Hubungan Filsafat, Agama dan Pendidikan

BAB I
K O N S E P


1. Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakankonsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali" atau dapat berarti obligation atau kewajiban. Maksudnya dengan bereligi, seseorang mengikat dirinya dan melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan. Menurut James Martineau dalam Encyclopedia of Philosophy, agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak Illahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Agama bagi seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu (Edward Caird). Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang keTuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang mensugestif esensi pengalaman semacam kesufian karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan di atas manusia. Hal ini lebih bersifat personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang. Yang kedua adalah adanya keimanan yang sebenarnya instrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.
Manusia memiliki kemampuan yang terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu :
• menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
• menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Setiap agama memiliki sistem nilai dan norma yang berbeda sehingga tidak bisa dikatakan semua agama adalah sama. Faham yang dikenal dengan pluralisme ini tidak bisa diterima oleh semua kalangan. Contohnya, Islam memadang pluralisme sebagai sikap menghargai dan toleransi kepada pemeluk agama lain adalah merupakan hal yang mutlak untuk dijalankan. Namun bukan berarti beranggapan bahwa semua agama adalah sama (plurasime), artinya tidak menganggap bahwa Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian sembah. Majelis Ulama Indoneisa (MUI) menentang paham pluralisme dalam agama Islam. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Sedangkan Kristen memandang bahwa pluralisme agama menolong mereka untuk rendah diri menyadari bahwa sikap superioritas tidak bermanfaat untuk mengerti orang lain lebih baik sebab Allah mengasihi semua manusia tanpa terkecuali, dan karenanya mereka harus menjadi sesama (Lukas 10:36) atau menjadi sahabat bagi saudara-saudara mereka yang berkepercayaan lain. bukan berarti percampuran atau sikretisme, sebab keunikan masing-masing agama tetap dapat dipertahankan dan dapat dikomunikasikan dan bukan untuk dipertandingkan. Agama Kristen bukan jalan keselamatan satu-satunya melainkan satu dari antara beberapa jalan lainnya dan begitu sebaliknya.

2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.
Menurut Hamka pendidikan adalah proses ta’lim dan menyampaikan sebuah misi (tarbiyah) tertentu. Tarbiyah mengandung arti yang lebih komprehensif dalam memaknai pendidikan terutama pendidikan Islam baik secara vertikal maupun horizontal. Prosesnya merujuk pada pemeliharaan dan pengembangan seluruh potensi (fitrah) peserta didik baik jasmaniah maupun rohaniah.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.
Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

3. Filsafat
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat yang selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Secara terminology, pengertian filsafat sangat beragam. Hal ini karena para filsuf merumuskan pengertian sesuai dengan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Plato (428 – 348 SM) menjelaskan filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada. Sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Al-Kindi menyebutkan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filsuf dalam berteori adalah mencapai kebenaran dan dalam berpraktek ialah menyesuaikan dengan kebenaran.


BAB II
Pembahasan

1. Hubungan Agama dengan Pendidikan
Agama mengatur seluruh aspek kehidupan pemeluknya sebagai individu, anggota masyarakat serta lingkungannya. Agama merupakan penghambaan manusia terhadap Tuhannya. Agama bersifat dogmatis, otoriter serta imperatif sehingga setiap pemeluknya harus mentaati aturan, nilai serta norma yang ada di dalammnya. Aturan-aturan tersebut bersifat mengikat dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemeluknya untuk mencapai kebahagian yang diidamkannya. Bila aturan tersebut dilanggar maka dampaknya bukan hanya pada individual saja tetapi juga lingkungan sekitar.
Agama dalam konsep-konsep di atas bersifat universal dan sederhana. Konsep-konsep tersebut diharapkan dapat dikenakan kepada semua agama yang dikenal selama ini. Bila konsep-konsep tersebut dipaksakan sama untuk semua agama, maka konsekuensi yang diterima adalah adanya pluralisme agama. Padahal tidak semua agama menyepakati adanya pluralisme.
Bila berbicara tentang agama maka tidak akan pernah lepas dari pendidikan. Agama selalu bersifat pendidikan karena di dalamnya ada transfer ilmu dan pengetahuan yang bersifat dogmatis. Lain halnya bila berbicara tentang pendidikan maka tidak selalu berkaitan dengan agama. Namun dalam proses pendidikan maka pendidikan harus sejalan dengan agama dan saling melengkapi sehingga output yang dihasilkan oleh pendidikan bersifat syamil/menyeluruh/paripurna. Hal ini sesuai dengan Visi Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2025 yaitu menghasilkan insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (insan kamil/insan paripurna). Yang dimaksud dengan insan Indonesia Cerdas adalah cerdas komprehensif yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.
Pembentukan manusia yang Cerdas dan Kompetitif tidak semata dilakukan hanya dengan transfer ilmu dan pengetahuan saja tetapi juga penanaman nilai-nilai moral yang sesuai dengan nilai dan norma yang terdapat di dalam agama. Hal ini dilakukan agar output pendidikan yang dihasilkan tidak hanya cerdas secara ilmu dan pengetahuan tetapi juga memiliki akhlak dan moral yang baik. Akhlak dan moral inilah yang menjadi penyeimbang dan penggerak output pendidikan sehingga tidak lepas control dan tidak menjadi sombong dengan hasil yang dicapainya. “Science without religion is blind, and religion without science is lame”. (Albert Einstein)

2. Hubungan Agama dengan Filsafat
Subtansi dari semua ajaran agama adalah keyakinan dan kepercayaan terhadap eksistensi Tuhan, sementara itu eksistensi Tuhan hanya dapat dibuktikan secara logis dengan menggunakan kaidah-kaidah filsafat yaitu akal. Akal menurut salah seorang filsuf muslim yaitu Ar Razi adalah karunia terbaik Tuhan yang diberikan kepada manusia. Dengan akal manusia melihat segala yang berguna dan membuat hidupnya lebih baik. Sesuai dengan kaidah filsafat yaitu mencari kebenaran, maka agama adalah kebenaran yang absolut dan dogmatis. Di sinilah fungsi akal untuk menerjemahkan yang dijelaskan oleh agama.
Walaupun agama dan akal merupakan ciptaan Tuhan tetapi karena akal terdapat pada semua manusia dan tidak ada satu orang pun yang mengingkarinya tetapi keberadaan ajaran-ajaran agama tidak bisa diterima oleh semua manusia. Dengan demikian akal yang didorong untuk menjelaskan dan dijadikan argument atas ajaran-ajaran agama. Walaupun kita menerima eksistensi Tuhan dengan keimanan dan membenarkan bahwa ajaran agama berasal dari-Nya tetapi akallah yang mendorong kita untuk berpikir akan adanya eksistensi Tuhan.
Agama dan filsafat mendapatkan porsi dan fungsinya masing-masing. Tidak bisa kita memaksakan agama masuk ke dalam ranah kajian filsafat begitu juga sebaliknya tidak bisa dipaksakan filsafat memasuki ranah kajian agama. Keduanya berada posisi yang saling berhadapan karena sifat keduanya yang berbeda dan saling bertolak belakang. Agama bersifat absolut dan dogmatis sedangkan filsafat bersifat relatif sesuai dengan kemampuan akal untuk memahaminya.

3. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. Filsafat adalah hasil buah pemikiran secara rasio saja. Oleh karena itu filsafat dimulai dari rasa heran, bertanya dan berpikir tentang asumi-asumsi yang mendasar. Usaha filsuf untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadap asumsi telah menimbulkan teori-teori dan system pemikiran seperti idealism, realisme dan pragmatisme.
Secara sederhana karena merupakan hasil akal dengan berpikir mendalam maka filsafat memberikan kontribusi yang positif terhadap pendidikan. Filsafat memberikan arah dan tujuan proses pendidikan. Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangannya sehingga menjadi kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, munculah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan dan berkelaluan yang menentukan bentuk sikap hidupnya yang dilakukan dalam proses pendidikan yang secara terus menerus dari generasi ke generasi dengan kesadaran.






BAB III
KESIMPULAN
Agama, pendidikan dan filsafat menempati ranah dan fungsinya masing-masing.

Daftar Pustaka
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama
2. Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama Sebuah Pengantar
3. A Aziz Ahyadi, Psikologi Agama
4. Fatwa MUI No. 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme
5. Eka Darmaputera, Teologi Persahabatan antar umat Beragama dalam Karel Erari, et.al., Keadilan bagi yang lemah, Buku Peringatan Hari Jadi ke-67 Prof. Dr. Ihromi, MA, (Jakarta, tanpa penerbit, 1995)
6. John Hick, Ketidakmutlakan Agama Kristen, dalam John Hick dan Paul F Knitter
7. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php
8. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam, Prenada Media Grip Islam
9. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara
10. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
11. http://id.wikipedia.org/wiki/filsafat
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/