Globalisasi dan Konspirasi



Globalisasi secara sederhana dapat disebutkan dengan satu kata : "mendunia". Artinya, setiap sistem kehidupan internasional, lintas bangsa, negara, budaya dan agama. implikasi globalisasi sangat luas, memasuki semua aspek kehidupan, baik dalam kelompok sosial, suku, keluarga dan bahkan individu. Mobilitas dan dinamika globalisasi semakin sulit dideteksi, diprediksi serta diantisipasi dengan panca indera. Sejak abad ke-20, yang ditandai dengan robohnya Tembok Berlin pada 1989, dunia benar-benar menjadi "dunia tanpa batas". Hal ini disebabkan oleh kemajuan sains dan teknologi yang terus bergulir, terutama "teknologi informasi".
Globalisasi yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah globalisasi ronde kedua. Globalisasi ronde pertama berlangsung pada era Perang Dingin, 1945 - 1989, setelah tahun 1989 adalah globalisasi ronde kedua.
Ada perbedaan karakteristik penting antara corak kehidupan globalisasi era Perang Dingin (1945-1989) dengan pasca-Perang Dingin. Perbedaan-perbedaan itu semakin kuat dan tajam.


Globalisasi tak pelak lagi memberi peluang dan menyodorkan berbagai fasilitas yang menggoda banyak orang, setidaknya untuk mengadakan kerjasama atau menggalang konspirasi supaya memperoleh keuntungan dan mengembangkan sayap kekuasaannya. Maka tidak berlebihan sekiranya dikatakan bahwa era globalisasi adalah surga bagi yang mampu memanfaatkannya tetapi menjadi neraka bagi mereka yang tidak berdaya.

Istilah "konspirasi" berasal dari kata conspirase yang berarti bernafas bersama. Asalnya hal ini adalah alami, sebab Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Setiap mahluk memiliki naluri untuk mencari pasangan masing-masing. Mereka bertemu dan berkonspirasi menjadi satu kesatuan baru dan mengembangkan kehidupan baru yang lebih bermaslahat. Misalnya H2 dan O2, yaitu zat hidrogen dan oksigen. Mereka bertemu menjadi H2O yaitu air yang bermanfaat bagi kehidupan, Tidak ada kehidupan tanpa air. Demikian halnya dengan garam yang merupakan senyawa dari NA, yaitu Natrium dan CL2 yaitu Clorida menjadi NACL, Natrium Clorida. Jika mereka sendiri-sendiri menjadi racun. NA dapat menyebabkan darah tinggi, sedangkan CL2 bersifat oksidatif yang dapat membakar jaringan tubuh.

Proses pencarian terhadap pasangan ini mengingatkan kita pada teori Charles Darwin tentang "Seleksi Alam". Maksud teori ini adalah mahluk yang survive dalam mengatasi seleksi alam akan mampu hidup terus. Teori Darwin memang masih menyisakan berbagai pertanyaan dan membutuhkan penyempurnaan. Namun sebagai seorang ilmuwan, ia menolak dengan tegas penyempunaan sulapan - direkayasa secara negatif. Pendapat ini didukung oleh rekan sezamannya yaitu ilmuwan dari Rusia, Pjotr Kropotkin yang melakukan observasi kelahiran makhluk hidup di Serbia dan Mancuria. Ia menemukan bahwa perjuangan mati-hidup berbagai jenis kehidupan tak bisa mengenyampingkan aspek saling bekerja sama dan saling membantu.

Jika kita mengamati proses seleksi alam dalam kehidupan binatang, misalnya sebuah pertanyaan patut dimunculkan: siapa yang paling siap bertahan hidup? Apakah mereka yang selalu berperang satu sama lain, ataukah mereka yang saling menolong? Bila diobservasi dengan jeli, kita akan menemukan kenyataan bahwa binatang yang memiliki kebiasaan saling menolong tak pelak lagi mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan alamnya. Mereka berpeluang lebih besar untuk hidup dan berkembang sesuai dengan tahapan masing-masing jenis dan membawanya ke tingkatan tertinggi perkembangan intelegensi dan organisasi tubuh.

Lyn Margutis, seorang ahli Biologi pada tahun 1960-an membuktikan bahwa mahluk hidup pertama dengan inti sel padat dihasilkan oleh suatu kerjasama antarbakteri dan symbiogenesis. Semula pendapat ini dilecehkan di kalangan ilmuwan, namun kemudian diakui oleh dunia akademis sebagai mesin penggerak evolusi. Teori persekongkolan alam segi tiga RNA (Ribonucliec Acid), DNA (Deoxyribonucleic Acid) dan putih telur tampaknya menjadi dalam dari semua konspirasi alam yang hanya mempunyai satu tujuan, yaitu melahirkan sebanyak mungkin kehidupan di muka bumi.

Untuk tidak menimbulkan kesan kalah, dalam era globalisasi ini berkembang dengan pesat ilmu rekayasa, yaitu ilmu untuk memikirkan dan mengembangkan pasangan-pasangan agar lebih bermanfaat bagi kehidupan. Namun, di satu sisi konspirasi alami yang baik dan benar - ciptaan Tuhan - tersebut direkayasa oleh manusia secara subjektif demi memperoleh keuntungan dan mengukuhkan kekuasaan.

Konspirasi yang paling dahsyat membawa malapetaka bagi kehidupan di era globalisasi dewasa ini adalah konspirasi segi tiga antara World Bank, IMF (International Monetery Fund) - lembaga keuangan PBB- dan WTC (World Trade Centre). Dengan cantik mereka menggalang kerjasama dengan alasan menolong negara-negara berkembang dan negara-negara miskin lainnya agar mau diajak berjalan bersama membangun kehidupan yang maju dan modern. Mereka memeras negara-negara tersebut dan menjadikannya sebagai lembu perah. Mereka menolong negara-negara berkembang dan miskin dengan mengucurkan dana pinjaman untuk pembangunan dengan bunga ringan dan bahkan ada juga yang berupa hibah atau grant dengan syarat-syarat dan aturan yang mereka tetapkan.

Dalam kenyataannya, membangun dengan dana pinjaman menghasilkan pinjaman baru yang lebih besar. Negara-negara debitor semakin tidak mampu membayar hutang. Oleh karenanya, mereka semakin bergantung pada negara-negara kreditor. Dengan kata lain, konspirasi mereka sebenarnya untuk membangun imperium negaranya.




diadopsi dari Sistem Pendidikan Nasional Visinoner, Prof. Dr. M. Mastuhu, M.Ed