Sikap dan Kepuasan Kerja

Oleh Purwaningsih

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan, organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya dengan perilaku. Adakah kepuasan atau ketidak puasan karyawan dengan pengaruh pekerjaan di tempat kerja. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.

Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lapangan kerja mereka, ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti memihak organisasiyang merekrut individu tersebut.

Penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan. Berbagai studi independen, yang diadakan diantara para pekerja AS selama 30 tahun terakhir, pada umumnya menunjukkan bahwa mayoritas pekerja merasa puas dengan pekerjaan mereka. Meskipun jarak persentasinya lebar, tetapi lebih banyak individu melaporkan bahwa mereka merasa puas dibandingkan tidak puas. Apakah yang menyebabkan kepuasan kerja ? dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendirihampir selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keselruhan. Dengan perkataan lain, sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat daripada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.

B. Pembatasan Masalah
Penulisan makalah ini dibatasi hanya pada masalah “ Sikap dan Kepuasan Kerja “
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pemenuhan tugas mandiri mata kuliah Perilaku Organisasi.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi tambahan bagi pihak-pihak yang membutuhkannya



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap dan Kepuasan Kerja
Menurut G.W Alport dalam (Tri Rusmi Widayatun, 1999 :218) sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak. Seiring dengan pendapat G.W. Alport di atas Tri Rusmi Widayatun memberikan pengertian sikap adalah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya”.
Sedangkan Jalaluddin Rakhmat ( 1992 : 39 ) mengemukakan lima pengertian sikap, yaitu:
- Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok.
- Kedua, sikap mempunyai daya penolong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari.
- Ketiga, sikap lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami pembahan.
- Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
- Kelima, sikap timbul dari pengalaman: tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau diubah.
Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2003) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Soetarno (1994), sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian tentang sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi.
1. Komponen Sikap

Untuk benar-benar memahami sikap perlu mempertimbangkan karakteristik secara fundamental.
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive).
Merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. (segmen opini atau keyakinan dari sikap)
b. Afektif (affective)
Merupakan aspek emosional dari faktor sosio psikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya, aspek ini menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. (segmen emosional atau perasaan dari sikap)
c. Konatif (conative)
Komponen aspek vohsional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Notoatmodjo ,1997). (niat untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu).

Ketiga komponen tersebut sangat berkaitan. Secara khusus, dalam banyak cara antara kesadaran dan perasaan tidak dapat dipisahkan. Sebagai contoh, seorang karyawan tidak mendapatkan promosi yang menurutnya pantas ia dapatkan, tetapi yang malah mendapat promosi tersebut adalah rekan kerjanya. Sikap karyawan tersebut terhadap pengawasnya dapat diilustrasikan sebagai berikut :
opini, (karyawan tersebut berpikir ia pantas mendapat promosi itu), perasaan (karyawan tersebut tidak menyukai pengawasnya), dan perilaku (karyawan tersebut mencari pekerjaan lain). Jadi, opini / kesadaran menimbulkan perasaan yang kemudian menghasilkan perilaku ,dan pada kenyataannya komponen-komponen ini berkaitan dan sulit untuk dipisahkan.

Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan perilaku mereka sehingga mereka terlihat rasional dan konsisten. Ketika terdapat ketidakkonsistenan, timbulah dorongan untuk mengembalikan individu tersebut ke keadaan seimbang dimana sikap dan perilaku kembali konsisten. Ini bisa dilakukan dengan dengan cara mengubah sikap maupun perilaku, atau dengan mengembangkan rasionalisasi untuk ketidaksesuaian. Leon Festinger mengemukakan teori ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance). Teori ini berusaha menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Ketidaksesuaian berarti ketidakkonsistenan. Ketidaksesuaian kognitif merujuk pada ketidaksesaian yang dirasaka oleh seorang individu antara dua sikap atau lebih, atau antara perilaku dan sikap. Festinger berpendapat bahwa bentuk ketidakkonsistenan apapun tidaklah menyenangkan dan karena itu individu akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian, dan tentunya ketidaknyamana tersebut. Oleh karena itu individu akan mencari keadaan yang stabil, dimana hanya ada sedikit ketidaksesuaian. Dan tidak ada individu yang bisa sepenuhnya menghindari ketidaksesuaian.

Penelitian yang sebelumnya tentang sikap menganggap bahwa sikap mempunyai hubungan sebab akibat dengan perilaku; yaitu sikap yang dimiliki individu menentukan apa yang mereka lakukan. Namun pada akhir tahun 1960-an hubungan yang diterima tentang sikap dan perilaku ditentang oleh sebuah tinjauan dari penelitian. Berdasarkan evaluasi sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan sikap-perilaku, peninjau menyimpulkan bahwa sikap tidak berhubungan dengan perilaku, atau paling banyak ada hubungan tapi sedikit . Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa sikap memprediksi perilaku masa depan secara signifikan dan memperkuat keyakinan semula dari Festinger bahwa hubungan tersebut bisa ditingkatkan dengan memperhitungkan variable-variabel pengait , yakni pentingnya sikap, kekhususannya, aksesibilitasnya, apakah ada tekanan-tekanan sosial, dan apakah seseorang mempunyai pengalaman langsung dengan sikap tersebut. Sikap yang penting adalah sikap yang mencerminkan nilai-nilai fundamental, minat diri, atau identifikasi dengan individu atau kelompok yang dihargai oleh seseorang. Sikap-sikap yang dianggap penting oleh individu cenderung menunjukkan yang kuat dengan perilaku. Semakin khusus sikap tersebut maka semakin khusus perilaku tersebut , dan semakin kuat hubungan antara keduanya. Sikap yang mudah diingat cenderung lebih bisa digunakan untuk memprediksi perilaku bila dibandingkan sikap yang tidak bisa diakses dalam ingatan. Ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku keungkinan besar muncul ketika tekanan social untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu memiliki kekuatan yang luar biasa. Kesimpulannya , hubungan sikap-perilaku mungkin sekali mejadi jauh lebih kuat apabila sebuah sikap merujuk pada sesuatu, dimana individu tersebut mempunyai pengalaman pribadi secara langsung.

Teori persepsi diri (self-perception theory), adalah pandangan tentang sikap yang digunakan setelah melakukan sesuatu untuk memahami tindakan yang telah terjadi. Sikap kerja berisi evaluasi positif atau negatifyang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka , aspek-aspek lingkungan kerja meliputi tiga sikap, yaitu:
- Sikap kepuasan kerja (job satisfaction), yaitu sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Seseorang memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi, berarti memiliki perasaan positif tentang pekerjaan itu.

- Sikap keterlibatan pekerjaan (job involvement), yaitu keterlibatan pekerjaan yang mengukur tingkatan sampai mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan pemberian wewenang yang tinggi benar-benar berhubungan dengan organisasional dan kinerja pekerjaan., dan telah diketahui bahwa keterlibatan pekerjaan yang tinggi berhubungan dengan ketidakhadiran yang lebih sedikit dan angka pengunduran diri yang lebih rendah. Karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.

- Sikap Komitmen Organisasional (organizational commitment), yaitu suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

Dalam komitmen organisasional ada tiga dimensi yang terpisah :
1. Komitmen Afektif (affective commitment), perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Contoh: seorang karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya karena keterlibatannya dengan hewan-hewan.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), nilai ekonomi yang dirasa sebagai akibat dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Contoh : seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3. Komitmen normative (normative commitment), kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Contoh : seorang karyawan yang memelopori sebuah inisiatif baru, mungkin bertahan dengan seorang pemberi kerja karena ia merasa “ meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sulit “ bila ia pergi.

Suatu penelitian menemukan bahwa komitmen afektif adalah pemrediksi berbagai hasil ( persepsi karakteristik tugas, kepuasan karier, dan niat untuk pergi). Hasil-hasil yang lemah untuk komitmen berkelanjutan adalah masuk akal karena hal ini sebenarnya bukan merupakan sebuah komitmen yang kuat .
Sikap kerja yang lain, dukungan organisasional yang dirasakan (perceived organizational support - POS) adalah, tingkat sampai mana karyawan yakin organisasi menghargai kontribsi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Contoh : seorang karyawan yakin bahwa organisasinya akan mengakomodasi dirinya apabila ia mempunyai masalah pengasuhan anak atau akan memaafkan kesalahan yang jujur dipihaknya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi mereka bersikap suportif ketika penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawas mereka dianggap suportif. Sebuah konsep yang paling baru adalah keterlibatan karyawan (employee engagement), yaitu keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme individual dengan kerja yang mereka lakukan. Contoh : seseorang mungkin mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang ketersediaan sumber dan peluang untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru, apakah mereka merasa kerja mereka penting dan berarti , dan apakah interaksi mereka dengan rekan-rekan kerja dan pengawas mereka menguntungkan.

Survei sikap, adalah upaya mendapatkan respon dari karyawan mealui kuesioner mengenai peraasaan mereka terhadap pekerjaan, tim kerja, penyelia dan, organisasi. Hasil survei sikap seringkali mengejutkan manajemen. Contoh : manajer di Heavy-Duty Dvision Springfield Remanufacturing berpikir bahwa segalanya sangat bagus, karena karyawan terlibat secara aktif didalam keputusan divisi dan profitailitas adalah tertinggi dalam sebuah perusahaan, manajemen beranggapan bahwa moral yang ada juga tinggi. Untuk meyakinkan karyawan, manajemen mengadakan sebuah sirvei sikap yang singkat. Karyawan ditanyai apakah mereka setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan berikut : (1). Di tempat kerja opini anda berarti; (2). Anda sekalian yang ingin menjadi seorang pemimpin diperusahaan ini mempunyai peluang untuk menjadi seorang pemimpin; dan (3). Dalam enam bulan terakhir, seseorang berbicara kepada anda tentang perkembangan pribadi anda. Dalam survei tersebut, 43 persen tidak setuju dengan pernyataan yang pertama, 48 persen dengan yang kedua, dan 63 persen dengan yang ketiga. Manajemen sangat terkejut, bagaimana hal ini dapat terjadi ? Penggunaan survei sikap secara teratur memberi manajer umpan balik yang berharga mengenai bagaimana karyawan menerima kondisi kerja mereka. Kebijaksanaan dan praktek yang dianggap objektif dan adil oleh manajemen mungkin dianggap tidak adil oleh karyawan pada umumnya atau oleh kelompok karyawan tertentu. Apabila persepsi yang menyimpang ini menimbulkan sikap negatif tentang pekerjaan dan organisasi, adalah penting bagi manajemen untuk mengetahuinya. Penggunaan survey sikap regular bisa lebih awal menyiagakan manajemen terhadap masalah-masalah potensial dan niat-niat para karyawan sehingga tindakan bisa diambil untuk mencegah berbagai akibat negatif.

Seperti apakah program keberagaman di tempat kerja dan bagaimana hal ini menyampaikan perubahan sikap ? Hampir semuanya meliputi fase evaluasi diri . Individu didesak untuk memeriksa diri sendiri serta menghadapi stereotip etnis dan cultural yang mungkin merek miliki. Aktivitas tambahan yang dirancang untuk mengubah sikap termasuk mengatur individu untuk melakukan pekerjaan sukarela di pusat-pusat layanan soaial atau masyarakat guna bertemu secara langsung dengan individu atau kelompok dari latar balakang yang berbeda serta mengguakan latihan yang membiarkan para patisipan merasakan seperti apakah menjadi berbeda itu. Contoh : ketika individu berpartisipasi dalam latihan Blue Eyes – Brown Eyes (mata biru – mata coklat), dimana individu dipisahkan dan dipandang sebagai strereotip menurut warna mata mereka, para partisipan mengetahui seperti apakah rasanya dinilai oleh sesuatu atas mana mereka tidak mempunyai kendali. Bukti menyatakan latihan ini mengurangi sikap negatif terhadap individu yang berbeda dari para partisipan.

2. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Sebuah pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acapkali kurang ideal dan sebagainya. Jadi penilaian seorang karyawan tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sejumlah elemen pekerjaan yang berlainan.

Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur konsep tentang kepuasan kerja:
- Penilaian tunggal secara umum, dengan cara meminta individu untuk merespon satu pertanyaan, seperti “Dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puaskah diri anda dengan pekerjaan anda?”Kemudian para responden menjawab dengan cara melingkari sebuah angka antara 1 dan 5 yang cocok dengan jawaban dari “sangat puas” sampai “sangat tidak puas”. Metode ini tidak memakan waktu.
- Penyajian akhir aspek pekerjaan, ini lebih rumit, dengan mengidentifikasi elemen-elemen penting dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan tentang setiap elemen. Faktor-faktor yang akan dimasukkan adalah sifat pekerjaan, pengawasan, bayaran saat ini, peluang promosi, dan hubungan dengan rekan-rekan kerja. Semua faktor dinilai berdasarkan skala standar kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai kepuasan kerja. Metode ini berfokus pada keberadaan masing-masing masalah sehingga lebih mudah untuk menangani karyawanyang tidak bahagia serta menyelesaikan masalah dengan lebih cepat dan akurat.

Hasil perbandingan penilaian global satu pertanyaan dengan metode penyajian akhir dengan faktor-faktor pekerjaan yang lebih panjang , menunjukkan bahwa pada dasarnya yang pertama sama validnya dengan yang terakhir. Penjelasan terbaik untuk hasil ini adalah konsep kepuasan kerja yang pada dasarnya begitu luas sehingga satu pertanyaan menangkap intinya.

Pada kenyataannya, dari segi kepuasan kerja (kerja itu sendiri, bayaran, kenaikan jabatan, pengawasan, dan rekan kerja), menikmati kerja itu sendiri hamper selalu merupakan segi yang paling berkaitan erat dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi secara keseluruhan. Pekerjaan menarik yang memberikan pelatihan, variasi, kemerdekaan, dan kendali memuaskan sebagian besar karyawan. Ini berarti sebagian besar individu lebih menyukai kerja yang menantang dan membangkitkan semangat dari pada kerja yang dapat diramalkan dan rutin.

Masalah bayaran acapkali diutarakan ketika mendiskusikan kepuasan kerja, karena keduanya memiliki suatu hubungan yang menarik . Untuk individu yang miskin yang hidupya dibawah garis kemiskinan, atau yang hidup di negara-negara miskin , upah sangat berhubungan dengan kepuasan kerja dan kebahagiaan secara keseluruhan. Tetapi setelah seorang individu mencapai satu tingkat kehidupan yang nyaman (di AS sekitar $40.000 per tahun) hubungan tersebut sebenarnya menghilang. Dengan kata lain individu yang mendapat $80.000, rata-rata tidak lebih bahagia dengan pekerjaan mereka bila dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan bayaran mendekati $40.000. Seorang peneliti tidak dapat menemukan berbedaan yang signifikan ketika ia membandingkan kesejahteraan orang-orang paling kaya dalam daftar Forbes 400 dengan para peternak Maasai di Afrika Timur.

Kepuasan kerja tidak hanya berkaitan dengan kondisi pekerjaan, tetapi kepribadian juga berperan. Contoh : beberapa individu dipengaruhi untuk menyukai hampir segala hal, dan individu lain merasa tidak senang bahkan dalam pekerjaan yang tampaknya sangat hebat. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempunyai kepribadian negative (mereka yang cenderung galak, kritis dan negatif) biasanya kurang puas dengan pekerjaan mereka.

Ada Konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Ada empat respons kerangka tersebut,yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi : konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, berikut adalah respons tersebut :
• Keluar (exit), perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri)
• Aspirasi (voice), secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
• Kesetiaan (loyalty), secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang benar”
• Pengabdian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus menerus, kurang usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.
Berikut adalah hasil yang lebih spesifik dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja :
- Kepuasan Kerja dan Kinerja. Menurut mitos, Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut, akan tetapi beberapa peneliti percaya bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos manajemen. Hal ini terlihat pada penelitian ketika kita pindah dari tingkat individual ketingkat orgnisasi, kita juga menemukan dukungan untuk hubungan kepuasan kerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan kerja keseluruhan dikumpulkan untuk organisasi, kita menemukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang mempunyai karyawan yang kurang puas.
- Kepuasan Kerja dan OCB (organizational citizenship behavior). Karyawan yang puas cenderung berbicara secara positif tentang organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu karyawan yang puas mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka igin merespon pengalaman positif mereka. Bukti terbaru menunjukkan bahwa kepausan mempengaruhi OCB, tetapi melalui persepsi-persepsi keadilan. Terdapat hubungan keseluruhan yang sederhana antara kepuasan kerja dan OCB, tetapi kepuasan tidak berkaitan dengan OCB ketika keadilan diperhitugkan karena kepuasan kerja tergantung pada gambaran mengenai hasil, perlakuan, dan prosedur-prosedur yang adil. Kepuasan anda cenderung menurun dan tidak signifikan ketika anda tidak merasa bahwa pengawas anda, prosedur organisasi atau kebijaksanaan bayaran tidak adil.
- Kepuasan Kerja dan Kepuasan pelanggan. Bukti menunjukkan bahwa karyawan yang puas bisa meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan, karena dalam organisasi, jasa pemeliharaan dan peninggalan pelanggan sangat bergantung pada bagaimana karyawan garis depan berhubungan dengan pelanggan. Karyawan yang merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang dihargai oleh para pelanggan, karena karyawan yang puas tidak mudah berpindah kerja, dan pelanggan akan menemui wajah-wajah yang familiar dan menerima layanan yang berpengalaman. Kualitas ini membangunkepuasan dan kesetian pelanggan. Hubungan tersebut juga dapat diterapkan sebaliknya, pelanggan yang tidak puas bisa meningkatkan ketidakpuasan kerja seorang karyawan. Karyawan yang mempunyai hubungan tetap dengan pelanggan melaporkan bahwa pelanggan yang kasar, tidak mempertimbangkan orang lain, atau menuntut dengan tidak masuk akal akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Contohnya terlihat pada perusahaan yang berorientasi jasa, sepertiFedEx, Southwest Airlaines, Four Seasons Hotels, American Express, dan Office Depot, terobsesi untuk menyenangkan pelanggan mereka. Perusahaan ini berusaha mempekerjakan karyawan yang ceria dan ramah, melatih karyawan demi kepentingan layanan pelanggan, menghargai layanan pelanggan, memberikan suasana kerja yang positif, dan memantau kepuasan karyawan secara tetap melalui survei-survei sikap.
- Kepuasan Kerja dan Ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas cenderung melalaikan pekerjaan dan factor-faktor lain memiliki pengaruh pada hubungan tersebut dan mengurangi koefisien korelasi. Contoh : Organisasi yang memberikan tunjangan cuti sakit secara bebas berupaya membesarkan hati semua karyawan mereka, termasuk mereka yang merasa sangat puas untuk mengambil cuti. Anggap saja bahwa seorang karyawan mempunyai sejumlah minat yang beragam, karyawan itu merasa kerja tersebut memuaskan namun masih meninggalkan kerja untuk menikmati tamasya akhir pekan selama tiga hari tanpa sanksi. Sebuah penelitian di Chicago menunjukkanbahwa pekerja yang mempunyai skor kepuasan tinggi memiliki kehadiran yang jauh lebih tinggi dari pada mereka yang mempunyai tingkat kepuasan yang lebih rendah. Penemuan ini benar-benar apa yang kita harapkan apabila kepuasan berhubungan secara negative dengan ketidakhadiran.
- Kepuasan Kerja dan Perputaran Karyawan. Bukti menunjukkan bahwa sebuah pengait penting dari hubungan kepuasan perputaran karyawan adalah tingkat kinerja karyawan, khususnya tingkat kepuasan tidak begitu penting dalam memprediksi perputaran karyawan untuk pekerja-pekerja ulung. Organisasi biasanya melakukan banyak upaya untuk mempertahankan orang-orang ini, mereka mendapatkan kenaikkan bayaran, pujian, pengakuan, peluang promosi yang meningkat dan lain-lain. Hal sebaliknya terjadi pada pekerja yang tidak baik, organisasi hanya mengerahkan sedikit usaha untuk memelihara mereka, bahkan mungkin ada tekanan-tekanan halus untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu kita akan berharap bahwa kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi pekerja yang tidak baik untuk tinggal bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja ulung. Tanpa memerhatikan tingkat kepuasan, yang terakhir memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk tinggal dengan organisasi karena pengakuan, pujian dan penghargaan-penghargaan lain memberi mereka lebih banyak alasan untuk tinggal.
- Kepuasan Kerja dan Perilaku Menyimpang di Tempat Kerja. Para peneliti berpendapat bahwa perilaku adalah indicator sebuah sindrom yang lebih luas, yang disebut perilaku menyimpang di tempat kerja (penarikan diri karyawan). Kuncinya adalah apabila karyawan tidak menyukai lingkungan kerja mereka, entah bagaimana mereka akan merespons, dan tidak selalu mudah untuk meramalkan dengan pasti bagaimana mereka akan merespons. Seorang pekerja mungkin akan keluar, tetapi untuk pekerja yang lain mungkin merespons dengan menggunakan jam kerja untuk menjelajahi internet, membawa pulang persediaan ditempat kerja untuk penggunaan pribadi, dan sebagainya. Apabila para pemberi kerja ingin mengendalikan konsekuensi yang tidak diinginkan dari ketidakpuasan kerja, mereka lebih baik menyelesaikan sumber masalahnya, dan ketidakpuasannya daripada berusaha mengendalikan respons-respons yang berbeda.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Seorang manajer harus tertarik pada sikap para karyawan, karena sikap tersebut memberikan peringatanakan masalah-masalah potensial dan pengaruh terhadap perilaku, mereka juga akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Mengingat manajer ingin menekan angka pengunduran diri dan ketidakhadiran terutama diantara karyawan yang lebih produktif , mereka ingin melakukan hal- hal yang akan menghasilkan sikap kerja positif. Hal terpenting yang bisa dilakukan para manajer untuk meningkatkan kepuasan karyawan adalah berfokus pada bagian-bagian intrinsic pekerjaan, seperti membuat kerja tersebut menjadi menantang dan menarik. Meskipun bayaran yang rendah kemungkinan besar tidak akan menarik karyawan berkualitas tinggi atau mempertahankan pakerja-pekerja baik, para manajer harus sadar bahwa bayaran yang tinggi tidak mungkin menghasilkan lingkungan kerja yang memuaskan. Manajer juga harus sadar bahwa karyawan akan berusaha mengurangi ketidaksesuaian kognitif, lebih penting ketidaksesuaian bisa diatur. Apabila karyawan diharuskan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang tampaknya tidak konsisten dengan mereka atau yang berlawanan dengan sikap mereka, tekanan-tekanan untuk mengurangi ketidaksesuaian berkurang ketika karyawan merasa bahwa ketidaksesuaian tersebut dibebankan secara eksternal dan berada di luar kendali mereka atau apabila penghargaan-penghargaan tersebut cukup signifikan untuk mengimbangi katidaksesuaian tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins Stephen. P – Judge Timothy A. , “Perilaku Organisasi” Organizational Bahavior, Buku I, Edisi 12, Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2008
2. Sumber-sumber lain dari internet



Semoga bermanfaat,.,,.,.,.