahlan adalah seorang revolusioner. Pada saat orang membesar-besarkan pentingnya ziarah kubur, Ahmad Dahlan malah memberikan fatwa pada tahun 1916 tentang haramnya perbuatan itu. Fatwa ini sangat menggemparkan masyarakat dan para ulama. Ia dituduh sebagai Mu’tazilah, Ingkar Sunnah, Wahabi dan lainnya. Ahmad Dahlan sebagai tokoh kontrovesial sudah lama dikenal masyarakat Yogyakarta. Orang masih ingat peristiwa tahun 1898 pada waktu Ahmad Dahlan membenarkan arah kiblat di Masjid Gedhe Kauman Yogya dengan resiko suraunya yang baru dibangun dihancurkan para penentangnya.
Sudah sejak awal Muhammadiyah merumuskan strategi pemurnian akidah yang dinilai sudah sangat tercemar oleh berbagai sebab, diantaranya karena umat Islam pada umumnya tidak lagi memahami agamanya dari sumber yang autentik. Filter akidah sudah sangat lemah untuk menepis unsur-unsur kepercayaan luar yang merembes ke dalam umat Islam. Di samping itu, pada tataran praktis, Muhammadiyah masa awal ingin menggembirakan orang dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Mengamalkan ajaran agama haruslah membuahkan kesejukan dan kegembiraan bukan kegelisahan.


D. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah

Muhammadiyah mendasari gerakannya kepada sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Assunnah, meskipun tidak anti madzhab. Dengan sikap ini, Muhammadiyah dikatakan sebagai gerakan Islam non Madzhab. Dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, Muhammadiyah mengembangkan sikap tajdid dan ijtihad, serta menjauhi sikap taklid. Oleh karena itu disamping sebagai gerakan sosial keagamaan, gerakan Muhammadiyah juga dikenal sebagai gerakan tajdid. Perkataan “tajdid” pada asalnya adalah pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi dan sebagainya. Hal ini mengandung pengertian bahwa kebangkitan Muhammadiyah dalam usaha memperbarui pemahaman kaum Muslimin terhadap agamanya, mencerahkan hati dan pikirannya dengan jalan mengenalkan kembali ajaran Islam sejati sesuai dengan jalan Al Qur’an dan Assunnah.
Sejalan dengan hal tersebut dan selaras dengan Anggaran Dasar (Bab III Pasal 6) adalah “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Untuk itu, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, institusi zakat, rumah yatim-piatu, rumah sakit dan masjid-masjid serta menerbitkan buku, majalah dan surat kabar yang pada akhirnya untuk menyebarkan Islam.
Dalam konteks amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, sebenarnya sudah dimulai dirintis sebelum terbentuknya organisasi Islam ini pada 18 Desember 1912. Sebab satu tahun sebelumnya, tepatnya 1 Desember 1911, Ahmad Dahlan mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Kemudian pada tahun 1915 didirikan Sekolah Dasar pertama di lingkungan Keraton Yogyakarta dan pada tahun 1918 didirikan sekolah baru bernama “Al-Qismul Arqa”. 
Pencapaian Muhammadiyah dalam bidang pendidikan amat luar biasa, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi menjadi bukti bahwa Muhammadiyah tidak main-main dalam mencapai tujuannya. Hal ini tentu saja karena dilandasi oleh keinginan dan kesungguhan yang amat kuat. Aspek filosofis, psikologis dan sosiologis menjadi perhatian utama dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu serta terjangkau oleh masyarakat luas. Karena berdiri dalam rangka memurnikan ajaran Islam maka tak heran bila aspek-aspek ini dilatar belakangi oleh ajaran Islam. 
Filsafat yang dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensi logiknya, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya. Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Dalam kaitan ini filsafat pendidikan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari filsafat pendidikan Islam, karena yang dikerjakan oleh Muhammadiyah pada hakikatnya adalah prinsip-prinsip Islam yang menurut Muhammadiyah menjadi dasar pijakan bagi pembentukan manusia Muslim. Oleh karena itu, sebelum mengkaji orientasi filsafat pendidikan Muhammadiyah perlu menelusuri konsep dasar filsafat pendidikan Islam yang digagas oleh para pemikir maupun praktisi pendidikan Islam. 
Filsafat pendidikan Islam membincangkan filsafat tentang pendidikan bercorak Islam yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam itu dan bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan hukum-hukum Islam. Mohd. Labib Al-Najihi, sebagaimana dikutip Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, memahami filsafat pendidikan sebagai aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Suatu filsafat pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan dasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam dan yang orientasi pemikirannya berdasarkan ajaran tersebut. Dengan perkataan lain, filsafat pendidikan Islam adalah suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam. 
Al-Syaibany menandaskan bahwa filsafat pendidikan Islam harus mengandung unsur-unsur dan syarat-syarat sebagai berikut: (1) dalam segala prinsip, kepercayaan dan kandungannya sesuai dengan ruh (spirit) Islam; (2) berkaitan dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi, dan politiknya; (3) bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang baik (hikmah); (4) pembinaannya berdasarkan pengkajian yang mendalam dengan memperhatikan aspek-aspek yang melingkungi; (5) bersifat universal dengan standar keilmuan; (6) selektif, dipilih yang penting dan sesuai dengan ruh agama Islam; (7) bebas dari pertentangan dan persanggahan antara prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasarnya; dan (8) proses percobaan yang sungguh-sungguh terhadap pemikiran pendidikan yang sehat, mendalam dan jelas.
Objek kajian filsafat pendidikan Islam, menurut Abdul Munir Mulkhan, dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat pendidikan Islam adalah bahan dasar yang dikaji dan dianalisis, sementara obyek formalnya adalah cara pendekatan atau sudut pandang terhadap bahan dasar tersebut. Dengan demikian, obyek material filsafat pendidikan Islam adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian atau akhlak peserta didik melalui pendidikan. Sedangkan obyek formalnya adalah aspek khusus daripada usaha manusia secara sadar yaitu penciptaan kondisi yang memberi peluang pengembangan kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalani dan menyelesaikan permasalahan hidupnya dengan menempatkan Islam sebagai hudan dan furqan. 
Filsafat pendidikan Muhammadiyah tidak lepas dari pemikiran dan peran yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan. Tidak banyak literature yang membahas tentang pandangan-pandangan beliau tentang pendidikan. Beliau dijuluki “man an action”, orang yang senang berkarya. Dalam hal ini muridnya K.H. Ahmad Dahlan adalah KRH. Hadjid, beliau sangat tekun dan menulis apa-apa yang dipaparkan gurunya, ia rangkum dalam sebuah tulisan tujuh falsafah atau tujuh perkara pelajaran Ahmad Dahlan.
(1) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang manusia itu semuanya mati.
(2) mempelajari tentang perkataan ulama tentang manusia yang mementingkan diri-sendiri (individual).
(3) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang akal fikiran, perasaan, kehendak, dan perbuatan.
(4) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang golongan manusia dalam satu kebenaran.
(5) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang penyucian diri.
(6) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang ikhlas dalam memimpin.
(7) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang ilmu pengetahuan dibagi atas pengetahuan atau teori (belajar ilmu), dan mengerjakan, mempraktekkan (belajar amal). 


Dengan demikian, visi dan misi pendidikan Muhammadiyah tentunya selalu konsisten dan berorientasi pada maksud dan tujuan pendidikan Muhammadiyah itu sendiri. Dalam konteks ini, menarik memperhatikan pernyataan mantan Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat Hidayat Salim yang mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan tajdid atau pembaruan yang ditujukan pada dua bidang, yaitu bidang ajaran dan bidang pemikiran. Pembaruan dalam bidang ajaran dititikberatkan pada purifikasi ajaran Islam dengan berpedoman kembali pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan menggunakan akal pikiran yang sehat.
Pembaruan di bidang pemikiran adalah pengembangan wawasan pemikiran (visi) dalam menatalaksanakan (impelementasi) ajaran berkaitan muamalah duniawiyah yang diizinkan syara atau moderninasi pengelolaan dunia sesuai dengan ajaran Islam, seperti pengelolaan Negara dan aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan di bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT. Sedangkan misi utama gerakan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam pengertian menatalaksanakan ajaran Islam melalui dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di berbagai bidang kegiatan. 
Mengikuti pemikiran Hidayat Salim di atas, dapat ditegaskan bahwa visi yang diemban oleh pendidikan Muhammadiyah adalah pengembangan wawasan intelektual (berpikir) peserta didik pada setiap jenis dan jenjang pendidikan yang dikelola oleh organisasi Muhammadiyah. Sedangkan misi yang diemban pendidikan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam melalui dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di semua aspek kehidupan.
Impelementasi visi dan misi pendidikan Muhammadiyah ini tentunya mendapat penekanan atau prioritas yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya. Visi dan misi pendidikan Muhammadiyah selalu berorientasi masa depan (futuristic) sebagai bentuk idealisasi pencapaian output yang dikehendaki oleh lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dengan kata lain, visi dan misi pendidikan Muhammadiyah mengandung makna bahwa pendidikan di lingkungan Muhammadiyah mengandung makna bahwa pendidikan di lingkungan Muhammadiyah di dalam pengembangan sumber daya manusia mengantisipasi berbagai tantangan ke depan, yang tidak dapat tidak memerlukan titik tumpu pengembangan yang strategis. Dalam konteks ini, dua titik tumpu utama yang dijadikan andalan proses antisipasi yaitu upaya penguatan iman dan takwa kepada Allah SWT serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.



BAB III
KESIMPULAN

Sejak awal berdirinya, organisasi Muhammadiyah merupakan gerakan purifikasi pemikiran Islam dan sekaligus memposisikan diri sebagai gerakan dakwah dan pendidikan. Sebagai organisasi keagamaan yang sangat concern dengan dunia pendidikan, Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai jenis lembaga pendidikan yang tercakup dalam kegiatan pendidikan formal, nonformal dan informal.
Meskipun Muhammadiyah menganggap sangat penting penyelenggaraan pendidikan formal berupa sekolah, namun organisasi keagamaan ini juga tidak mengabaikan penyelenggaraan pendidikan nonformal dan informal sebagai penunjang keberhasilan pendidikan formal. Keadaan rumah tangga dan masyarakat sekarang semakin sibuk, sehingga waktu untuk menyelenggarakan pendidikan informal dan nonformal semakin sedikit. Hal ini menyebabkan sekolah – tanpa meninggalkan tugas utamanya – seyogyanya juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan informal maupun nonformal. Keadaan ini tampaknya disadari oleh Muhammadiyah. 
Sekalipun Muhammadiyah menganggap sekolah perlu menyelenggarakan pendidikan nonformal dan informal, selain pendidikan formal sebagai tugas utamanya tetapi Muhammadiyah tetap menghendaki rumah tangganya terus menyelenggarakan pendidikan nonformal dan informal. Hal itu dapat diketahui karena adanya pandangan Muhammadiyah yang mementingkan pembiasaan yang baik di rumah tangga. 
Di dalam Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 22 Juli 1974 disebutkan bahwa tugas Majelis Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (MPPK) antara lain membina dan memimpin cara penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dan pendidikan di rumah tangga. Dengan demikian, jelaslah bahwa bagi Muhammadiyah jenis pendidikan itu terbagi atas tiga macam. Yakni pendidikan informal yang diselenggarakan di rumah tangga, masyarakat dan di sekolah. Pendidikan nonformal yang diselenggarakan di masyarakat dan di sekolah dan pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/
Para Filosof Muslim, suntingan M.M Syarief, M.A, Penerbit Mizan 1994
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Prenada Media Grip Islam
Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Histories, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia, Nida, Jakarta 1990
Pasha, Mustafha Kemal dan Ahmad Adaby Darban 2003, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam: Dalam Perspektif Historis dan Idiologis. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), Yogyakarta.
Asrohah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam, Logos. Jakarta
Mohamad Ali dan Marpuji Ali, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan Historis dan Praktis Hadjid, 2005. Pelajaran KHA Dahlan; 7 Falsafah Ajaran & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/08/muktamar01.htm

Allahu 'alam bishawab,.,.,. 
Read More..

Negosiasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seorang pemimpin sebuah organisasi harus memiliki kemampuan sebagai “decision maker”. Sangat sulit bila seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan tersebut walaupun memiliki kemampuan yang lain. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul bila tidak diputuskan dengan cepat dan tepat akan seringkali menjadi polemik dan konflik di dalam organisasi. Bila hal ini dibiarkan akan membuat organisasi mengalami kemunduran bahkan lambat laun akan hancur karena semua sumber daya yang ada energinya hanya terfokus hanya pada masalah-masalah konflik internal saja.Hal ini terjadi akibat situasi yang tidak kondusif dan perbedaan kepentingan serta ekspektasi yang terlalu jauh antara harapan dan kenyataan.
Situasi tersebut tentu saja sangat tidak diharapkan oleh organisasi manapun karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan berinteraksi dengan pihak lain dalam organisasi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus tegas, cerdas dan tepat dalam mengambil keputusan dan dapat menaungi aspirasi para bawahannya. 
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer adalah kemampuan negosiasi. Kemampuan ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah atau konflik yang sering terjadi pada suatu pengambilan keputusan atau kebijakan. Memaksakan kehendak kepada orang lain ataupun menerima keputusan orang lain yang tidak disetujuinya bukan menjadi solusi yang efektif mengatasi konflik keputusan atau kebijakan. 


B. Permasalahan

Dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dapat ditemukan permasalahan sebagai berikut :
1. Mengapa seorang pemimpin harus memiliki decision maker?
2. Mengapa keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang manager sering kali mengakibatkan konflik?
3. Apa yang harus dilakukan oleh seorang manager untuk memanage konflik?
4. Apakah yang dimaksud dengan negosiasi?
5. Apakah seorang seorang manager harus memiliki kemampuan bernegosiasi?


C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan yang dikemukan di atas maka dalam makalah ini penulis hanya akan membahas permasalahan mengenai negosiasi, karakteristik negosiasi 



BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Konsep
Banyak cara untuk menyelesaikan konflik yang terjadi akibat pengambilan keputusan yang tidak tepat, diantaranya dengan melakukan negosiasi. Sayangnya pengetahuan dan pemahaman tentang negosiasi, tujuan maupun karakteristik negosiasi tidak dimiliki oleh semua manager, pimpinan organisasi maupun individu yang terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal tanpa kita sadari, setiap hari sesungguhnya kita telah melakukan negosiasi. Negosiasi adalah sesuatu yang dilakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan. 
Menurut Brian Finch kata negosiasi berasal dari bahasa latin yang berarti bisnis. Kata ini mengandung makna, dimana pembelian atau tawar menawar merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. 
Sedangkan pengertian Negosiasi menurut Pierre Casse adalah : 1) Proses komunikasi dua pihak, 2) Persepsi/ asumsi, kebutuhan, motivasi/ harapan berbeda, 3) Mencoba bersepakat demi kepentingan bersama. 
Definisi Negosiasi menurut Robert Heron dan Carolin Vandenabeele adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. 
Menurut Phil Baguley , dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
Menurut Fisher dan Ury , negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan yang berbeda.
Menurut Gary Goodpaster , negosiasi adalah proses interaksi dan komnikasi yang dinamis dan beraneka ragam, mengandung seni dan penuh rahasia untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap menguntungkan para pihak.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negosiasi adalah (1) proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yg lain; (2) penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa. 
Sedangkan menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran batang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. 
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa negosiasi bukan sekedar alat untuk memenangkan kepentingan melalui proses tawar menawar atau konsensi tertentu tetapi sebagai proses merumuskan kepentingan yang mungkin ditawarkan kepada pihak lain tanpa mengurangi posisi dan martabatnya. 



B. Konsep Negosiasi

Negosiasi terjadi ketika kita melihat bahwa orang lain memiliki atau menguasai sesuatu yang kita inginkan. Tetapi hanya sekedar menginginkan saja tidaklah cukup. Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki. Sedangkan agar negosiasi dapat terjadi dengan sukses, kita harus juga bersiap untuk memberikan atau merelakan sesuatu yang bernilai yang dapat kita tukar dengan sesuatu yang kita inginkan tersebut. 
Negosiasi memiliki sejumlah karakterisik utama, diantaranya adalah :
1. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
2. Memiliki ancaman terjadinya atau didalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
3. Menggunakan cara-cara pertukaransesuatu, baik berupa tawar menawar (bargain) maupun menukar (barter).
4. Hampir selalu berbentuk tatap muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
5. Negosiasi bisasanya menyangkut hal-hal di masa yang akan dating atau yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.

Jenis-jenis negosiator dilihat dari nilainya diantaranya adalah :
1. Value Claimers
Negosiasi adalah proses pertikaian, masing-masing pihak berusaha mendapatkan sebanyak mungkin jatah atau kemenangan dan memberikan sedikit mungkin jatah atau kemenangan bagi lawannya. Cara yang digunakan adalah taktik yang manipulatif, argumen yang memaksakan, konsesi terbatas dan tawar menawar yang alot.
2. Value Creators
Mengutamakan proses yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Mencoba untuk menciptakan nilai tambah bagi kedua belah pihak yang bernegosiasi. Cara yang digunakan adalah dengan mengembangkan hubungan yang kolaboratif, mengutamakan penyesuaian kepentingan kedua belah pihak, bersikap ramah dan kooperatif.

Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi :
1. Antara dua orang, misalnya pada saat manajer dan bawahannya memututskan tanggal penyelesaian proyek yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
2. Di dalam kelompok, misalnya untuk mengambil keputusan kelompok atas suatu kasus
3. Antar kelompok, misalnya bagian pembelian dengan pemasok dalam kesepakatan harga, kualitas atau tanggal penyerahan barang.

Unsur-unsur Negosiasi:
• Ketergantungan dalam suatu tingkatan, antara pihak-pihak yang terlibat
• Ketidaksepakatan atau konflik (baik konflik nyata atau yang tersembunyi)
• Interaksi yang opurtunistik (setiap pihak punya keinginan untuk berusaha mempengaruhi orang lain)
• Kesepakatan

Tujuan Negosiasi :
• Tujuan Agresif, berusahan memperoleh keuntungan dari kerugian (damage) pihak lawan.
• Tujuan Kompetitif, berusaha memperoleh sesuatu yang lebih (getting more) dari pihak lawan
• Tujuan Kooperatif, berusaha memperoleh kesepakatan yang saling menguntungkan (mutual gain)
• Tujuan Pemusatan Diri, berusaha memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan penerimaan pihak lain.
• Tujuan Defensif, berusaha memperoleh hasil dengan menghindari yang negatif
• Tujuan Kombinasi



Paradigma Negosiasi;
1. Negosiasi Menang – Kalah (Win – Lose)
• Sudut pandang klasik yang memandang bargaining sebagai situasi win-lose, jika salah satu pihak menang maka pihak lain akan kalah
• Disebut juga negosiasi Zero – Sum atau negosiasi distributive
• Asumsi; sumber daya terbatas (limited resources) dan proses negosiasi untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan sumber daya tersebut

2. Negosiasi Menang – Menang (Win – Win)
• Sudut pandang modern yang memandang negosiasi sebagai situasi win-win, di mana kedua belah pihak mendapat keuntungan sebagai hasil dari negosiasi.
• Disebut juga negosiasi positive – sum atau negosiasi integrative

Strategi Negosiasi Integratif
• Menetapkan tujuan yang lebih tinggi
• Memisahkan antara orang dan masalah
• Lebih difokuskan pada kepentiingan bukan pada posisi
• Memunculkan pilihan-pilihan yang menguntungkan kedua belah pihak
• Menggunakan kriteria yang obyektif

Strategi-Strategi Negosiasi
1. No Concessions
Strategi ini bisa membahayakan karena umumnya pihak lawan menginginkan adanya kompromi. Strategi ini membuat proses negosiasi bersifat unilateral. Sekali posisi ini ditetapkan, kesepakatan akan tercapai hanya jika pihak lain menyetujui posisi tersebut.
Strategi ini dapat digunakan jika;
• Kekuatan tidak seimbang, jauh lebih kuat dari pihak lawan
• Berada pada posisi yang sangat lemah
• Ada kandidat lain yang menyetujui apa yang ditawarkan
• Waktu mendesak dan nilai moneter terlalu kecil

2. No Further Concessions
Strategi ini dapat diterapkan manakala pihak lawan dapat dipaksa untuk memutuskan kesepakatan akhir. Strategi ini hanya diterapkan setelah adanya kesepakatan-kesepakatan. Strategi dan teknik yang dapat digunakan untuk melawan strategi ini sama dengan yang digunakan untuk melawan strategi no concessions.

3. Making only deadlock – breaking concessions
Strategi ini dapat diterapkan jika resiko yang timbul karena ketidakpastian yang diterima. Deadlock adalah kondisi mati yang biasanya tercipta karena oposisi dari pihak yang tidak mau berkompromi memiliki kekuatan seimbang.

4. High realistic expectations with small systematic concessions
Strategi ini umumnya merupakan strategi yang paling berguna dalam proses negosiasi. Strategi ini diterapkan dengan jalan menawarkan permintaan yang tinggi dan kemudian sedikit demi sedikit memberikan kesepakatan-kesepakatan kecil secara realistik.

5. Concede first
Strategi ini adalah strategi negosiasi yang dijalankan dengan cara memberikan kesepakatan lebih dahulu hingga pada saatnya akan ada waktu untuk meminta imbalan. Strategi ini amat bermanfaat untuk menurunkan ketegangan, menciptakan goodwill dan mendorong suasana kerjasama dan kompromi.


6. Problem solving
Strategi ini yang digunakan untuk menciptakan prosedur kesepakatan guna memecahkan masalah yang telah diidentifikasi

7. Goals other than to reach agreement
Persetujuan atau agreement tidak harus merupakan hasil akhir yang ingin dicapai. Pada kondisi tertentu, persetujuan hanyalah merupakan satu tahap untuk mencapai tujuan yang lain. Misalnya persetujuan untuk tidak setuju atau setuju untuk ditunda.

8. Moving for close
Strategi ini umumnya digunakan untk menghindari kegagalan persetujuan total. Sebelum segala sesuatunya gagal, ada baiknya pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi melakukan usaha-usaha untuk menjembatani adanya perbedaan. Penyelesaian masalah kecil perlu disepakati agar negosiasi untuk memecahkan permasalahan pokok tidak harus dimulai dari awal lagi.

Negosiasi dengan Hati
Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah sering kali banyak diantara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.

Negotiation Triangle
• HEART, yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi
• HEAD, yaitu metode atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi
• HANDS, yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi



BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Negosiasi merupakan istilah yang umum digunakan dalam dunia bisnis dan manajemen yang kemudian dalam perkembangannya diterapkan dalam bidang lain. Negosiasi bukan sekedar alat untuk memenangkan kepentingan melalui proses tawar menawar atau konsesi tertentu, tetapi sebagai proses merumuskan kepentingan yang mungkin ditawarkan kepada pihak lain tanpa mengurangi posisi dan martabatnya. 
Negosiasi tidak akan akan pernah mencapai kesepakatan atau keputusan positif kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan. Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita. 



Allahu 'alam bishawab.,.,.,.
Read More..