Pengertian Pengembangan Organisasi

Pengembangan Organisasi

Lebih dikenal dengan organization development (OD) .Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change).Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk,serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang. 
Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (OD).

Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistemis ,harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
• Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
• Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi.



Sasaran OD
Atas dasar asumsi asumsi diatas, proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi
2. hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Tahap tahap Penerapan OD
Dalam menerapkan OD , organisasi memerlukan konsultan yang ahli dalam bidang perilaku dan pengembangan organisasi. Konsultan tersebut bersifat sebagai agen pembaruan (agent of change), dan fungsi utamanya adalah membantu warga organisasi menghadapi perubahan, melalui teknik teknik OD yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Proses penerapan OD dilakukan dalam empat tahap :
1. Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam tahap ini konsultan mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen elemen di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah:
1. Fungsi utama tiap unit organisasi
2. Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi
3. Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing masing unit
4. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar – kelompok dan antar individu dalam organisasi
2. Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen elemen tersebut, diantaranya :
1. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi
2. Tanggung jawab : kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi
3. Identitas : kejelasan misi dan peran masing masing unit
4. Komunikasi ; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi
5. Integrasi ; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis
6. Pertumbuhan ; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan , serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama
3. Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
4. Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Dalam tahap ini konsultan bekerja secara penuh dengan staf manajemen dan para penyelenggra. Kegiatan implementasi perubahan meliputi :
1. perubahan struktur
2. perubahan proses dan prosedur
3. penjabaran kembali secara jelas tujuan serta sasaran organisasi
4. penjelasan tentang peranan dan misi masing- masing unut dan anggota dalam organisasi

Teknik teknik OD
Ada berbagai teknik yang dirancang para ahli, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta bekerja secara efektif, antar-individu maupun antar-kelompok dalam organisasi. Beberapa teknik yang sering digunakan berikut ini.
• Sensitivity training, merupakan teknik OD yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga antar-pribadi.
• Team Building, adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
• Survey feedback. Dalam teknik sruvey feedback. Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
• Transcational Analysis (TA). TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
• Intergroup activities. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
• Proses Consultation. Dalam Process consultation, konsultan OD mengamati komunikasi , pola pengambilan keputusan , gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya , serta menganjurkan tindakan koreksi.
• Grip OD. Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi.
• Third-party peacemaking. Dalam menerapkan teknik ini, konsultan OD berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok.
Kesimpulan :
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Ada beberapa pengertian mengenai Pengambangan Organisasi, yaitu ;
1. PO merupakan suatu proses yang meliputi serangkaian perencanaan perubahan yang sistematis yang dilakukan secara terus-menerus oleh suatu organisasi
2. PO merupakan suatu pendekatan situasional atau kontingensi untuk meningkatkan efektifitas organisasi
3. PO lebih menekankan pada system sebagai sasaran perubahan
4. PO meliputi perubahan yang sengaja direncanakan
Pengembangan organisasi mengukur prestasi suatu organisasi dari segi efisiensi, efektifitas dan kesehatan :
1. Efisien dapat diukur dengan perbandingan antara masukan dan keluaran, yang mengacu pada konsep Minimaks (Masukan minimum dan keluaran maksimum).
2. Efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya artinya kesejahteraan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
3. Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari sifat dan mutu hubungan antara para individu dan organisasi yaitu hubungan yang dinamis dan adaptabilitas





Tujuan Pengembangan Organisasi ;
1. Menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi
2. Menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka
3. Menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi
4. Merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan mengendalikan diri

Sifat-sifat dasar PO :
1. PO merupakan suatu strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, perubahan yang dimaksud harus mempunyai sasaran yang jelas dan didasarkan pada suatu diagnosis yang tepat mengenai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi
2. PO harus berupa kolaborasi antara berbagai pihak yang akan mengalami dampak perubahan yang akan terjadi, keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi harus mendapat perhatian
3. Program PO menekankan cara-cara baru yang diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota organisasi
4. PO mengandung nilai-nilai humanistic dalam arti bahwa dalam meningkatkan efektifitas organisasi, potensi manusia harus menjadi bagian yang penting
5. PO menggunakan pendekatan kesisteman yang berarti selalu memperhitungkan pentingnya inter relasi, interaksi dan inter dependensi
6. PO menggunakan pendekatan ilmiah untuk mencapai efektivitas organisasi
Nilai-nilai dalam PO :
1. Penghargaan akan orang lain
2. Percaya dan mendukung orang lain, sedangkan individu sendiri harus mempunyai tanggung jawab
3. Pengamanan kekuasaan (mengurangi tekanan pada wewenang)
4. Konfrontasi (masalah yang tidak disembunyikan)
5. Partisipasi (melibatkan orang-orang yang mempunyai potensi dalam proses pengembangan organisasi).

Proses Pengembangan Organisasi ;
1. Pengenalan masalah
2. Diagnosis Organisasional
3. Pengembangan strategi perubahan
4. Intervensi
5. Pengukuran dan Evaluasi

Sasaran pengembangan organisasi.
Proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi.
2. Hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. Terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. Berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
 Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
 Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
 Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi
Referensi 
1. Smith, A. (1998), Training and Development in Australia. 2nd ed. Smith, A. (1998), Pelatihan dan Pengembangan di Australia. 2nd ed. 261. 261. Sydney: Butterworths. Sydney: Butterworths. 
2. Richard Arvid Johnson. Management, systems, and society : an introduction . Richard Arvid Johnson. Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. 
3. Richard Beckhard (1969). Organization development: strategies and models Richard Beckhard (1969). Pembangunan Organisasi: strategi dan model. Reading, Mass.: Addison-Wesley. Reading, Mass: Addison-Wesley. pp. 114. hlm. 114. 
4. Wendell L French; Cecil Bell. Organization development: behavioral science interventions for organization improvement . Wendell L perancis; Cecil Bell. Organisasi pengembangan: ilmu perilaku organisasi intervensi untuk perbaikan. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. 
5. Richard Arvid Johnson (1976). Management, systems, and society : an introduction . Richard Arvid Johnson (1976). Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. pp. 223–229. hal. 223-229. 
6. Bradford, DL & Burke, WW eds, (2005). Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. Bradford, DL & Burke, WW eds, (2005). Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. 
7. Bradford, DL & Burke, WW(eds), 2005, Reinventing Organization Development. Bradford, DL & Burke, WW (eds), 2005, Reinventing Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. San Francisco: Pfeiffer. 
8. deKler, M. (2007). DeKler, M. (2007). Healing emotional trauma in organizations: An OD Framework and case study. Penyembuhan trauma emosional dalam organisasi: Sebuah OD Framework dan studi kasus. Organizational Development Journal, 25(2), 49-56. Organizational Development Journal, 25 (2), 49-56. 
9. Kurt Lewin (1958). Group Decision and Social Change . Kurt Lewin (1958). Group Keputusan dan Perubahan Sosial. New York: Holt, Rinehart and Winston. New York: Holt, Rinehart and Winston. pp. 201. hal. 201. 
10. Richard Arvid Johnson (1976). Management, systems, and society: an introduction . Richard Arvid Johnson (1976). Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. pp. 224–226. hal. 224-226. 
11. Wendell L French; Cecil Bell (1973). Organization development: behavioral science interventions for organization improvement . Wendell L Perancis; Cecil Bell (1973). Pembangunan Organisasi: ilmu perilaku organisasi intervensi untuk perbaikan. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. chapter 8. Bab 8.


Read More..

Filsafat Pendidikan Muhammadiyah

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Usia pendidikan Muhammadiyah lebih tua dari Muhammadiyah itu sendiri. KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah, terlebih dahulu mendirikan sekolah di rumahnya lalu mendirikan persyarikatan Muhammadiyah. Bukan hal yang berlebihan bahwa berdirinya persyarikatan Muhammdaiyah adalah untuk menjamin keberlangsungan pendidikan Muhammadiyah itu sendiri.
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta dengan dilatarbelakangi oleh kondisi umat Islam yang amat mengkhawatirkan pada saat itu. Ada tiga penyakit kronis pada saat itu yang dialami oleh umat Islam, yaitu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Mengapa ia miskin, karena ia bodoh. Lalu mengapa ia bodoh, karena ia terbelakang. Hal ini merupakan lingkaran yang tak berujung dan bertepi serta tak terputus. 
Satu-satunya upaya yang dilakukan untuk memutus lingkaran tersebut adalah dengan mencerdaskan umat. Mencerdaskan umat hanya dapat dilakukan dengan pendidikan. Dengan pendidikan, maka wawasan umat akan bertambah luas dan mendalam sehingga dapat memahami ajaran Islam secara utuh dan tidak tercampur baur dengan takhayul, bid’ah dan khufarat. Hal ini jugalah yang dimanfaatkan oleh penjajah Belanda dan Jepang ketika menancapkan kekuasaan penjajahannya di bumi pertiwi ini. 
Kondisi umat tersebut dijawab oleh KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan sekolah sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah. Pada tahun 1911, KH. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah dengan sepuluh orang murid. Ilmu umum diajarkan oleh seorang guru pemerintah yang bersedia membantu sedangkan ilmu agama diajarkan sendiri oleh beliau. Setahun kemudian, Muhammadiyah berdiri untuk memberikan kontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Organisasi Muhammadiyah bersifat inklusif dan progresif karena berdiri untuk menyerukan pentingnya kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah sebagai usaha untuk mengatasi perbuatan yang penuh dengan takhayul, bid’ah dan khurafat dengan tidak mendasarkan dirinya pada madzhab atau pemikiran tertentu. Perjalanan Muhammadiyah yang inklusif dan progresif ini yang memudahkan Muhammadiyah melakukan pembaruan di segala aspek kehidupan terutama bidang pendidikan. Gerakan pembaruan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan yang menggunakan pola pendidikan secara nasional memberikan gambaran yang utuh sebagai organisasi yang inklusif dan progresif dengan tidak melupakan maksud dan tujuan serta identitasnya dalam pelaksanaan pendidikan Muhammadiyah.


B. Rumusan Masalah
Materi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah”. Untuk memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya serta menghindari meluasnya pembahasan, maka masalah yang akan dibahas kami batasi pada :
1. Pengertian Filsafat
2. Pengertian Pendidikan
3. Pengertian Muhammadiyah
4. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah


C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dalam bertujuan untuk :
1. Memenuhi kewajiban tugas mata kuliah Filsafat Kemuhammadiyahan.
2. Mengetahui Filsafat Pendidikan Muhammadiyah.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Filsafat
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat yang selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf". 
Secara terminology, pengertian filsafat sangat beragam. Hal ini karena para filsuf merumuskan pengertian sesuai dengan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Plato (428 – 348 SM) menjelaskan filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada. Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Al-Kindi menyebutkan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filsuf dalam berteori adalah mencapai kebenaran dan dalam berpraktek ialah menyesuaikan dengan kebenaran. 
Hakekat Filsafat Islam ialah ’Aqal dan al-Quran. Filsafat Islam tidak mungkin tanpa ’aqal dan al-Quran. Aqal yang memungkinkan aktivitas itu menjadi aktivitas kefilsafatan dan al-Quran juga menjadi ciri keislamannya. Tidak dapat ditinggalkannya al-Quran dalam filsafat Islam adalah lebih bersifat spiritual, sehingga al-Quran tidak membatasi aqal bekerja, aqal tetap bekerja dengan otonomi penuh.
’Aqal dan al-Quran di sini tidak dapat dipahami secara struktural, karena jika ’aqal dan al-Quran dipahami secara struktural yang menyiratkan adanya hubungan atas bawah yang bersifat subordinatif dan reduktif, maka antara satu dengan lainnya menjadi saling mengatas-bawahi, baik aqal mengatasi al-Quran atau sebaliknya al-Quran mengatasi aqal. Jika al-Quran mengatasi aqal maka aqal menjadi kehilangan peran sebagai subjek filsafat yang menuntut otonomi penuh. Sebaliknya jika aqal mengatasi al-Quran, terbayang di sana bahwa aktivitas kefilsafatan Islam menjadi sempit karena objeknya hanya al-Quran. Oleh karena itu, Filsafat Islam adalah aqal dan al-Quran dalam hubungan yang bersifat dialektis. Aqal dengan otonomi penuh bekerja dengan semangat Quraniyah. Aqal sebagai subjek, dan sebagai subjek ia mempunyai komitmen, komitmen itu adalah wawasan moralitas yang bersumber pada al-Quran. ’Aqal sebagai subjek berfungsi untuk memecahkan masalah, sedangkan al-Quran memberikan wawasan moralitas atas pemecahan masalah yang diambil oleh ’aqal. Hubungan dialektika ’aqal dan al-Quran bersifat fungsional.


B. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. 
Menurut Hamka pendidikan adalah proses ta’lim dan menyampaikan sebuah misi (tarbiyah) tertentu. Tarbiyah mengandung arti yang lebih komprehensif dalam memaknai pendidikan terutama pendidikan Islam baik secara vertikal maupun horizontal. Prosesnya merujuk pada pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi (fitrah) peserta didik baik jasmaniah maupun rohaniah.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan. 
Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 
Al-Qur’an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara umum, dan juga kitab pendidikan sosial, moral, dan spiritual secara khusus. Dalam Islam, kata pendidikan dapat bermakna tarbiyah, berasal dari kata kerja rabba. Di samping kata rabba terdapat pula kata ta’dîb, berasal dari kata addaba. Selain itu, ada juga kata ta’lim. Berasal dari kata kerja ‘allama. 
Kata ‘allama mengandung pengertian memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi Sulaiman AS. melalui burung, atau membina kepribadian Nabi Adam AS. melalui nama benda-benda. Berbeda dengan pengertian rabba dan addaba, jelas mengandung kata pembinaan dan pemeliharaan. Oleh karenanya, pendidikan dalam Islam lebih tepat disejajarkan dengan pengertiantarbiyah atau ta’dib, bukan dalam pengertian ta’lim. 


C. Muhammadiyah

Latar belakang berdirinya Muhammadiyah didasari oleh empat faktor. Pertama, ketidakbersihan dan campur aduknya kehidupan agama Islam di Indonesia. Kedua, ketidakefisienan lembaga-lembaga islam di Indoneisa. Ketiga, aktifitas misi-misi Katolik dan Protestan. Keempat, sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap merendahkan dari golongan intelegensia terhadap Islam.
Dalam perspektif ini, kelahiran Muhammadiyah didorong oleh kesadaran yang dalam tentang tanggung jawab sosial yang pada saat itu sangat terabaikan. Dengan kata lain, doktrin sosial Islam tidak digumulkan dengan realitas kehidupan umat. Bila diukur dengan semangat zaman waktu itu, Ahmad Dahlan adalah seorang revolusioner. Pada saat orang membesar-besarkan pentingnya ziarah kubur, Ahmad Dahlan malah memberikan fatwa pada tahun 1916 tentang haramnya perbuatan itu. Fatwa ini sangat menggemparkan masyarakat dan para ulama. Ia dituduh sebagai Mu’tazilah, Ingkar Sunnah, Wahabi dan lainnya. Ahmad Dahlan sebagai tokoh kontrovesial sudah lama dikenal masyarakat Yogyakarta. Orang masih ingat peristiwa tahun 1898 pada waktu Ahmad Dahlan membenarkan arah kiblat di Masjid Gedhe Kauman Yogya dengan resiko suraunya yang baru dibangun dihancurkan para penentangnya.
Sudah sejak awal Muhammadiyah merumuskan strategi pemurnian akidah yang dinilai sudah sangat tercemar oleh berbagai sebab, diantaranya karena umat Islam pada umumnya tidak lagi memahami agamanya dari sumber yang autentik. Filter akidah sudah sangat lemah untuk menepis unsur-unsur kepercayaan luar yang merembes ke dalam umat Islam. Di samping itu, pada tataran praktis, Muhammadiyah masa awal ingin menggembirakan orang dalam mengamalkan ajaran agama Islam. Mengamalkan ajaran agama haruslah membuahkan kesejukan dan kegembiraan bukan kegelisahan.


D. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah

Muhammadiyah mendasari gerakannya kepada sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Assunnah, meskipun tidak anti madzhab. Dengan sikap ini, Muhammadiyah dikatakan sebagai gerakan Islam non Madzhab. Dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, Muhammadiyah mengembangkan sikap tajdid dan ijtihad, serta menjauhi sikap taklid. Oleh karena itu disamping sebagai gerakan sosial keagamaan, gerakan Muhammadiyah juga dikenal sebagai gerakan tajdid. Perkataan “tajdid” pada asalnya adalah pembaruan, inovasi, restorasi, modernisasi dan sebagainya. Hal ini mengandung pengertian bahwa kebangkitan Muhammadiyah dalam usaha memperbarui pemahaman kaum Muslimin terhadap agamanya, mencerahkan hati dan pikirannya dengan jalan mengenalkan kembali ajaran Islam sejati sesuai dengan jalan Al Qur’an dan Assunnah.
Sejalan dengan hal tersebut dan selaras dengan Anggaran Dasar (Bab III Pasal 6) adalah “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Untuk itu, Muhammadiyah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, institusi zakat, rumah yatim-piatu, rumah sakit dan masjid-masjid serta menerbitkan buku, majalah dan surat kabar yang pada akhirnya untuk menyebarkan Islam.
Dalam konteks amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan, sebenarnya sudah dimulai dirintis sebelum terbentuknya organisasi Islam ini pada 18 Desember 1912. Sebab satu tahun sebelumnya, tepatnya 1 Desember 1911, Ahmad Dahlan mendirikan lembaga pendidikan yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Kemudian pada tahun 1915 didirikan Sekolah Dasar pertama di lingkungan Keraton Yogyakarta dan pada tahun 1918 didirikan sekolah baru bernama “Al-Qismul Arqa”. 
Pencapaian Muhammadiyah dalam bidang pendidikan amat luar biasa, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi menjadi bukti bahwa Muhammadiyah tidak main-main dalam mencapai tujuannya. Hal ini tentu saja karena dilandasi oleh keinginan dan kesungguhan yang amat kuat. Aspek filosofis, psikologis dan sosiologis menjadi perhatian utama dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu serta terjangkau oleh masyarakat luas. Karena berdiri dalam rangka memurnikan ajaran Islam maka tak heran bila aspek-aspek ini dilatar belakangi oleh ajaran Islam. 
Filsafat yang dianut dan diyakini oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensi logiknya, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya. Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Dalam kaitan ini filsafat pendidikan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari filsafat pendidikan Islam, karena yang dikerjakan oleh Muhammadiyah pada hakikatnya adalah prinsip-prinsip Islam yang menurut Muhammadiyah menjadi dasar pijakan bagi pembentukan manusia Muslim. Oleh karena itu, sebelum mengkaji orientasi filsafat pendidikan Muhammadiyah perlu menelusuri konsep dasar filsafat pendidikan Islam yang digagas oleh para pemikir maupun praktisi pendidikan Islam. 
Filsafat pendidikan Islam membincangkan filsafat tentang pendidikan bercorak Islam yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendidikan Islam itu dan bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksanakan agar berhasil sesuai dengan hukum-hukum Islam. Mohd. Labib Al-Najihi, sebagaimana dikutip Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, memahami filsafat pendidikan sebagai aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Suatu filsafat pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan dasar tentang pendidikan yang bersumberkan ajaran Islam dan yang orientasi pemikirannya berdasarkan ajaran tersebut. Dengan perkataan lain, filsafat pendidikan Islam adalah suatu analisis atau pemikiran rasional yang dilakukan secara kritis, radikal, sistematis dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Islam. 
Al-Syaibany menandaskan bahwa filsafat pendidikan Islam harus mengandung unsur-unsur dan syarat-syarat sebagai berikut: (1) dalam segala prinsip, kepercayaan dan kandungannya sesuai dengan ruh (spirit) Islam; (2) berkaitan dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi, dan politiknya; (3) bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang baik (hikmah); (4) pembinaannya berdasarkan pengkajian yang mendalam dengan memperhatikan aspek-aspek yang melingkungi; (5) bersifat universal dengan standar keilmuan; (6) selektif, dipilih yang penting dan sesuai dengan ruh agama Islam; (7) bebas dari pertentangan dan persanggahan antara prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasarnya; dan (8) proses percobaan yang sungguh-sungguh terhadap pemikiran pendidikan yang sehat, mendalam dan jelas.
Objek kajian filsafat pendidikan Islam, menurut Abdul Munir Mulkhan, dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat pendidikan Islam adalah bahan dasar yang dikaji dan dianalisis, sementara obyek formalnya adalah cara pendekatan atau sudut pandang terhadap bahan dasar tersebut. Dengan demikian, obyek material filsafat pendidikan Islam adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian atau akhlak peserta didik melalui pendidikan. Sedangkan obyek formalnya adalah aspek khusus daripada usaha manusia secara sadar yaitu penciptaan kondisi yang memberi peluang pengembangan kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalani dan menyelesaikan permasalahan hidupnya dengan menempatkan Islam sebagai hudan dan furqan. 
Filsafat pendidikan Muhammadiyah tidak lepas dari pemikiran dan peran yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan. Tidak banyak literature yang membahas tentang pandangan-pandangan beliau tentang pendidikan. Beliau dijuluki “man an action”, orang yang senang berkarya. Dalam hal ini muridnya K.H. Ahmad Dahlan adalah KRH. Hadjid, beliau sangat tekun dan menulis apa-apa yang dipaparkan gurunya, ia rangkum dalam sebuah tulisan tujuh falsafah atau tujuh perkara pelajaran Ahmad Dahlan.
(1) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang manusia itu semuanya mati.
(2) mempelajari tentang perkataan ulama tentang manusia yang mementingkan diri-sendiri (individual).
(3) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang akal fikiran, perasaan, kehendak, dan perbuatan.
(4) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang golongan manusia dalam satu kebenaran.
(5) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang penyucian diri.
(6) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang ikhlas dalam memimpin.
(7) Mempelajari tentang perkataan ulama tentang ilmu pengetahuan dibagi atas pengetahuan atau teori (belajar ilmu), dan mengerjakan, mempraktekkan (belajar amal). 


Dengan demikian, visi dan misi pendidikan Muhammadiyah tentunya selalu konsisten dan berorientasi pada maksud dan tujuan pendidikan Muhammadiyah itu sendiri. Dalam konteks ini, menarik memperhatikan pernyataan mantan Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat Hidayat Salim yang mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan tajdid atau pembaruan yang ditujukan pada dua bidang, yaitu bidang ajaran dan bidang pemikiran. Pembaruan dalam bidang ajaran dititikberatkan pada purifikasi ajaran Islam dengan berpedoman kembali pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan menggunakan akal pikiran yang sehat.
Pembaruan di bidang pemikiran adalah pengembangan wawasan pemikiran (visi) dalam menatalaksanakan (impelementasi) ajaran berkaitan muamalah duniawiyah yang diizinkan syara atau moderninasi pengelolaan dunia sesuai dengan ajaran Islam, seperti pengelolaan Negara dan aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan di bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT. Sedangkan misi utama gerakan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam pengertian menatalaksanakan ajaran Islam melalui dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di berbagai bidang kegiatan. 
Mengikuti pemikiran Hidayat Salim di atas, dapat ditegaskan bahwa visi yang diemban oleh pendidikan Muhammadiyah adalah pengembangan wawasan intelektual (berpikir) peserta didik pada setiap jenis dan jenjang pendidikan yang dikelola oleh organisasi Muhammadiyah. Sedangkan misi yang diemban pendidikan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam melalui dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di semua aspek kehidupan.
Impelementasi visi dan misi pendidikan Muhammadiyah ini tentunya mendapat penekanan atau prioritas yang berbeda-beda sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya. Visi dan misi pendidikan Muhammadiyah selalu berorientasi masa depan (futuristic) sebagai bentuk idealisasi pencapaian output yang dikehendaki oleh lembaga pendidikan Muhammadiyah. Dengan kata lain, visi dan misi pendidikan Muhammadiyah mengandung makna bahwa pendidikan di lingkungan Muhammadiyah mengandung makna bahwa pendidikan di lingkungan Muhammadiyah di dalam pengembangan sumber daya manusia mengantisipasi berbagai tantangan ke depan, yang tidak dapat tidak memerlukan titik tumpu pengembangan yang strategis. Dalam konteks ini, dua titik tumpu utama yang dijadikan andalan proses antisipasi yaitu upaya penguatan iman dan takwa kepada Allah SWT serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.



BAB III
KESIMPULAN

Sejak awal berdirinya, organisasi Muhammadiyah merupakan gerakan purifikasi pemikiran Islam dan sekaligus memposisikan diri sebagai gerakan dakwah dan pendidikan. Sebagai organisasi keagamaan yang sangat concern dengan dunia pendidikan, Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai jenis lembaga pendidikan yang tercakup dalam kegiatan pendidikan formal, nonformal dan informal.
Meskipun Muhammadiyah menganggap sangat penting penyelenggaraan pendidikan formal berupa sekolah, namun organisasi keagamaan ini juga tidak mengabaikan penyelenggaraan pendidikan nonformal dan informal sebagai penunjang keberhasilan pendidikan formal. Keadaan rumah tangga dan masyarakat sekarang semakin sibuk, sehingga waktu untuk menyelenggarakan pendidikan informal dan nonformal semakin sedikit. Hal ini menyebabkan sekolah – tanpa meninggalkan tugas utamanya – seyogyanya juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan informal maupun nonformal. Keadaan ini tampaknya disadari oleh Muhammadiyah. 
Sekalipun Muhammadiyah menganggap sekolah perlu menyelenggarakan pendidikan nonformal dan informal, selain pendidikan formal sebagai tugas utamanya tetapi Muhammadiyah tetap menghendaki rumah tangganya terus menyelenggarakan pendidikan nonformal dan informal. Hal itu dapat diketahui karena adanya pandangan Muhammadiyah yang mementingkan pembiasaan yang baik di rumah tangga. 
Di dalam Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 22 Juli 1974 disebutkan bahwa tugas Majelis Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (MPPK) antara lain membina dan memimpin cara penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dan pendidikan di rumah tangga. Dengan demikian, jelaslah bahwa bagi Muhammadiyah jenis pendidikan itu terbagi atas tiga macam. Yakni pendidikan informal yang diselenggarakan di rumah tangga, masyarakat dan di sekolah. Pendidikan nonformal yang diselenggarakan di masyarakat dan di sekolah dan pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/
Para Filosof Muslim, suntingan M.M Syarief, M.A, Penerbit Mizan 1994
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Prenada Media Grip Islam
Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendidikan Histories, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia, Nida, Jakarta 1990
Pasha, Mustafha Kemal dan Ahmad Adaby Darban 2003, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam: Dalam Perspektif Historis dan Idiologis. Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), Yogyakarta.
Asrohah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam, Logos. Jakarta
Mohamad Ali dan Marpuji Ali, Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan Historis dan Praktis Hadjid, 2005. Pelajaran KHA Dahlan; 7 Falsafah Ajaran & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an, Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/08/muktamar01.htm

Allahu 'alam bishawab,.,.,. 
Read More..

Negosiasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seorang pemimpin sebuah organisasi harus memiliki kemampuan sebagai “decision maker”. Sangat sulit bila seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan tersebut walaupun memiliki kemampuan yang lain. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul bila tidak diputuskan dengan cepat dan tepat akan seringkali menjadi polemik dan konflik di dalam organisasi. Bila hal ini dibiarkan akan membuat organisasi mengalami kemunduran bahkan lambat laun akan hancur karena semua sumber daya yang ada energinya hanya terfokus hanya pada masalah-masalah konflik internal saja.Hal ini terjadi akibat situasi yang tidak kondusif dan perbedaan kepentingan serta ekspektasi yang terlalu jauh antara harapan dan kenyataan.
Situasi tersebut tentu saja sangat tidak diharapkan oleh organisasi manapun karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan berinteraksi dengan pihak lain dalam organisasi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus tegas, cerdas dan tepat dalam mengambil keputusan dan dapat menaungi aspirasi para bawahannya. 
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer adalah kemampuan negosiasi. Kemampuan ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah atau konflik yang sering terjadi pada suatu pengambilan keputusan atau kebijakan. Memaksakan kehendak kepada orang lain ataupun menerima keputusan orang lain yang tidak disetujuinya bukan menjadi solusi yang efektif mengatasi konflik keputusan atau kebijakan. 


B. Permasalahan

Dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dapat ditemukan permasalahan sebagai berikut :
1. Mengapa seorang pemimpin harus memiliki decision maker?
2. Mengapa keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang manager sering kali mengakibatkan konflik?
3. Apa yang harus dilakukan oleh seorang manager untuk memanage konflik?
4. Apakah yang dimaksud dengan negosiasi?
5. Apakah seorang seorang manager harus memiliki kemampuan bernegosiasi?


C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan yang dikemukan di atas maka dalam makalah ini penulis hanya akan membahas permasalahan mengenai negosiasi, karakteristik negosiasi 



BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Konsep
Banyak cara untuk menyelesaikan konflik yang terjadi akibat pengambilan keputusan yang tidak tepat, diantaranya dengan melakukan negosiasi. Sayangnya pengetahuan dan pemahaman tentang negosiasi, tujuan maupun karakteristik negosiasi tidak dimiliki oleh semua manager, pimpinan organisasi maupun individu yang terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal tanpa kita sadari, setiap hari sesungguhnya kita telah melakukan negosiasi. Negosiasi adalah sesuatu yang dilakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan. 
Menurut Brian Finch kata negosiasi berasal dari bahasa latin yang berarti bisnis. Kata ini mengandung makna, dimana pembelian atau tawar menawar merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. 
Sedangkan pengertian Negosiasi menurut Pierre Casse adalah : 1) Proses komunikasi dua pihak, 2) Persepsi/ asumsi, kebutuhan, motivasi/ harapan berbeda, 3) Mencoba bersepakat demi kepentingan bersama. 
Definisi Negosiasi menurut Robert Heron dan Carolin Vandenabeele adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. 
Menurut Phil Baguley , dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
Menurut Fisher dan Ury , negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan yang berbeda.
Menurut Gary Goodpaster , negosiasi adalah proses interaksi dan komnikasi yang dinamis dan beraneka ragam, mengandung seni dan penuh rahasia untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap menguntungkan para pihak.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negosiasi adalah (1) proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yg lain; (2) penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa. 
Sedangkan menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran batang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. 
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa negosiasi bukan sekedar alat untuk memenangkan kepentingan melalui proses tawar menawar atau konsensi tertentu tetapi sebagai proses merumuskan kepentingan yang mungkin ditawarkan kepada pihak lain tanpa mengurangi posisi dan martabatnya. 



B. Konsep Negosiasi

Negosiasi terjadi ketika kita melihat bahwa orang lain memiliki atau menguasai sesuatu yang kita inginkan. Tetapi hanya sekedar menginginkan saja tidaklah cukup. Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki. Sedangkan agar negosiasi dapat terjadi dengan sukses, kita harus juga bersiap untuk memberikan atau merelakan sesuatu yang bernilai yang dapat kita tukar dengan sesuatu yang kita inginkan tersebut. 
Negosiasi memiliki sejumlah karakterisik utama, diantaranya adalah :
1. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
2. Memiliki ancaman terjadinya atau didalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
3. Menggunakan cara-cara pertukaransesuatu, baik berupa tawar menawar (bargain) maupun menukar (barter).
4. Hampir selalu berbentuk tatap muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
5. Negosiasi bisasanya menyangkut hal-hal di masa yang akan dating atau yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.

Jenis-jenis negosiator dilihat dari nilainya diantaranya adalah :
1. Value Claimers
Negosiasi adalah proses pertikaian, masing-masing pihak berusaha mendapatkan sebanyak mungkin jatah atau kemenangan dan memberikan sedikit mungkin jatah atau kemenangan bagi lawannya. Cara yang digunakan adalah taktik yang manipulatif, argumen yang memaksakan, konsesi terbatas dan tawar menawar yang alot.
2. Value Creators
Mengutamakan proses yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Mencoba untuk menciptakan nilai tambah bagi kedua belah pihak yang bernegosiasi. Cara yang digunakan adalah dengan mengembangkan hubungan yang kolaboratif, mengutamakan penyesuaian kepentingan kedua belah pihak, bersikap ramah dan kooperatif.

Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi :
1. Antara dua orang, misalnya pada saat manajer dan bawahannya memututskan tanggal penyelesaian proyek yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
2. Di dalam kelompok, misalnya untuk mengambil keputusan kelompok atas suatu kasus
3. Antar kelompok, misalnya bagian pembelian dengan pemasok dalam kesepakatan harga, kualitas atau tanggal penyerahan barang.

Unsur-unsur Negosiasi:
• Ketergantungan dalam suatu tingkatan, antara pihak-pihak yang terlibat
• Ketidaksepakatan atau konflik (baik konflik nyata atau yang tersembunyi)
• Interaksi yang opurtunistik (setiap pihak punya keinginan untuk berusaha mempengaruhi orang lain)
• Kesepakatan

Tujuan Negosiasi :
• Tujuan Agresif, berusahan memperoleh keuntungan dari kerugian (damage) pihak lawan.
• Tujuan Kompetitif, berusaha memperoleh sesuatu yang lebih (getting more) dari pihak lawan
• Tujuan Kooperatif, berusaha memperoleh kesepakatan yang saling menguntungkan (mutual gain)
• Tujuan Pemusatan Diri, berusaha memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan penerimaan pihak lain.
• Tujuan Defensif, berusaha memperoleh hasil dengan menghindari yang negatif
• Tujuan Kombinasi



Paradigma Negosiasi;
1. Negosiasi Menang – Kalah (Win – Lose)
• Sudut pandang klasik yang memandang bargaining sebagai situasi win-lose, jika salah satu pihak menang maka pihak lain akan kalah
• Disebut juga negosiasi Zero – Sum atau negosiasi distributive
• Asumsi; sumber daya terbatas (limited resources) dan proses negosiasi untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan sumber daya tersebut

2. Negosiasi Menang – Menang (Win – Win)
• Sudut pandang modern yang memandang negosiasi sebagai situasi win-win, di mana kedua belah pihak mendapat keuntungan sebagai hasil dari negosiasi.
• Disebut juga negosiasi positive – sum atau negosiasi integrative

Strategi Negosiasi Integratif
• Menetapkan tujuan yang lebih tinggi
• Memisahkan antara orang dan masalah
• Lebih difokuskan pada kepentiingan bukan pada posisi
• Memunculkan pilihan-pilihan yang menguntungkan kedua belah pihak
• Menggunakan kriteria yang obyektif

Strategi-Strategi Negosiasi
1. No Concessions
Strategi ini bisa membahayakan karena umumnya pihak lawan menginginkan adanya kompromi. Strategi ini membuat proses negosiasi bersifat unilateral. Sekali posisi ini ditetapkan, kesepakatan akan tercapai hanya jika pihak lain menyetujui posisi tersebut.
Strategi ini dapat digunakan jika;
• Kekuatan tidak seimbang, jauh lebih kuat dari pihak lawan
• Berada pada posisi yang sangat lemah
• Ada kandidat lain yang menyetujui apa yang ditawarkan
• Waktu mendesak dan nilai moneter terlalu kecil

2. No Further Concessions
Strategi ini dapat diterapkan manakala pihak lawan dapat dipaksa untuk memutuskan kesepakatan akhir. Strategi ini hanya diterapkan setelah adanya kesepakatan-kesepakatan. Strategi dan teknik yang dapat digunakan untuk melawan strategi ini sama dengan yang digunakan untuk melawan strategi no concessions.

3. Making only deadlock – breaking concessions
Strategi ini dapat diterapkan jika resiko yang timbul karena ketidakpastian yang diterima. Deadlock adalah kondisi mati yang biasanya tercipta karena oposisi dari pihak yang tidak mau berkompromi memiliki kekuatan seimbang.

4. High realistic expectations with small systematic concessions
Strategi ini umumnya merupakan strategi yang paling berguna dalam proses negosiasi. Strategi ini diterapkan dengan jalan menawarkan permintaan yang tinggi dan kemudian sedikit demi sedikit memberikan kesepakatan-kesepakatan kecil secara realistik.

5. Concede first
Strategi ini adalah strategi negosiasi yang dijalankan dengan cara memberikan kesepakatan lebih dahulu hingga pada saatnya akan ada waktu untuk meminta imbalan. Strategi ini amat bermanfaat untuk menurunkan ketegangan, menciptakan goodwill dan mendorong suasana kerjasama dan kompromi.


6. Problem solving
Strategi ini yang digunakan untuk menciptakan prosedur kesepakatan guna memecahkan masalah yang telah diidentifikasi

7. Goals other than to reach agreement
Persetujuan atau agreement tidak harus merupakan hasil akhir yang ingin dicapai. Pada kondisi tertentu, persetujuan hanyalah merupakan satu tahap untuk mencapai tujuan yang lain. Misalnya persetujuan untuk tidak setuju atau setuju untuk ditunda.

8. Moving for close
Strategi ini umumnya digunakan untk menghindari kegagalan persetujuan total. Sebelum segala sesuatunya gagal, ada baiknya pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi melakukan usaha-usaha untuk menjembatani adanya perbedaan. Penyelesaian masalah kecil perlu disepakati agar negosiasi untuk memecahkan permasalahan pokok tidak harus dimulai dari awal lagi.

Negosiasi dengan Hati
Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah sering kali banyak diantara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.

Negotiation Triangle
• HEART, yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi
• HEAD, yaitu metode atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi
• HANDS, yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi



BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Negosiasi merupakan istilah yang umum digunakan dalam dunia bisnis dan manajemen yang kemudian dalam perkembangannya diterapkan dalam bidang lain. Negosiasi bukan sekedar alat untuk memenangkan kepentingan melalui proses tawar menawar atau konsesi tertentu, tetapi sebagai proses merumuskan kepentingan yang mungkin ditawarkan kepada pihak lain tanpa mengurangi posisi dan martabatnya. 
Negosiasi tidak akan akan pernah mencapai kesepakatan atau keputusan positif kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan. Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita. 



Allahu 'alam bishawab.,.,.,.
Read More..

Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam perkembangannya, respon masyarakat sangat baik terhadap masalah pendidikan, pengasuhan dan perlindungan anak usia dini untuk usia 0 sampai dengan 6 tahun dengan berbagai jenis layanan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang ada, baik melalui jalur formal dan nonformal. 
Ada dua tujuan mengapa perlu diselenggarakan pendidikan anak usia dini, yaitu:
  • Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
  • Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Apakah pendidikan anak usia dini itu penting? Ya, karena masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya, hingga masa dewasa. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Singkatnya, pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Berikut beberapa ruang lingkup Pendidikan Anak Usia Dini :
• Infant (0-1 tahun)
• Toddler (2-3 tahun)
• Preschool/ Kindergarten children (3-6 tahun)
• Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-8 tahun)
Saat ini, sudah ada beberapa satuan pendidikan penyelenggara Pendidikan Anak Usia Dini, diantaranya adalah :
• Taman Kanak-kanak (TK)
• Raudatul Athfal (RA)
• Bustanul Athfal (BA)
• Kelompok Bermain (KB)
• Taman Penitipan Anak (TPA)
• Satuan PAUD Sejenis (SPS)
• Sekolah Dasar Kelas Awal (kelas 1,2,3)
• Bina Keluarga Balita
• Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
• Keluarga
• Lingkungan
Tidak bisa dipungkiri, pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan sumber daya manusia. Tidak mengherankan apabila banyak negara menaruh perhatian yang sangat besar terhadap penyelenggaraan pendidikan ini.
Meski PAUD di Indonesia usianya terbilang amat muda, yaitu sejak 1997/1998 melalui proyek Bank Dunia, namun program ini cepat menyeruak ke jajaran isu pendidikan papan atas. Bahkan kini PAUD menjadi salah satu dari 10 program prioritas Departemen Pendidikan Nasional.

Sejumlah tokoh penting , mulai pimpinan organisasi wanita(muslimat NU, Aisyiah Muhammadiyah, PKK, Bhayangkari dll), dokter, pakar dari perguruan tinggi, birokrat hingga istri gubernur, walikota/bupati, camat sampai lurah terlibat aktif dalam perancangan dan pelaksanaan program PAUD. Pendeknya demam PAUD kini melanda seantero negeri. Puluhan ribu lembaga PAUD sudah didirikan, yang menyodok sampai di perkampungan. 

Karena mencakup usia 0-6 tahun, PAUD meliputi formal (TK) dan nonformal (Kelompok Bermain, Tempat Penitipan Anak, Sekolah Minggu, Taman Pendidikan Alque’an, Pos PAUD, BKB dll). Kehadiran pendidikan nonformal secara teoritis filosofis dimaksudkan sebagai komplen pendidikan formal. Namun dalam berbagai kasus kita jumpai di lapangan, antara pendidikan formal dan nonformal tidak jarang berada dalam posisi yang saling berhadapan.

Begitu juga PAUD formal dan nonformal. Fakta di lapangan menunjukan dengan jelas bahwa perseteruan diam-diam kerap terjadi diantara mereka yang mengurusi PAUD formal dan nonformal. Persolalannya bagaimana mencari upaya yang cerdas untuk meredakan ketegangan itu dan semuanya dipersembahkan untuk optimalisasi layanan pendidikan bagi anak.

Asumi-asumsi yang menganggap bahwa TK itu elitis, mahal, formalistik, kaku hingga pemaksaan penyeragaman terhadap keunikan anak mestinya tidak boleh dibiarkan terus terjadi. Begitu juga denga PAUD nonformal yang dianggap katro alias ndeso, ala kadarnya, asal jalan, tak punya estándar juga perlu mendapat perhatian serius. 

Tampaknya yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengambil nilai-nilai positif yang terdapat pada TK dan PAUD nonformal, kemudian dipadu menjadi satu adonan yang enak dicerna. Sementara nilai-nilai negatifnya dibuang jauh-jauh. Perkembangan PAUD nonformal yang luar biasa pada gilirannya membutuhkan banyak guru. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) belum siap. Dari ratusan ribu guru PAUD boleh jadi 90% lulusan SMA sederajat. Padahal, potensi anak usia dini akan berkembang optimal jika mendapat rangsangan secara tepat. Jika gurunya tidak paham tentang anak, bagaimana bisa optimal? Apalagi honor yang mereka terima berkisar antara 30 ribu hingga 100 ribu.

Inilah dilema raksasa yang dihadapi program PAUD. Kondisi ini bisa dibandingkan dengan periode tahun 1970-an hingga 1980-an. Saat itu, untuk menggenjot perluasan akses pendidikan dasar, pemerintah membangun ratusan ribu SD melalui proyek SD inpres. 

Apa yang terjadi? Karena kebutuhan guru baru banyak, sementara suplai lulusan SPG sedikit, maka lulusan SMP, STM, SMA bahkan SD rame-rame diangkat jadi guru SD. Misalnya pada tahun 1985/1986 terjadi pengangkatan guru SD secara spektakuler yaitu 141.324 guru. Padahal kemampuan SPG waktu itu cuma menghasilkan sekitar 31.000 lulusan. Praktis, sisanya yang sekitar 110.000 berasal dari non-SPG. Mereka dilatih, toh tak memberi hasil optimal. Inilah yang dianggap sebagai salah satu biang kerok bobroknya mutu pendidikan dasar kita hingga sekarang. Hal itu mesti menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait kebutuhan guru PAUD dewasa ini. 

Sembari menunggu kebijakan baru untuk mengatasi kekurangan dan mutu guru PAUD nonformal, agaknya langkah darurat yang perlu segera diambil adalah menyediakan tenaga pendamping bagi para guru PAUD untuk lebih memahami tentang anak, teknik mengajar yang tepat, teknik bermain, hingga bagaimana cara mengatasi jika ada persoalan yang muncul. Tenaga itu harus stand by dan siap diminta bantuan kapan saja. Mestinya tugas itu dilakukan oleh penilik pendidikan nonformal informal. Tetapi, apakah kualifikasi dan kompetensi mereka memadai?

Oleh karena itu, agaknya perlu ditaruh tenaga psikologi anak, misalnya di setiap kecamatan. Mereka menjadi pendamping sekaligus memberi training kepada guru. Dengan demikian, urusan teknis pembelajaran bisa diselesaikan secara tepat, tepat dan secara akademis bisa dipertanggungjawabkan. Juga sekaligus untuk mencegas stigma bahwa PAUD nonformal dikelola asal-asalan…………


Read More..

Negosiasi dan Gaya-Gaya Kerja

Secara populer negosiasi diartikan sebagai proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain; sedangkan pengertian yang lebih rinci menunjukkan bahwa negosiasi merupakan proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak terkait dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, negosiasi perlu dilihat dari konteks “antarbudaya” dari pihak-pihak yang melakukan negosiasi, dalam artian perlu kesediaan untuk saling memahami latar belakang, pola pemikiran, dan karakteristik masing- masing, serta kemudian berusaha untuk saling menyesuaikan diri. 

Di bawah ini akan diuraikan secara singkat pola perilaku negosiasi, keterampilan negosiasi, serta petunjuk bernegosiasi dengan pihak-pihak lain yang berlainan gaya kerjanya.
a. Pola-pola perilaku dalam negosiasi
    Dalam melakukan negosiasi, setiap pihak dapat menunjukkan empat pola perilaku sebagai berikut: 

  1. Moving against (pushing): menjelaskan memperagakan, mengarahkan, mengulang-ulangi, menjernihkan masalah, mengumpulkan perasaan, berdebat, menghimbau, menghakimi, tak menyetujui, menentang, menunjukkan pihak lain.
  2. Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, meringkaskan gagasan-gagasan pihak lain, menjajagi, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi, mengulangi kecaman-kecaman, mencari landasan bersama, mengungkapkan perasaan-perasaan orang lain.
  3. Moving away (withdrawing): menghindari konfrontasi, menghindari hubungan dan sengketa, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
  4. Not moving (letting be): mangamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, luwes, menyesuaikan diri dengan situasi dan menyukainya.

b. Keterampilan Negosiasi
Pierre Casse dalam “Training for the Cross Culture Mind” mengajukan lima keterampilan yang dikenal sebagai The Five International Negotiation Skills:

  1. Mampu melakukan empati dan mengambil suatu kejadian seperti pihak lain mengamatinya. Juga ada kesediaan untuk memahami sikap dan perilaku pihak lain dengan jalan memandangnya dari sudut pihak lain itu.
  2. Mampu menunjukkan faedah-faedah dari usulan pihak lain, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi menunjukkan kesediaan untuk merubah kondisi masing-masing.
  3. Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri terhadap situasi tak pasti dan tuntutan-tuntutan di luar perhitungan.
  4. Mampu mengungkapkan gagasan-gagasan sedemikian rupa, sehingga pihak lain akan memahami sepenuhya gagasan yang diajukan.
  5. Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri terhadap keinginan-keinginan pihak lain untuk mengurangi berbagai rintangan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Dari caranya melakukan negosiasi, kita dapat membedakan lima macam gaya kerja, yakni: gaya kerja komandan, gaya kerja birokrat, gaya kerja seniman, gaya kerja pelayan, gaya kerja pengawas sekolah. Khusus dalam melakukan negosiasi dengan pihak terkait, yakni kepala sekolah dan guru, pengawas perlu menyadari adanya unsur yang melandasi dan mewarnai proses negosiasi itu, yakni unsur pendidikan (edukatif). Yang dimaksud unsur pendidikan di sini adalah usaha untuk mengarahkan supervisi atau pihak-pihak yang disupervisi untuk senantiasa mengembangkan komitmen terhadap kebijaksanaan yang berlaku.
Unsur edukatif itulah yang perlu disadari oleh para pengawas dalam melakukan negosiasi dengan pihak kepala sekolah maupun guru. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pengawas sesuai dengan gaya kerja kepala sekolah dan guru adalah sebagai berikut.
1. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya kerja komandan

  • Binalah hubungan baik, di samping kegiatan negosiasi.
  • Hadapi dengan tenang dan jangan terpancing untuk bertengkar, perlihatkan minat terhadap apa yang diungkapkannya, serta tampilkan pula sikap yang tegas.
  • Himbau dan sentuh perasaannya.
  • Ajak berpikir lebih luas dan berargumentasi secara rasional.
  • Bersiap-siap lebih luas dan berargumentasi secara rasional.
  • Bersiap-siap untuk kompromi.

2. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya-gaya pelayan

  • Berbincang-bincang ringan dahulu, jangan langsung mulai dengan diskusi.
  • Utamakan kaitan antara usulan-usulan dengan orang-orang yang dipermasalahkan.
  • Tunjukkan dukungan para ahli dan tokoh-tokoh ternama.
  • Ungkapkan bagaimana pada waktu-waktu yang lalu gagasan itu berjalan dengan baik.
  • Himbau dan sentuh perasaannya dengan kejadian-kejadian di masyarakat.

3. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya-gaya birokrat

  • Seksamalah! Nyatakanlah fakta-fakta yang tepat berlaku.
  • Kaitkanlah usulan dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
  • Susunlah penyajian dalam urutan yang sistematis:
  • Latar belakang masalah
  • Situasi sekarang
  • Hasil
  • Analisislah berbagai pilihan dengan keunggulan dan kelemahannya
  • Tetap berpegang pada prosedur dan “potong kompas”

4. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya kerja seniman

  • Sediakan waktu yang cukup untuk berdiskusi, dan jangan mudah menjadi tak sadar bila ia agak menyimpang dari pokok pembicaraan.
  • Bicaralah secara konseptual, serta pusatkan perhatian pada situasi secara menyeluruh.
  • Rangsang imajinasi dan kreativitas mereka, dengan memikirkan masa depan dan mencari kemungkinan-kemungkinan baru.
  • Tekanlah keunikan dari gagasan yang diajukan.
  • Pahami nilai-nilai yang dianut dan kebutuhan-kebutuhannya serta hubungan hal itu dengan gagasan-gagasan yang diajukan.

5. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya kerja pengawas sekolah

  • Pergunakan logika dalam perdebatan.
  • Perkuat gagasan dengan fakta.
  • Analisis kaitan gagasan/usulan dengan situasi serta ungkapan keuntungan dan kerugiannya.
  • Bersikap obyektif dan terbuka.
  • Binalah hubungan baik setelah negosiasi.
Negosiasi yang dilakukan oleh pengawas harus berdasarkan pada pengetahuan yang menyeluruh terhadap gaya kerja atau kepribadian yang dimiliki rekan kerja, sehingga penanganan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik dan diterima oleh semua pihak


allahu 'alam bishawab,.,.,.
Read More..

Training for the Cross-Culture Mind

Pierre Casse dalam “Training for the Cross-Culture Mind” mengajukan 5 [lima] ketrampilan yang disebut The Five International Negosiation Skill, yaitu ......
  1. Mampu melakukan empati dan mengambil suatu kejadian seperti pihak lain mengamatinya. Juga ada kesediaan untuk memahami sikap dan perilaku pihak lain dengan jalan memandangnya dari sudut pihak lain.
  2. Mampu menunjukkan faedah-faedah dari usulan pihak lain, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi menunjukkan kesediaan dalam merubah kondisi masing-masing.
  3. Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri terhadap situasi tak pasti dan tuntutan-tuntutan di luar perhitungan.
  4. Mampu mengungkapkan gagasan-gagasan sedemikian rupa, sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
  5. Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain, dan berusaha menyesuaikan diri terhadap keinginan-keinginan pihak lain dan mengurangi berbagai rintangan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Allahu 'alam bishawab,.,.,.,
Read More..

Pengembangan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Oleh Iis Prasetyo

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat sebagai sebuah institusi merupakan bentuk formal dari kebutuhan pokok masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan. PKBM adalah lembaga formal yang merupakan bentukan masyarakat yang muncul atas prakarsa masyarakat dan dikelola oleh masyarakat sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan. Di samping itu, keberadaan PKBM juga berfungsi sebagai institusi pemberdaya masyarakat untuk membantu kelompok-kelompok masyarakat terpinggirkan agar mereka memiliki posisi seimbang dengan kelompok masyarakat lainnya yang lebih mapan dalam kehidupan sosial maupun ekonominya.

Komposisi dan fungsi kelembagaan juga dimiliki oleh PKBM sebagai lembaga masyarakat, antara lain: PKBM berfungsi sebagai prasarana bagi terselenggaranya kegiatan belajar di masyarakat yang tentunya memiliki karakteristik berbeda dengan pembelajaran dalam sekolah-sekolah formal di mana peserta didiknya adalah anak-anak yang lebih homogen, PKBM juga berfungsi sebagai wadah partisipasi aktif bagi anggota masyarakat dalam kegiatan pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi. Di samping itu, PKBM juga memiliki banyak fungsi, di samping memberdayakan masyarakat dengan menyelenggarakan pendidikan setara pendidikan formal, PKBM juga menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis pada peningkatan ekonomi masyarakat, salah satunya adalah pendirian Kelompok Belajar Usaha.

Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang merupakan tindak lanjut dari gagasan Community Learning Center telah dikenal di Indonesia sejak tahun enam puluhan. Secara kelembagaan, perintisannya di Indonesia dengan nama PKBM baru dimulai pada tahun 1998 sejalan dengan upaya untuk memperluas kesempatan masyarakat memperoleh layanan pendidikan (Sudjana, 2003). Definisi lain menyebutkan PKBM adalah tempat pembelajaran dalam bentuk berbagai macam keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana, dan segala potensi yang ada di sekitar lingkungan kehidupan masyarakat, agar masyarakat memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dan memperbaiki taraf hidupnya (BPKB Jatim, 2000). Di samping itu, PKBM adalah wujud dari pendidikan yang berbasis masyarakat yaitu pendidikan yang pada dasarnya dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan masyarakat sehingga mereka berdaya, dalam arti memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri yang sudah barang tentu melalui interaksi dengan lingkungannya (Fasli & Dedi, 2001).

PKBM merupakan tempat berbagai kegiatan pembelajaran yang dibutuhkan oleh masyarakat sesuai dengan minat dan kebutuhannya dengan pendekatan pendidikan berbasis masyarakat. PKBM merupakan sebuah lembaga pendidikan bentukan masyarakat, yang dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri dengan tujuan untuk memberikan kebutuhan pelayanan pendidikan di masyarakat. PKBM sebagai sumber informasi berisi berbagai jenis program pembelajaran yang berguna terutama dalam peningkatan kemampuan dalam bidang keterampilan fungsional yang berorientasi pada pemberdayaan potensi masyarakat setempat melalui pendekatan pendidikan berbasis masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Keberadaan PKBM memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai koordinasi program-program pembelajaran di masyarakat. Tersedianya pengelola/penyelenggara, tenaga pengajar/tutor yang berkualitas, merupakan daya pikat tersendiri bagi masyarakat untuk datang ke PKBM. Tujuan PKBM adalah memberdayakan masyarakat untuk kemandirian, melalui program-program yang dilaksanakan di PKBM, agar dapat membentuk manusia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap, sedangkan fungsi PKBM sendiri adalah (Sihombing, 1999):

  1. Sebagai wadah pembelajaran artinya tempat warga masyarakat dapat menimba ilmu dan memperoleh berbagai jenis keterampilan dan pengetahuan fungsional yang dapat didayagunakan secara cepat dan tepat dalam upaya perbaikan kualitas hidup dan kehidupannya.
  2. Sebagai tempat pusaran semua potensi masyarakat artinya PKBM sebagai tempat pertukaran berbagai potensi yang ada dan berkembang di masyarakat, sehingga menjadi suatu sinergi yang dinamis dalam upaya pemberdayaan masyarakat itu sendiri.
  3. Sebagai pusat dan sumber informasi artinya wahana masyarakat menanyakan berbagai informasi tentang berbagai jenis kegiatan pembelajaran dan keterampilan fungsional yang dibutuhkan masyarakat.
  4. Sebagai ajang tukar-menukar keterampilan dan pengalaman artinya tempat berbagai jenis keterampilan dan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan dengan prinsip saling belajar dan membelajarkan melalui diskusi mengenai permasalahan yang dihadapi.
  5. Sebagai sentra pertemuan antara pengelola dan sumber belajar artinya tempat diadakannya berbagai pertemuan para pengelola dan sumber belajar (tutor) baik secara intern maupun dengan PKBM di sekitarnya untuk membahas berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pengelolaan PKBM dan pembelajaran masyarakat.
  6. Sebagai lokasi belajar yang tak pernah kering artinya tempat yang secara terus-menerus digunakan untuk kegiatan belajar bagi masyarakat dalam berbagai bentuk.

Pengembangan Kelembagaan PKBM

Aksi pengembangan kelembagaan PKBM didasarkan pada tiga strategi pendekatan dalam implementasi pengembangan kemampuan, yang meliputi: pendekatan individual, pendekatan organisasi dan pendekatan pembentukan jaringan dan kemitraan.

  • Pendekatan individual; pendekatan ini dapat dilakukan dengan melaksanakan pendidikan maupun pelatihan, dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas individu. Kaitannya dengan pengembangan kelembagaan PKBM, individu dalam hal ini adalah pengelola dan pengajar (tutor) PKBM. Peningkatan kapasitas melalui pendidikan akan menempatkan pengelola PKBM sebagai individu yang lebih bermartabat, baik secara perilaku maupun disiplin ilmu tertentu. Proses pendidikan yang emansipatoris dan partisipatoris akan berimbas pada kegiatan pembelajaran di PKBM, di mana pandangan mengenai warga belajar sebagai individu lemah akan sedikit demi sedikit terkikis dalam pola pikir pengelola dan tutor PKBM.
  • Pendekatan organisasi; pendekatan ini dilaksanakan untuk memperkuat individu dalam merancang, mempertahankan dan mengembangkan organisasi atau institusi yang dapat mewakili dan bertanggung jawab kepadanya. Tiga dimensi organisasional dalam pendekatan organisasi yaitu dimensi perencanaan, monitoring, evaluasi dan manajemen keuangan.Beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pengelola PKBM atau pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan kelembagaan PKBM adalah: mempersiapkan berbagai macam instrumen, baik itu instrumen perencanaan, monitoring, evaluasi dan manajemen keuangan. Instrumen ini sangat penting dan sangat berguna sebagai panduan pelaksanaan pengembangan. Penggunaan pihak eksternal sangat disarankan terutama dari kalangan praktisi ataupun akademisi yang berasal dari instansi pemerintah baik itu perguruan tinggi, BPPLSP, BPKB, SKB, atau dari lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kredibilitas baik dalam pengembangan kelembagaan maupun pemberdayaan masyarakat.
  • Pendekatan pembentukan jaringan dan kemitraan; pendekatan ini menekankan terjadinya hubungan informal dan komunikasi yang terjalin antarorganisasi dengan individu baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional. Peran pemerintah mutlak diperlukan untuk membantu PKBM membentuk jaringan kemitraan dan kerjasama dengan pihak eksternal, karena selama ini banyak pihak yang tidak menyadari eksistensi PKBM di masyarakat, sehingga kepercayaan publik terhadap PKBM belum ada. Sosialisasi, promosi dan publikasi sangat diperlukan oleh PKBM agar mereka lebih dikenal dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak saja oleh masyarakat perdesaan tapi juga oleh masyarakat industri di perkotaan.

Pengembangan Organisasi PKBM

Langkah penting untuk mengelola perubahan yang efektif dapat dilakukan dengan menerapkan lima tahapan pengelolaan perubahan. Model ini menekankan tanggungjawab manajemen untuk melakukan hal-hal penting yang meningkatkan kemungkinan efektivitas individu, kelompok dan organisasi. Banyak konsultan dan praktisi telah berkontribusi pada kepustakaan manajemen perubahan. Model lima tahap bisa dipandang sebagai pernyataan umum yang bisa diterima dari prosedur manajemen perubahan yang efektif, meliputi:

  1. memprakarsai perubahan umum, yang dilakukan oleh praktisi yang mungkin dari dalam maupun dari luar organisasi dan mereka yang mampu bertindak sendiri atau dengan suatu kelompok yang memelopori program. Kebutuhan untuk mempertimbangkan pengembangan organisasi berkembang dari perubahan lingkungan di dalam dan di luar organisasi. Perubahan dalam masukan, keluaran, teknologi, dan sub lingkungan ilmu pengetahuan menunjukkan kebutuhan untuk mempertimbangkan kemungkinan terjadi di masa yang akan datang.
  2. Mendiagnosis masalah, mengidentifikasi sebab-sebab spesifik dan fakta masalah yang menghasilkan penetapan target perubahan. Diagnosis masalah sekarang dan masalah potensial melibatkan pengumpulan informasi yang merefleksikan tingkat efektivitas organisasi. Data yang mengukur kondisi produksi, efisiensi, kepuasan, kemampuan adaptasi dan pengembangan saat ini harus dikumpulkan dan dianalisis. Tujuan mendiagnosis adalah menelusuri sebab masalah. Juga untuk dipakai sebagai dasar identifikasi masalah, data diagnosis juga menetapkan dasar bagi evaluasi berikut dari usaha pengembangan organisasi.
  3. Mengidentifikasi intervensi, yakni bila diimplementasikan akan menyebabkan target berubah dalam arah yang diinginkan. Intervensi adalah tindakan spesifik di mana seorang agen pengubah perlu membantu dalam proses perubahan. Meskipun istilahnya mempunyai arti yang umum, tetapi kata tersebut mempunyai arti khusus dalam konteks pengembangan organisasi di mana dinunjukkan suatu aktivitas formal.
  4. Mengimplementasikan intervensi, pada waktu dan lingkup yang tepat guna menjamin kemungkinan besar keberhasilan perubahan. Waktu menunjukkan seleksi dari waktu yang tepat untuk memulai intervensi, lingkup menunjukkan pemilihan skala yang tepat.
  5. Mengevaluasi hasil, yang memungkinkan kita mengukur besar dan arah perubahan sasaran. Situasi ideal akan menjadi struktur prosedur dalam hal desain percobaan. Yakni, hasil akhir sebaiknya secara operasional didefinisikan, dan pengukuran perlu dilakukan sebelum dan sesudahnya. Suatu evaluasi tidak hanya memungkinkan manajemen mempertanggungjawabkan penggunaan sumber daya tetapi juga memberikan umpanbalik.Berdasarkan umpanbalik, koreksi dilakukan dalam fase implementasi.
Sumber :http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/2010/06/07/pengembangan-pusat-kegiatan-belajar-masyarakat-development-of-community-learning-center/

Read More..

Kelompok dan Tim Kerja

Oleh Mamit Rohamit

Kelompok dan Tim Kerja

1) Definisi Kelompok
Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling tergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran tertentu. Pendapat lain menyebutkan, “kelompok didefinisikan sebagai kumpulan 2 orang/lebih yang berinteraksi satu sama lain sedemikian rupa sehingga perilaku atau kinerja seseorang dipengaruhi oleh kinerja/perilaku anggota yang lain.”

2) Alasan Berkelompok
Ada sejumlah alasan mengapa seseorang mau bergabung dalam kelompok, diantaranya :
a) Rasa aman.
Dengan bergabung dalam kelompok seseorang mengharap akan merasa aman karena tidak sendirian lagi dalam menggapai harapan. Dengan adanya rasa aman ini maka orang akan dapat lebih aktif dan kreatif dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu, baik tujuan individu maupun tujuan kelompoknya.
b) Status dan harga diri.
Seseorang bergabung dalam kelompok untuk meningkatkan status atau harga dirinya. Dengan bergabung dalam kelompok tersebut maka anggota-anggotanya akan merasa harga diri dan statusnya menjadi semakin tinggi di masyarakat meskipun belum tentu masyarakat menilainya seperti itu.
c) Interaksi dan afiliasi.
Seseorang bergabung dalam kelompok untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar yaitu sosialisasi dan afiliasi. Manusia tidak akan merasa nyaman jika hidup sendirian, walaupun kebutuhan yang lain terpenuhi. Manusia membutuhkan teman untuk berbicara, berdiskusi, berbagi baik kebahagiaan maupun penderitaan. Manusia butuh teman untuk didengar pendapat, harapan dan cita-citanya.
d) Kekuatan.
Dengan bergabung dalam kelompok maka seseorang akan merasa memiliki kekuatan untuk meraih impian dan harapannya. Karena tidak sendirian lagi maka ia akan merasa kuat. Ia bisa berbagi, bisa meminta pendapat, nasihat, bahkan meminta tolong kepada anggota yang lain.
e) Pencapaian tujuan.
Dengan bergabung dalam kelompok, tujuan akan lebih mudah dicapai dibanding bila sendirian. Dengan bekerjasama, gotong royong, saling membantu, saling mendukung, saling menguatkan, tentu tujuan akan lebih mudah diraih dibanding bila dengan berfikir, bersikap dan berbuat sendiri.
f) Kekuasaan.
Dengan bergabung dalam kelompok maka seseorang berkesempatan untuk mempengaruhi orang lain. Kelompok memberi kekuasaan tanpa wewenang formal dari organisasi. Bagi orang yang memilik kebutuhan akan kekuasaan, kelompok merupakan wadah untuk pemenuhannya.

3) Klasifikasi Kelompok
Ada beberapa klasifikasi dalam Kelompok :
a) Kelompok formal
Adalah kelompok yang sengaja dibentuk dengan keputusan manajer melalui suatu bagan organisasi untuk menyelesaikan tugas secara efektif dan efisien. Kelompok formal terdiri dari :
 Kelompok komando, yaitu kelompok yang ditentukan oleh bagan organisasi dan melaksanakan tugas-tugas rutin organisasi. Kelompok ini terdiri dari bawahan yang melapor dan bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan tertentu.
 Kelompok tugas, yaitu suatu kelompok yang bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu.
b) Kelompok Informal
Adalah suatu kelompok yang tidak dibentuk secara formal melalui struktur organisasi, akan tetapi muncul karena adanya kebutuhan akan kontak sosial. Kelompok informal dibedakan menjadi :
 Kelompok persahabatan, yang dibentuk karena adanya persamaan-persamaan tentang sesuatu hal seperti hobi, status perkawinan, jenis kelamin, latar belakang, politik, dan lain-lain.
 Kelompok kepentingan, merupakan kelompok yang berafiliasi untuk mencapai sasaran yang sama. Sasaran jenis ini tidak berkaitan dengan tujuan organisasi tetapi semata-mata untuk m encapai kepentingan kelompok itu sendiri.


4) Fase pembentukan kelompok
Pembentukan kelompok pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses yang dinamis, terdiri dari beberapa fase yaitu :
a) Forming (pembentukan)
Fase ini merupakan fase awal dimana keadaan ketidakpastian akan tujuan, struktur dan kepemimpinan kelompok harus dihadapi. Fase ini berakhir pada saat para anggota mulai berfikir bahwa diri mereka adalah bagian dari sebuah kelompok
b) Storming (merebut hati)
Fase ini dicirikan oleh adanya konflik intra kelompok. Anggota menerima keberatan kelompok tetapi menolak pengendalian kelompok oleh individu tertentu. Fase ini selesai manakala didapatkan hierarki kepemimpinan yang relatif jelas di dalam kelompok.
c) Norming (pengaturan norma)
Fase ini menggambarkan adanya perkembangan hubungan dan kelompok menunjukkan adanya kohesi (kepaduan). Fase ini berakhir dengan adanya struktur kelompok yang semakin solid dan terjadi perumusan ayang benar dan diterima atas berbagai harapan serta perilaku kelompok.
d) Performing (melaksanakan)
Fase ini memperlihatkan fungsi kelompok berjalan dengan baik dan diterima oleh anggota . Jadi di sini energi kelompok sudah bergerak dari tahap saling mengenal dan saling mengerti ke pelaksanaan tugas-tugas yang ada. Untuk kelompok yang relatif permanen, fase ini merupakan fase terakhir dari fase perkembangan.
e) Anjourning (pengakhiran)
Fase ini merupakan fase terakhir yang ada pada kelompok yang bersifat temporer, yang di dalamnya tidak lagi berkenaan dengan pelaksanaan tugas-tugas tetapi dengan berakhirnya rangkaian kegiatan.

5) Beberapa Masalah Utama Dinamika Kelompok
Karena kelompok terdieri dari sejumlah orang dan biasanya dengan latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat mungkin bahwa di dalam kelompok itu ditemukan banyak masalah. Hal ini perlu sekali mendapat perhatian diantaranya :
a) Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan bersifat strategis karena dapat menentukan efektif tidaknya proses kelompok. Di dalam praktek masalah kepemimpinan sangatlah pelik, mulai dari mencari orang yang cocok, dapat diterima dan mampu merupakan beberapa di antara isu-isu penting. Tidak jarang suatu kelompok menjadi buyar karena kesalahan dalam memilih pemimpin.
b) Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah biasanya merupakan inti dari tugas atau misi kelompok. Pengambilan keputusan kelompok di dalam praktek biasanya lebih banyak sulitnya daripada mudahnya. Namun demikian harus diakui bahwa pengambilan keputusan kelompok secara umum telah diakui lebih baik kualitasnya daripada keputusan yang diambil secara individual. Kebanyakan organisasi memanfaatkan kelompok dalam proses pengambilan keputusannya dengan harapan bahwa kualitas keputusan itu menjadi lebih baik.
c) Komunikasi
Kelompok merupakan kumpulan dari para individu yang berinteraksi satu sama lain sehingga masalah komunikasi memegang peran sentral. Melalui komunikasi yang baik maka saling pengertian akan tercipta sehingga pada akhirnya akan memperkuat kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok.
d) Konflik
Perbedaan kepentingan dan harapan-harapan yang ada di dalam kelompok boleh jadi tidak dapat dihindari. Hal ini berpotensi menjadi konflik sehingga sasaran yang ditetapkan gagal dicapai atau bahkan bisa membuyarkan kelompok itu sendiri. Untuk itu selain memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan, kelompok perlu memperhatikan keberadaan potensi konflik ini dan berusaha mengendalikannya agar proses kelompok dapat berlangsung efektif.

6) Tim VS Kelompok
Kelompok tidak sama dengan tim. Dalam bahasan ini didefinisikan dan dijelaskan perbedaan antara kelompok kerja dan tim kerja. Kelompok kerja didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantungan, yang bergabung bersama-sama untuk mencapai sasaran. Suatu kelompok kerja adalah kelompok yang berinteraksi untuk berbagai informasi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota berkinerja dalam bidang tanggungjawab.
Kelompok kerja tidak perlu atau tidak berkesempatan untuk melakukan kerja kolektif yang menuntut upaya gabungan. Jadi kinerja mereka sekedar jumlah kinerja sumbangan individual dari tiap anggota kelompok. Tidak ada sinerrgi positif yang akan menciptakan suatu tingkat keseluruhan kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan-masukan.
Suatu tim kerja membangkitkan sinergi positif lewat upaya yang terkoordinasi. Upaya-upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individual tersebut.
Kelompok kerja merupakan kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Tim kerja merupakan kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individual tersebut.

7) Tipe Tim
Tim dapat diklasifikasikan berdasar sasarannya. Tiga ragam paling lazim dalam tim yang kemungkinan besar akan dijumpai dalam suatu organisasi yaitu :
a) Tim pemecahan masalah
Dalam tim pemecahan masalah setiap anggota membagikan gagasan atau menawarkan saran mengenai bagaimana proses dan metode kerja dapat diperbaiki. Tetapi jarang di antara tim-tim itu yang diberi wewenang untuk melaksanakan secara sepihak setiap tindakan yang mereka sarankan. Salah satu penerapan tim pemecahan masalah yang paling luas dipraktikkan selama dasawarsa 1980-an adalah Total Qualitas Manajemen (TQM).
b) Tim kerja pengelolaan diri
Tim kerja pengelolaan diri (swakelola) umumnya tersusun atas 10 sampai 15 orang yang memikul tanggung jawab dari mantan penyelia mereka. Lazimnya hal ini mencakup pengawasan kolektif atas kecepatan kerja, penentuan penugasan kerja organisasi dari rehat (istirahat), dan pilihan kolektif prosedur pemeriksaan. Tim kerja yang sepenuhnya mengelola sendiri, bahkan memilih anggota-anggotanya sendiri menyuruh anggotanya untuk saling menilai kerja. Akibatnya, jabatan penyelia berkurang pentingnya dan bahkan dapat disingkirkan.
c) Tim fungsional silang
Tim fungsional silang merupakan cara efektif untuk memungkinkan orang-orang dari aneka bidang dalam suatu organaisasi (atau bahkan antara organisasi-organisasi) untuk bertukar informasi, mengembangkan gagasan baru dan memecahkan masalah serta mengkoordinasikan proyek yang rumit.
8) Menautkan Konsep Tim dan Kelompok ke Arah Penciptaan Tim Berkinerja Tinggi
Untuk menautkan konsep tim dan kelompok ke arah penciptaan tim berkinerja tinggi ada beberapa syarat yang harus diketahui, yaitu ukuran tim kerja, kemampuan anggota dan mengalokasikan peran dan menggalakan keanekaragaman.
a) Ukuran tim kerja
Tim kerja yang baik cenderung kecil. Bila anggotanya lebih dari 10 sampai 12 maka akan sulit bagi mereka untuk menyelesaikan banyak hal. Mereka banyak mengalami kesulitan untuk berinteraksi secara konstruktif dan membuat kesepakatan dalam banyak hal. Dengan jumlah yang banyak biasanya orang tidak dapat mengembangkan kekohesifan, komitmen dan tanggungjawabtimbal balik yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang tinggi.
b) Kemampuan anggota
Agar dapat bekerja secara efektif, tim membutuhkan tiga tipe keterampilan yang berbeda. Pertama, tim memerlukan orang-orang yang memiliki keahlian teknis. Kedua, tim memerlukan ortang-orang dengan keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusanuntuk mampu mengidentifikasi masalah,membangkitkan alternatif, mengevaluasi alternatif dan membuat pilihan yang kompeten. Akhirnya tim juga memerlukan orang-orang yang memiliki keterampilan mendengarkan dengan baik, memberikan umpan balik, mampu menyelesaikan konflik dan keterampilan dalan hubungan antar pribadi yang lain.
c) Mengalokasikan peran dan menggalakan keanekaragaman
Orang-orang berbeda dalam ciri kepribadian dan kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan menempatkannya pada pekerjaan yang cocok dengan kepribadian karyawan itu. Hal yang sama berlaku berkenaan dengan pengisian posisi pada suatu tim kerja. Tim mempunyai kebutuhan yang berbeda dan orang seharusnya memilih tim berdasarkan kepribadian dan preferensi mereka.

9) Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Prestasi Kelompok
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi prestasi kelompok yang bersumber dari faktor eksternal, di antaranya :



a) Strategi organisasi
Jika strategi yang diterapkan organisasi dirasakan tepat dan cocok dengan anggota organisasi maka strategi yang sudah ditetapkan itu akan memacu semua anggota untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya secara optimal.
b) Struktur wewenang
Jika struktur organisasi telah disusun dengan memperhatikan dengan baik konsep The right men on the right place at the right time dan satuan perintah (otoritas), dan tanggung jawab telah berjalan dengan baik maka struktur organisasi tersebut akan memacu anggota organisasi untuk berkinerja lebih baik dari waktu ke waktu.
c) Peraturan
Semua peraturan di organisasi, mulai dari level yang paling tinggi sampai yang paling bawah, bisa kondusif bagi anggota organisasi untuk berkinerja lebih baik dari waktu ke waktu, bisa juga sebaliknya. Jika peraturan yang dibuat bersifat bottom up maka karyawan akan lebih apresiatif karena merasa dilibatkan dalam pembuatan aturan tersebut. Oleh sebab itu dia merasa berkewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut.
d) Sumber daya organisasi
Sumber daya yang dimiliki organisasi, mulai dari sumber dayua manusia, sumber daya alam, dana, material, mesin-mesin, pasar, teknologi, informasi, jika dimiliki secara memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas, hal itu akan memacu karyawan untuk berkinerja secara maksimal.
e) Proses seleksi
Seleksi karyawan merupakan langkah awal yang menentukan keberhasilan organisasi dalam mendapatkan karyawan yang berkinerja tinggi. Oleh karena itu seleksi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
f) Penilaian prestasi dan sistem imbalan
Penilaian prestasi kerja karyawan yang memenuhi azas keadilan bagi semua karyawan akan memacu karyawan untuk berprestasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian yaitu sistem penilaian, penilai, standar kinerja, dan waktu penilaian. Jika penilaian kinerja yang dilakukan sudah baik maka sistem imbalan juga harus memenuhi azas keadilan.
g) Budaya organisasi
Organisasi yang memiliki budaya yang kondusif memacu karyawan untuk berkinerja maksimal, misalnya disiplin, kreatif, inovatif, tepat waktu, dll.
h) Faktor lingkungan fisik
Lingkungan fisik berperan penting dalam menciptakan kondisi karyawan yang bersemangat atau tidak bersemangat dalam bekerja. Faktor lingkungan fisik misalnya adalah sarana dan prasarana di tempat kerja.

10) Faktor-faktor internal yang mempengaruhi prestasi kelompok
Ada sejumlah faktor internal yang mempengaruhi prestasi kelompok, diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Kemampuan fisik
Jika kemampuan fisik kelompok prima maka kelompok cenderung berkinerja maksimal. Kemampuan fisik itu bisa yang melekat pada anggota-anggota kelompok, yang berwujud, misalnya fisiknya, maupun yang berupa sarana prasarana yang dimiliki kelompok.
b) Kemampuan intelektual
Tingkat pengetahuan, kemauan, kemampuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki anggota kelompok menentukan kemampuan kelompok untuk berprestasi atau sebaliknya.
c) Karakteristik kepribadian
Kepribadian kelompok yang kondusif untuk berprestasi, misalnya terbuka, tahan terhadap kritik, inovatif, suka tantangan, suka perubahan, senang beekerjasama, dll.

11) Struktur Kelompok
Struktur kelompok terdiri dari :
a) Kepemimpinan formal
Kelompok harus memiliki struktur kepemimpinan formal yang jelas. Dengan demikian setiap anggota mengetahui dengan benar tugas dan kewajiban masing-masing, dari mana perintah berasal dan kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
b) Peran
Di dalam kelompok, setiap anggota memiliki peran sendiri-sendiri yang sudah ditetapkan dalam job description.




c) Norma
Dalam kelompok ada norma yang harus dipatuhi semua anggota kelompok tersebut. Normalah yang menjadi patokan perilaku anggota kelompok. Mana perilaku dan sikap yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang etis dan mana yang tidak etis.

12) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepaduan kelompok
Berbagai faktor yang mempengaruhi kepaduan kelompok adalah diantaranya sebagai berikut :
a) Kesamaan nilai dan tujuan
Kelompok akan menjadi lebih padu jika setiap anggota kelompok memiliki kesamaan dalam nilai yang dianut dan kesamaan dalam tujuan yang ingin diraih.
b) Keberhasilan dalam mencapai tujuan
Keberhasilan dalam mencapai tujuan bisa menimbulkan spirit bagi kelompok untuk menjadi semakin solid karena keberhasilan memunculkan rasa senang, bahagia, dan bangga. Perasaan itu mendorong setiap anggota kelompok untuk dapat mengulangi perasaan-perasaan itu.
c) Status atau citra kelompok
Status kelompok yang positif di mata lingkungan akan memacu anggota kelompok untuk semakin padu, saling menjaga agar status kelompok bisa tetap baik di lingkungannya.
d) Penyelesaian perbedaan
Dalam suatu kelompok terdapat banyak individu. Setiap individu berbeda satu sama lain. Oleh karena itu jika perbedaan munculdan mengakibatkan terjadinya konflik dalam kelompok maka konflik itu akan dapat dikelola dengan baik. Hal itu akan memacu anggota kelompok untuk menjadi semakin padu.
e) Kecocokan terhadap norma-norma
Dalam kelompok pasti ada norma kelompok. Jika norma kelompok tersebut cocok dengan norma yang dianut oleh anggota kelompok tersebut maka kelompok itu akan menjadi semakin padu.
f) Daya tarik pribadi
Seseorang masuk dalam suatu kelompok bisa disebabkan oleh ketertarikan dia pada pribadi pimpinan atau anggota kelompoknya. Sebagai contoh si A masuk suatu partai karena dia mengagumi pimpinan partai itu.
g) Persaingan antar kelompok
Persaingan antar kelompok bisa mengakibatkan keanggotaan suatu kelompok menjadi semakin solid. Hal ini terjadi karena tiap kelompok bersaing dan tiap kelompok ingin menjadi pemenang. Untuk menjadi pemenang maka setiap anggota kelompok harus bekerjasama dan saling mendukung.
h) Pengakuan dan penghargaan
Jika kelompok mendapat pengakuan dan penghargaan dari lingkungan, hal itu juga bisa berdampak terhadap kepaduan kelompok. Pengakuan dan penghargaan adalah kebutuhan/keinginan setiap orang. Jika hal tersebut mereka dapatkan maka mereka akan puas. Jika setiap anggota kelompok merasa puas maka mereka akan semakin betah dan merasa semakin memiliki kelompoknya.

13) Fakto-faktor yang menghambat kepaduan kelompok
Ada sejumlah faktor yang dapat menghambat kepaduan kelompok, di antaranya sebagai berikut :
a) Ketidaksamaan tentang tujuan
Tujuan yang tidak sama atau bahkan saling bertentangan antara satu anggota dengan anggota yang lain akan menyebabkan kelompok menjadi tidak kohesif.
b) Besarnya anggota kelompok
Kelompok yang dibangun dengan jumlah yang terlalu besar bisa menyebabkan kelompok tersebut tidak solid. Hal ini bisa terjadi karena komunikasi dan hubungan antar anggota kurang terjalin.
c) Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kelompok
Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kelompok bisa menyebabkan anggota tidak puas dan kecewa. Perasaan ini tidak hanya membuatnya tidak nyaman berada dalam kelompok tetapi bahkan dapat menyebabkan dia ingin keluar dari kelompok tersebut.
d) Persaingan antar anggota kelompok
Persaingan dalam batas tertentu bisa berdampak positif, tetapi jika tingkat persaingan terlalu tinggi dan anggota kelompok itu merasa sudah tidak mampu lagi menjalaninya maka dia akan menjadi apatis dan bahkan ingin keluar dari kelompok.



e) Dominasi
Kelompok yasng didominasi seseorang atau beberapa orang saja akan menyebabkan ketidakpaduan dalam kelompok. Orang yang merasa tidak dilibatkan atau merasa tidak terlibat dalam kelompok maka akan cenderung apatis dan menarik diri dari kelompok tersebut.

14) Karakteristik Tim yang sukses
Ada berbagai karakter yang melekat pada tim yang sukses. Karakter-karakter tersebut adalah sebagai berikut :
a) Mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama
Tim yang efektif mempunyai suatu maksud bersama dan bermakna yang memberikan pengarahan, momentum dan komitmen untuk para anggotanya. Anggota tim yang sukses menuangkan waktu dan upaya yang sangat banyak ke dalam pembahasan, pembentukan, dan persetujuan mengenai maksud yang menjadi milik mereka baik secara kolektif maupun individual. Maksud bersama ini, bila diterima dengan baik oleh tim akan setara dengan peran navigasi benda langit bagi kapten kapal. Maksud bersama itu memberi pengarahan dan bimbingan kepada setiap dn semua kondisi.
b) Menegakkan tujuan spesifik
Tim yang sukses menerjemahkan maksud bersama mereka sebagai tujuan-tujuan kerja yang realistis, yang dapat diukur dasn bersifat spesifik. Tujuan yang spesifik mempermudah mereka dalam berkomunikasi. Tujuan itu juga membantu memelihara fokus mereka pada perolehan hasil.
c) Kepemimpinan dan struktur
Anggota tim harus sependapat mengenai siapa melakukan apa dan memastikan bahwa semua anggota menyumbang secara sama dalam berbagai beban kerja. Di samping itu tim juga perlu menetapkan bagaiman jadwal ditentukan, keterampilan apa yang perlu dikembangkan, bagaimana kelompok akan memecahkan konflik dan bagaimana kelompok akan mengambil dan memodifikasi keputusan, menyepakati hal-hal yang spesifik dari kerja dan bagaimana hal itu cocok untuk memadukan keterampilan-keterampilan langsung oleh manajemen atau oleh anggota tim sendiri dengan mereka memenuhi peran-peran penjelajah-promotor, pendorong-pengorganisasi, penyimpul-penghasil, pemerkuat-pemelihara, serta penaut.

d) Menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab
Individu-individu dapat bersembunyi dalam suatu kelompok. Mereka dapat menyibukkan diri dalam ”kemalasan sosial” dan meluncur bersama upaya kelompok karena sumbangan individual mereka tidak dapat dikenali. Tim yang berkinerja tinggi mengurangi kecenderungan ini dengan membuat diri mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara individual maupun pada tingkat tim.
e) Evaluasi kinerja dan sistem ganjaran yang benar
Evaluasi kinerja individual, upah jam-jaman yang tetap, insentif individual, dan semacamnya, tidaklah cocok dengan pengembangan tim kinerja tinggi. Jadi di samping mengevaluasi dan mengganjar karyawan untuk sumbangan individual mereka, manajemen hendaknya mempertimbangkan penilaian berdasarkan kelompok, berbagi laba, berbagi hasil, insentif kelompok kecil, dan modifikasi-modifikasi sistem lain yang memperkuat upaya dan komitmen tim.
f) Mengembangkan kepercayaan timbal balik yang tinggi
Tim kinerja tinggi dicirikan oleh kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya, para anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggota yang lain.

Allahu 'alam biswahab

Read More..