Tampilkan postingan dengan label Perilaku Organisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perilaku Organisasi. Tampilkan semua postingan

Manajemen Perubahan

Dikaitkan dengan konsep ‘globalisasi”, maka Michael Hammer dan James Champy menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu customer, competition, dan change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan. Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif. 

Masalah dalam perubahan
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. 
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya. 

Mengapa perubahan ditolak ?
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional. 

Resistensi Individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.



KEBIASAAN . Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan. 



RASA AMAN. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.



FAKTOR EKONOMI. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur. 



TAKUT AKAN SESUATU YANG TIDAK DIKETAHUI. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keragu-raguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan. 



PERSEPSI. Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.


Resistensi Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan.



INERSIA STRUKTURAL
Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu. 



FOKUS PERUBAHAN BERDAMPAK LUAS
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.



INERSIA KELOMPOK KERJA
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.



ANCAMAN TERHADAP KEAHLIAN
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar. 



ANCAMAN TERHADAP HUBUNGAN KEKUASAAN YANG TELAH MAPAN.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.



ANCAMAN TERHADAP ALOKASI SUMBERDAYA
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.


Taktik Mengatasi Penolakan Atas Perubahan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan, yaitu : 
  1. Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
  2. Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
  3. Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
  4. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
  5. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
  6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan. 

Pendekatan dalam Manajemen Perubahan Organisasi
Pendekatan klasik yang dikemukaan oleh Kurt Lewin mencakup tiga langkah. Pertama : UNFREEZING the status quo, lalu MOVEMENT to the new state, dan ketiga REFREEZING the new change to make it pemanent . 



Selama proses perubahan terjadi terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung dan yang menolak . Melalui strategi yang dikemukakan oleh Kurt Lewin, kekuatan pendukung akan semakin banyak dan kekuatan penolak akan semakin sedikit.

Unfreezing : Upaya-upaya untuk mengatasi tekanan-tekanan dari kelompok penentang dan pendukung perubahan. Status quo dicairkan, biasanya kondisi yang sekarang berlangsung (status quo) diguncang sehingga orang merasa kurang nyaman.

Movement : Secara bertahap (step by step) tapi pasti, perubahan dilakukan. Jumlah penentang perubahan berkurang dan jumlah pendukung bertambah. Untuk mencapainya, hasil-hasil perubahan harus segera dirasakan.

Refreezing : Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai, stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Jika berhasil maka jumlah penentang akan sangat berkurang, sedangkan jumlah pendudung makin bertambah.



Allahu 'alam bishawab......
Sumber : home.unpar.ac.id/~hasan/MANAJEMEN%20PERUBAHAN.do
Read More..

Pengertian Pengembangan Organisasi

Pengembangan Organisasi

Lebih dikenal dengan organization development (OD) .Pengertian pokok OD adalah perubahan yang terencana (planned change).Perubahan , dalam bentuk pembaruan organisasi dan modernisasi, terus menerus terjadi dan mempunya pengaruh yang sangat dominan dalam masyarakat kini. Organisasi beserta warganya, yang membentuk masyakat modern , mau tidak mau harus beradaptasi terhadap arus perubahan ini. Perubahan perubahan yang terjadi pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam empat katagori , yaitu perkembangan teknologi, perkembangan produk, ledakan ilmu pengetahuan dan jasa yang mengakibatkan makin singkatnya daur hidup produk,serta perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku, gaya hidup, nila nila dan harapan tiap orang. 
Untuk dapat bertahan , organisasi harus mampu mengarahkan warganya agar dapat beradaptasi dengan baik dan bahkan agar mampu memanfaatkan dampak positif dari berbagai pembaruan tersebut dengan pengembangan diri dan pengembangan organisasi. Proses mengarahkan warga organisasi dalam mengembangkan diri menghadapi perubahan inilah yang dikenal luas sebagai proses organization development (OD).

Karena menyangkut perubahan sikap, persepsi,perilaku dan harapan semua anggota organisasi, OD di definisikan sebagai upaya pimpinan yang terencana dalam meningkatkan efektivitas organisasi, dengan menggunakan cara intervensi (oleh pihak ketiga) yang didasarkan pada pendekatan perilaku manusia. Dengan kata lain penerapan OD dalam organisasi dilakukan dengan bantuan konsultan ahli, sistemis ,harus didukung oleh pimpinan serta luas aplikasinya.

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
• Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
• Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi.



Sasaran OD
Atas dasar asumsi asumsi diatas, proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi
2. hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Tahap tahap Penerapan OD
Dalam menerapkan OD , organisasi memerlukan konsultan yang ahli dalam bidang perilaku dan pengembangan organisasi. Konsultan tersebut bersifat sebagai agen pembaruan (agent of change), dan fungsi utamanya adalah membantu warga organisasi menghadapi perubahan, melalui teknik teknik OD yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut. Proses penerapan OD dilakukan dalam empat tahap :
1. Tahap pengamatan sistem manajemen atau tahap pengumpulan data. Dalam tahap ini konsultan mengamati sistem dan prosedur yang berlaku di organisasi termasuk elemen elemen di dalamnya seperti struktur, manusianya, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan situasi keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah:
1. Fungsi utama tiap unit organisasi
2. Peran masing masing unit dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi
3. Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan dalam masing masing unit
4. Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar – kelompok dan antar individu dalam organisasi
2. Tahap diagnosis dan umpan balik. Dalam tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing masing elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang umum digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen elemen tersebut, diantaranya :
1. Kemampuan beradaptasi, yaitu kemampuan mengarahkan kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi
2. Tanggung jawab : kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi
3. Identitas : kejelasan misi dan peran masing masing unit
4. Komunikasi ; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam organisasi
5. Integrasi ; hubungan baik dan efektif antar-pribadi dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis
6. Pertumbuhan ; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan eksperimen dan pembaruan , serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran utama
3. Tahap pembaruan dalam organisasi. Dalam tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi, bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
4. Tahap implementasi pembaruan. Tahap akhir dalam penerapan OD adalah pelaksanaan rencana pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Dalam tahap ini konsultan bekerja secara penuh dengan staf manajemen dan para penyelenggra. Kegiatan implementasi perubahan meliputi :
1. perubahan struktur
2. perubahan proses dan prosedur
3. penjabaran kembali secara jelas tujuan serta sasaran organisasi
4. penjelasan tentang peranan dan misi masing- masing unut dan anggota dalam organisasi

Teknik teknik OD
Ada berbagai teknik yang dirancang para ahli, dengan tujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi serta bekerja secara efektif, antar-individu maupun antar-kelompok dalam organisasi. Beberapa teknik yang sering digunakan berikut ini.
• Sensitivity training, merupakan teknik OD yang pertama diperkenalkan dan ayang dahulu paling sering digunakan. Teknik ini sering disebut juga T-group. Dalam kelompok kelomok T (singkatan training) yang masing masing terdiri atas 6 – 10 peserta, pemimpin kelompok (terlatih) membimbing peserta meningkatkan kepekaan (sensitivity) terhadap orang lain, serta ketrampilan dalam hubunga antar-pribadi.
• Team Building, adalah pendekatan yang bertujuan memperdalam efektivitas serta kepuasaan tiap individu dalam kelompok kerjanya atau tim. Teknik team building sangat membantu meningkatkan kerjasama dalam tim yang menangani proyek dan organisasinya bersifat matriks.
• Survey feedback. Dalam teknik sruvey feedback. Tiap peserta diminta menjawab kuesioner yang dimaksud untuk mengukur persepsi serta sikap mereka (misalnya persepsi tentang kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan mereka). Hasil surveini diumpan balikkan pada setiap peserta, termasuk pada para penyelia dan manajer yang terlibat. Kegiatan ini kemudian dilanjutkan dengan kuliah atau lokakarya yang mengevaluasi hasil keseluruhan dan mengusulkan perbaikan perbaikan konstruktif.
• Transcational Analysis (TA). TA berkonsentrasi pada gaya komunikasi antar-individu. TA mengajarkan cara menyampaikan pesan yang jelas dan bertanggung jawab, serta cara menjawab yang wajar dan menyenangkan. TA dimaksudkan untuk mengurangi kebiasaan komunikasi yang buruk dan menyesatkan.
• Intergroup activities. Fokus dalam teknik intergroup activities adalah peningkatan hubungan baik antar-kelompok.Ketergantungan antar kelompok , yang membentuk kesatuan organisasi, menimbulkan banyak masalah dalam koordinasi. Intergroup activities dirancang untuk meningkatkan kerjasama atau memecahkan konflik yang mungkin timbul akibat saling ketergantungan tersebut.
• Proses Consultation. Dalam Process consultation, konsultan OD mengamati komunikasi , pola pengambilan keputusan , gaya kepemimpinan, metode kerjasama, dan pemecahan konflik dalam tiap unit organisasi. Konsultan kemudian memberikan umpan balik pada semua pihak yang terlibat tentang proses yang telah diamatinya , serta menganjurkan tindakan koreksi.
• Grip OD. Pendekatan grip pada pengembangan organisasi di dasarkan pada konsep managerial grip yang diperkenalkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Konsep ini mengevaluasi gaya kepemimpinan mereka yang kurang efektif menjadi gaya kepemimpinan yang ideal, yang berorientasi maksimum pada aspek manusia maupun aspek produksi.
• Third-party peacemaking. Dalam menerapkan teknik ini, konsultan OD berperan sebagai pihak ketiga yang memanfaatkan berbagai cara menengahi sengketa, serta berbagai teknik negosiasi untuk memecahkan persoalan atau konflik antar-individu dan kelompok.
Kesimpulan :
PENGEMBANGAN ORGANISASI
Ada beberapa pengertian mengenai Pengambangan Organisasi, yaitu ;
1. PO merupakan suatu proses yang meliputi serangkaian perencanaan perubahan yang sistematis yang dilakukan secara terus-menerus oleh suatu organisasi
2. PO merupakan suatu pendekatan situasional atau kontingensi untuk meningkatkan efektifitas organisasi
3. PO lebih menekankan pada system sebagai sasaran perubahan
4. PO meliputi perubahan yang sengaja direncanakan
Pengembangan organisasi mengukur prestasi suatu organisasi dari segi efisiensi, efektifitas dan kesehatan :
1. Efisien dapat diukur dengan perbandingan antara masukan dan keluaran, yang mengacu pada konsep Minimaks (Masukan minimum dan keluaran maksimum).
2. Efektifitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya artinya kesejahteraan tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
3. Kesehatan organisasi adalah suatu fungsi dari sifat dan mutu hubungan antara para individu dan organisasi yaitu hubungan yang dinamis dan adaptabilitas





Tujuan Pengembangan Organisasi ;
1. Menciptakan keharmonisan hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi
2. Menciptakan kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka
3. Menciptakan keterbukaan dalam berkomunikasi
4. Merupakan semangat kerja para anggota organisasi dan kemampuan mengendalikan diri

Sifat-sifat dasar PO :
1. PO merupakan suatu strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional, perubahan yang dimaksud harus mempunyai sasaran yang jelas dan didasarkan pada suatu diagnosis yang tepat mengenai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi
2. PO harus berupa kolaborasi antara berbagai pihak yang akan mengalami dampak perubahan yang akan terjadi, keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi harus mendapat perhatian
3. Program PO menekankan cara-cara baru yang diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota organisasi
4. PO mengandung nilai-nilai humanistic dalam arti bahwa dalam meningkatkan efektifitas organisasi, potensi manusia harus menjadi bagian yang penting
5. PO menggunakan pendekatan kesisteman yang berarti selalu memperhitungkan pentingnya inter relasi, interaksi dan inter dependensi
6. PO menggunakan pendekatan ilmiah untuk mencapai efektivitas organisasi
Nilai-nilai dalam PO :
1. Penghargaan akan orang lain
2. Percaya dan mendukung orang lain, sedangkan individu sendiri harus mempunyai tanggung jawab
3. Pengamanan kekuasaan (mengurangi tekanan pada wewenang)
4. Konfrontasi (masalah yang tidak disembunyikan)
5. Partisipasi (melibatkan orang-orang yang mempunyai potensi dalam proses pengembangan organisasi).

Proses Pengembangan Organisasi ;
1. Pengenalan masalah
2. Diagnosis Organisasional
3. Pengembangan strategi perubahan
4. Intervensi
5. Pengukuran dan Evaluasi

Sasaran pengembangan organisasi.
Proses pengembangan organisasi diterapkan dengan sasaran :
1. Hubungan yang lebih efektif antara departemen , divisi dan kelompok kelompok kerja dalam organisasi.
2. Hubungan pribadi yang lebih efektif antara manajer dan karyawan pada semaua jenjang organisasi
3. Terhapusnya hambatan hambatan komunikasi antara pribadi dan kelompok
4. Berkembangnya iklim yang ditandai dengan saling percaya, dan keterbukaan yang dapat memotivasi serta menantang anggota organisasi untuk lebih berprestasi

Teori dan praktik OD didasarkan pada beberapa asumsi penting yakni :
 Manusia sebagai individu, Dua asumsi penting yang mendasari OD adalah bahwa manusia memiliki hasrat berkembang dan kebanyakan orang tidak hanya berpotensi , dan berkeinginan untuk berkontribusi sebanyak mungkin pada organisasi. OD bertujuan untuk menghilangkan faktor faktor dalam organisasi yang menghambat perkembangan dan menghalangi orang untuk berkontribusi demi tercapainya sasaran organisasi.
 Manusia sebagai anggota dan pemimpin kelompok. Organisasi yang menerapkan OD harus berasumsi bahwa setiap orang dapat diterima dan diakui perannya oleh kelompok kerjanya. Dalam organisasi perlu ditumbuhkan keterbukaan agar para anggotanya dapat dengan leluasa mengungkapkan perasaannya dan pikirannya. Dalam keterbukaan , orang akan mendapatkan kepuasaan kerja yang lebih tinggi, sehingga dengan demikian performansi kelompok akan lebih efektif.
 Manusi sebagai wadah organisasi. Hubungan antar kelompok – kelompok dalam organisasi menentukan efektivitas masing masing kelompok tersebut. Misalnya bila komunikasi antar-kelompok hanya terjadi pada tingkat manajernya , koordinasi dan kerjasama akan kurang efektif daripada bila segenap anggota kelompok terlibat dalam interaksi
Referensi 
1. Smith, A. (1998), Training and Development in Australia. 2nd ed. Smith, A. (1998), Pelatihan dan Pengembangan di Australia. 2nd ed. 261. 261. Sydney: Butterworths. Sydney: Butterworths. 
2. Richard Arvid Johnson. Management, systems, and society : an introduction . Richard Arvid Johnson. Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. 
3. Richard Beckhard (1969). Organization development: strategies and models Richard Beckhard (1969). Pembangunan Organisasi: strategi dan model. Reading, Mass.: Addison-Wesley. Reading, Mass: Addison-Wesley. pp. 114. hlm. 114. 
4. Wendell L French; Cecil Bell. Organization development: behavioral science interventions for organization improvement . Wendell L perancis; Cecil Bell. Organisasi pengembangan: ilmu perilaku organisasi intervensi untuk perbaikan. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. 
5. Richard Arvid Johnson (1976). Management, systems, and society : an introduction . Richard Arvid Johnson (1976). Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. pp. 223–229. hal. 223-229. 
6. Bradford, DL & Burke, WW eds, (2005). Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. Bradford, DL & Burke, WW eds, (2005). Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. 
7. Bradford, DL & Burke, WW(eds), 2005, Reinventing Organization Development. Bradford, DL & Burke, WW (eds), 2005, Reinventing Organization Development. San Francisco: Pfeiffer. San Francisco: Pfeiffer. 
8. deKler, M. (2007). DeKler, M. (2007). Healing emotional trauma in organizations: An OD Framework and case study. Penyembuhan trauma emosional dalam organisasi: Sebuah OD Framework dan studi kasus. Organizational Development Journal, 25(2), 49-56. Organizational Development Journal, 25 (2), 49-56. 
9. Kurt Lewin (1958). Group Decision and Social Change . Kurt Lewin (1958). Group Keputusan dan Perubahan Sosial. New York: Holt, Rinehart and Winston. New York: Holt, Rinehart and Winston. pp. 201. hal. 201. 
10. Richard Arvid Johnson (1976). Management, systems, and society: an introduction . Richard Arvid Johnson (1976). Manajemen, sistem, dan masyarakat: sebuah pengantar. Pacific Palisades, Calif.: Goodyear Pub. Pacific Palisades, Calif: Goodyear Pub. Co.. Co. pp. 224–226. hal. 224-226. 
11. Wendell L French; Cecil Bell (1973). Organization development: behavioral science interventions for organization improvement . Wendell L Perancis; Cecil Bell (1973). Pembangunan Organisasi: ilmu perilaku organisasi intervensi untuk perbaikan. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. chapter 8. Bab 8.


Read More..

Negosiasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seorang pemimpin sebuah organisasi harus memiliki kemampuan sebagai “decision maker”. Sangat sulit bila seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan tersebut walaupun memiliki kemampuan yang lain. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul bila tidak diputuskan dengan cepat dan tepat akan seringkali menjadi polemik dan konflik di dalam organisasi. Bila hal ini dibiarkan akan membuat organisasi mengalami kemunduran bahkan lambat laun akan hancur karena semua sumber daya yang ada energinya hanya terfokus hanya pada masalah-masalah konflik internal saja.Hal ini terjadi akibat situasi yang tidak kondusif dan perbedaan kepentingan serta ekspektasi yang terlalu jauh antara harapan dan kenyataan.
Situasi tersebut tentu saja sangat tidak diharapkan oleh organisasi manapun karena dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan berinteraksi dengan pihak lain dalam organisasi. Oleh karena itu seorang pemimpin harus tegas, cerdas dan tepat dalam mengambil keputusan dan dapat menaungi aspirasi para bawahannya. 
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer adalah kemampuan negosiasi. Kemampuan ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah atau konflik yang sering terjadi pada suatu pengambilan keputusan atau kebijakan. Memaksakan kehendak kepada orang lain ataupun menerima keputusan orang lain yang tidak disetujuinya bukan menjadi solusi yang efektif mengatasi konflik keputusan atau kebijakan. 


B. Permasalahan

Dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dapat ditemukan permasalahan sebagai berikut :
1. Mengapa seorang pemimpin harus memiliki decision maker?
2. Mengapa keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang manager sering kali mengakibatkan konflik?
3. Apa yang harus dilakukan oleh seorang manager untuk memanage konflik?
4. Apakah yang dimaksud dengan negosiasi?
5. Apakah seorang seorang manager harus memiliki kemampuan bernegosiasi?


C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan yang dikemukan di atas maka dalam makalah ini penulis hanya akan membahas permasalahan mengenai negosiasi, karakteristik negosiasi 



BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Konsep
Banyak cara untuk menyelesaikan konflik yang terjadi akibat pengambilan keputusan yang tidak tepat, diantaranya dengan melakukan negosiasi. Sayangnya pengetahuan dan pemahaman tentang negosiasi, tujuan maupun karakteristik negosiasi tidak dimiliki oleh semua manager, pimpinan organisasi maupun individu yang terlibat dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal tanpa kita sadari, setiap hari sesungguhnya kita telah melakukan negosiasi. Negosiasi adalah sesuatu yang dilakukan setiap saat dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan. 
Menurut Brian Finch kata negosiasi berasal dari bahasa latin yang berarti bisnis. Kata ini mengandung makna, dimana pembelian atau tawar menawar merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. 
Sedangkan pengertian Negosiasi menurut Pierre Casse adalah : 1) Proses komunikasi dua pihak, 2) Persepsi/ asumsi, kebutuhan, motivasi/ harapan berbeda, 3) Mencoba bersepakat demi kepentingan bersama. 
Definisi Negosiasi menurut Robert Heron dan Carolin Vandenabeele adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. 
Menurut Phil Baguley , dijelaskan tentang definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
Menurut Fisher dan Ury , negosiasi adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan yang berbeda.
Menurut Gary Goodpaster , negosiasi adalah proses interaksi dan komnikasi yang dinamis dan beraneka ragam, mengandung seni dan penuh rahasia untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap menguntungkan para pihak.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, negosiasi adalah (1) proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yg lain; (2) penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa. 
Sedangkan menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge, negosiasi adalah sebuah proses di mana dua pihak atau lebih melakukan pertukaran batang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya. 
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa negosiasi bukan sekedar alat untuk memenangkan kepentingan melalui proses tawar menawar atau konsensi tertentu tetapi sebagai proses merumuskan kepentingan yang mungkin ditawarkan kepada pihak lain tanpa mengurangi posisi dan martabatnya. 



B. Konsep Negosiasi

Negosiasi terjadi ketika kita melihat bahwa orang lain memiliki atau menguasai sesuatu yang kita inginkan. Tetapi hanya sekedar menginginkan saja tidaklah cukup. Kita harus melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang kita inginkan dari pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang kita miliki. Sedangkan agar negosiasi dapat terjadi dengan sukses, kita harus juga bersiap untuk memberikan atau merelakan sesuatu yang bernilai yang dapat kita tukar dengan sesuatu yang kita inginkan tersebut. 
Negosiasi memiliki sejumlah karakterisik utama, diantaranya adalah :
1. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
2. Memiliki ancaman terjadinya atau didalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
3. Menggunakan cara-cara pertukaransesuatu, baik berupa tawar menawar (bargain) maupun menukar (barter).
4. Hampir selalu berbentuk tatap muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
5. Negosiasi bisasanya menyangkut hal-hal di masa yang akan dating atau yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
6. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.

Jenis-jenis negosiator dilihat dari nilainya diantaranya adalah :
1. Value Claimers
Negosiasi adalah proses pertikaian, masing-masing pihak berusaha mendapatkan sebanyak mungkin jatah atau kemenangan dan memberikan sedikit mungkin jatah atau kemenangan bagi lawannya. Cara yang digunakan adalah taktik yang manipulatif, argumen yang memaksakan, konsesi terbatas dan tawar menawar yang alot.
2. Value Creators
Mengutamakan proses yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Mencoba untuk menciptakan nilai tambah bagi kedua belah pihak yang bernegosiasi. Cara yang digunakan adalah dengan mengembangkan hubungan yang kolaboratif, mengutamakan penyesuaian kepentingan kedua belah pihak, bersikap ramah dan kooperatif.

Dalam konteks organisasi, negosiasi dapat terjadi :
1. Antara dua orang, misalnya pada saat manajer dan bawahannya memututskan tanggal penyelesaian proyek yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
2. Di dalam kelompok, misalnya untuk mengambil keputusan kelompok atas suatu kasus
3. Antar kelompok, misalnya bagian pembelian dengan pemasok dalam kesepakatan harga, kualitas atau tanggal penyerahan barang.

Unsur-unsur Negosiasi:
• Ketergantungan dalam suatu tingkatan, antara pihak-pihak yang terlibat
• Ketidaksepakatan atau konflik (baik konflik nyata atau yang tersembunyi)
• Interaksi yang opurtunistik (setiap pihak punya keinginan untuk berusaha mempengaruhi orang lain)
• Kesepakatan

Tujuan Negosiasi :
• Tujuan Agresif, berusahan memperoleh keuntungan dari kerugian (damage) pihak lawan.
• Tujuan Kompetitif, berusaha memperoleh sesuatu yang lebih (getting more) dari pihak lawan
• Tujuan Kooperatif, berusaha memperoleh kesepakatan yang saling menguntungkan (mutual gain)
• Tujuan Pemusatan Diri, berusaha memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan penerimaan pihak lain.
• Tujuan Defensif, berusaha memperoleh hasil dengan menghindari yang negatif
• Tujuan Kombinasi



Paradigma Negosiasi;
1. Negosiasi Menang – Kalah (Win – Lose)
• Sudut pandang klasik yang memandang bargaining sebagai situasi win-lose, jika salah satu pihak menang maka pihak lain akan kalah
• Disebut juga negosiasi Zero – Sum atau negosiasi distributive
• Asumsi; sumber daya terbatas (limited resources) dan proses negosiasi untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan sumber daya tersebut

2. Negosiasi Menang – Menang (Win – Win)
• Sudut pandang modern yang memandang negosiasi sebagai situasi win-win, di mana kedua belah pihak mendapat keuntungan sebagai hasil dari negosiasi.
• Disebut juga negosiasi positive – sum atau negosiasi integrative

Strategi Negosiasi Integratif
• Menetapkan tujuan yang lebih tinggi
• Memisahkan antara orang dan masalah
• Lebih difokuskan pada kepentiingan bukan pada posisi
• Memunculkan pilihan-pilihan yang menguntungkan kedua belah pihak
• Menggunakan kriteria yang obyektif

Strategi-Strategi Negosiasi
1. No Concessions
Strategi ini bisa membahayakan karena umumnya pihak lawan menginginkan adanya kompromi. Strategi ini membuat proses negosiasi bersifat unilateral. Sekali posisi ini ditetapkan, kesepakatan akan tercapai hanya jika pihak lain menyetujui posisi tersebut.
Strategi ini dapat digunakan jika;
• Kekuatan tidak seimbang, jauh lebih kuat dari pihak lawan
• Berada pada posisi yang sangat lemah
• Ada kandidat lain yang menyetujui apa yang ditawarkan
• Waktu mendesak dan nilai moneter terlalu kecil

2. No Further Concessions
Strategi ini dapat diterapkan manakala pihak lawan dapat dipaksa untuk memutuskan kesepakatan akhir. Strategi ini hanya diterapkan setelah adanya kesepakatan-kesepakatan. Strategi dan teknik yang dapat digunakan untuk melawan strategi ini sama dengan yang digunakan untuk melawan strategi no concessions.

3. Making only deadlock – breaking concessions
Strategi ini dapat diterapkan jika resiko yang timbul karena ketidakpastian yang diterima. Deadlock adalah kondisi mati yang biasanya tercipta karena oposisi dari pihak yang tidak mau berkompromi memiliki kekuatan seimbang.

4. High realistic expectations with small systematic concessions
Strategi ini umumnya merupakan strategi yang paling berguna dalam proses negosiasi. Strategi ini diterapkan dengan jalan menawarkan permintaan yang tinggi dan kemudian sedikit demi sedikit memberikan kesepakatan-kesepakatan kecil secara realistik.

5. Concede first
Strategi ini adalah strategi negosiasi yang dijalankan dengan cara memberikan kesepakatan lebih dahulu hingga pada saatnya akan ada waktu untuk meminta imbalan. Strategi ini amat bermanfaat untuk menurunkan ketegangan, menciptakan goodwill dan mendorong suasana kerjasama dan kompromi.


6. Problem solving
Strategi ini yang digunakan untuk menciptakan prosedur kesepakatan guna memecahkan masalah yang telah diidentifikasi

7. Goals other than to reach agreement
Persetujuan atau agreement tidak harus merupakan hasil akhir yang ingin dicapai. Pada kondisi tertentu, persetujuan hanyalah merupakan satu tahap untuk mencapai tujuan yang lain. Misalnya persetujuan untuk tidak setuju atau setuju untuk ditunda.

8. Moving for close
Strategi ini umumnya digunakan untk menghindari kegagalan persetujuan total. Sebelum segala sesuatunya gagal, ada baiknya pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi melakukan usaha-usaha untuk menjembatani adanya perbedaan. Penyelesaian masalah kecil perlu disepakati agar negosiasi untuk memecahkan permasalahan pokok tidak harus dimulai dari awal lagi.

Negosiasi dengan Hati
Pada dasarnya negosiasi adalah cara bagaimana kita mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi kita dan emosi pihak lain. Di sinilah sering kali banyak diantara kita tidak menyadari bahwa negosiasi sebenarnya lebih banyak melibatkan apa yang ada di dalam hati atau jiwa seseorang. Ini seperti gambaran sebuah gunung es, di mana puncak yang kelihatan merupakan hal-hal yang formal, tuntutan yang dinyatakan dengan jelas, kebijakan atau prosedur perusahaan maupun hubungan atau relasi bisnis yang didasarkan pada hitungan untung rugi.
Sedangkan yang sering dilupakan dalam proses negosiasi adalah hal-hal yang tidak kelihatan, seperti misalnya hasrat, keinginan, perasaan, nilai-nilai maupun keyakinan yang dianut oleh individual yang terlibat dalam konflik atau yang terlibat dalam proses negosiasi. Hal-hal yang di dalam inilah justru seringkali menjadi kunci terciptanya negosiasi yang sukses dan efektif.

Negotiation Triangle
• HEART, yaitu karakter atau apa yang ada di dalam kita yang menjadi dasar dalam kita melakukan negosiasi
• HEAD, yaitu metode atau teknik-teknik yang kita gunakan dalam melakukan negosiasi
• HANDS, yaitu kebiasaan-kebiasaan dan perilaku kita dalam melakukan negosiasi yang semakin menunjukan jam terbang kita menuju keunggulan atau keahlian dalam bernegosiasi



BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Negosiasi merupakan istilah yang umum digunakan dalam dunia bisnis dan manajemen yang kemudian dalam perkembangannya diterapkan dalam bidang lain. Negosiasi bukan sekedar alat untuk memenangkan kepentingan melalui proses tawar menawar atau konsesi tertentu, tetapi sebagai proses merumuskan kepentingan yang mungkin ditawarkan kepada pihak lain tanpa mengurangi posisi dan martabatnya. 
Negosiasi tidak akan akan pernah mencapai kesepakatan atau keputusan positif kalau sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari kedua belah pihak, sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan. Karena itu, penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut berarti membuang waktu dan energi kita. 



Allahu 'alam bishawab.,.,.,.
Read More..

Negosiasi dan Gaya-Gaya Kerja

Secara populer negosiasi diartikan sebagai proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain; sedangkan pengertian yang lebih rinci menunjukkan bahwa negosiasi merupakan proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak terkait dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, negosiasi perlu dilihat dari konteks “antarbudaya” dari pihak-pihak yang melakukan negosiasi, dalam artian perlu kesediaan untuk saling memahami latar belakang, pola pemikiran, dan karakteristik masing- masing, serta kemudian berusaha untuk saling menyesuaikan diri. 

Di bawah ini akan diuraikan secara singkat pola perilaku negosiasi, keterampilan negosiasi, serta petunjuk bernegosiasi dengan pihak-pihak lain yang berlainan gaya kerjanya.
a. Pola-pola perilaku dalam negosiasi
    Dalam melakukan negosiasi, setiap pihak dapat menunjukkan empat pola perilaku sebagai berikut: 

  1. Moving against (pushing): menjelaskan memperagakan, mengarahkan, mengulang-ulangi, menjernihkan masalah, mengumpulkan perasaan, berdebat, menghimbau, menghakimi, tak menyetujui, menentang, menunjukkan pihak lain.
  2. Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, meringkaskan gagasan-gagasan pihak lain, menjajagi, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi, mengulangi kecaman-kecaman, mencari landasan bersama, mengungkapkan perasaan-perasaan orang lain.
  3. Moving away (withdrawing): menghindari konfrontasi, menghindari hubungan dan sengketa, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
  4. Not moving (letting be): mangamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, luwes, menyesuaikan diri dengan situasi dan menyukainya.

b. Keterampilan Negosiasi
Pierre Casse dalam “Training for the Cross Culture Mind” mengajukan lima keterampilan yang dikenal sebagai The Five International Negotiation Skills:

  1. Mampu melakukan empati dan mengambil suatu kejadian seperti pihak lain mengamatinya. Juga ada kesediaan untuk memahami sikap dan perilaku pihak lain dengan jalan memandangnya dari sudut pihak lain itu.
  2. Mampu menunjukkan faedah-faedah dari usulan pihak lain, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi menunjukkan kesediaan untuk merubah kondisi masing-masing.
  3. Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri terhadap situasi tak pasti dan tuntutan-tuntutan di luar perhitungan.
  4. Mampu mengungkapkan gagasan-gagasan sedemikian rupa, sehingga pihak lain akan memahami sepenuhya gagasan yang diajukan.
  5. Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri terhadap keinginan-keinginan pihak lain untuk mengurangi berbagai rintangan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Dari caranya melakukan negosiasi, kita dapat membedakan lima macam gaya kerja, yakni: gaya kerja komandan, gaya kerja birokrat, gaya kerja seniman, gaya kerja pelayan, gaya kerja pengawas sekolah. Khusus dalam melakukan negosiasi dengan pihak terkait, yakni kepala sekolah dan guru, pengawas perlu menyadari adanya unsur yang melandasi dan mewarnai proses negosiasi itu, yakni unsur pendidikan (edukatif). Yang dimaksud unsur pendidikan di sini adalah usaha untuk mengarahkan supervisi atau pihak-pihak yang disupervisi untuk senantiasa mengembangkan komitmen terhadap kebijaksanaan yang berlaku.
Unsur edukatif itulah yang perlu disadari oleh para pengawas dalam melakukan negosiasi dengan pihak kepala sekolah maupun guru. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pengawas sesuai dengan gaya kerja kepala sekolah dan guru adalah sebagai berikut.
1. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya kerja komandan

  • Binalah hubungan baik, di samping kegiatan negosiasi.
  • Hadapi dengan tenang dan jangan terpancing untuk bertengkar, perlihatkan minat terhadap apa yang diungkapkannya, serta tampilkan pula sikap yang tegas.
  • Himbau dan sentuh perasaannya.
  • Ajak berpikir lebih luas dan berargumentasi secara rasional.
  • Bersiap-siap lebih luas dan berargumentasi secara rasional.
  • Bersiap-siap untuk kompromi.

2. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya-gaya pelayan

  • Berbincang-bincang ringan dahulu, jangan langsung mulai dengan diskusi.
  • Utamakan kaitan antara usulan-usulan dengan orang-orang yang dipermasalahkan.
  • Tunjukkan dukungan para ahli dan tokoh-tokoh ternama.
  • Ungkapkan bagaimana pada waktu-waktu yang lalu gagasan itu berjalan dengan baik.
  • Himbau dan sentuh perasaannya dengan kejadian-kejadian di masyarakat.

3. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya-gaya birokrat

  • Seksamalah! Nyatakanlah fakta-fakta yang tepat berlaku.
  • Kaitkanlah usulan dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
  • Susunlah penyajian dalam urutan yang sistematis:
  • Latar belakang masalah
  • Situasi sekarang
  • Hasil
  • Analisislah berbagai pilihan dengan keunggulan dan kelemahannya
  • Tetap berpegang pada prosedur dan “potong kompas”

4. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya kerja seniman

  • Sediakan waktu yang cukup untuk berdiskusi, dan jangan mudah menjadi tak sadar bila ia agak menyimpang dari pokok pembicaraan.
  • Bicaralah secara konseptual, serta pusatkan perhatian pada situasi secara menyeluruh.
  • Rangsang imajinasi dan kreativitas mereka, dengan memikirkan masa depan dan mencari kemungkinan-kemungkinan baru.
  • Tekanlah keunikan dari gagasan yang diajukan.
  • Pahami nilai-nilai yang dianut dan kebutuhan-kebutuhannya serta hubungan hal itu dengan gagasan-gagasan yang diajukan.

5. Negosiasi dengan pihak yang menampilkan gaya kerja pengawas sekolah

  • Pergunakan logika dalam perdebatan.
  • Perkuat gagasan dengan fakta.
  • Analisis kaitan gagasan/usulan dengan situasi serta ungkapan keuntungan dan kerugiannya.
  • Bersikap obyektif dan terbuka.
  • Binalah hubungan baik setelah negosiasi.
Negosiasi yang dilakukan oleh pengawas harus berdasarkan pada pengetahuan yang menyeluruh terhadap gaya kerja atau kepribadian yang dimiliki rekan kerja, sehingga penanganan yang dilakukan dapat berhasil dengan baik dan diterima oleh semua pihak


allahu 'alam bishawab,.,.,.
Read More..

Training for the Cross-Culture Mind

Pierre Casse dalam “Training for the Cross-Culture Mind” mengajukan 5 [lima] ketrampilan yang disebut The Five International Negosiation Skill, yaitu ......
  1. Mampu melakukan empati dan mengambil suatu kejadian seperti pihak lain mengamatinya. Juga ada kesediaan untuk memahami sikap dan perilaku pihak lain dengan jalan memandangnya dari sudut pihak lain.
  2. Mampu menunjukkan faedah-faedah dari usulan pihak lain, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi menunjukkan kesediaan dalam merubah kondisi masing-masing.
  3. Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri terhadap situasi tak pasti dan tuntutan-tuntutan di luar perhitungan.
  4. Mampu mengungkapkan gagasan-gagasan sedemikian rupa, sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
  5. Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain, dan berusaha menyesuaikan diri terhadap keinginan-keinginan pihak lain dan mengurangi berbagai rintangan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Allahu 'alam bishawab,.,.,.,
Read More..

Kelompok dan Tim Kerja

Oleh Mamit Rohamit

Kelompok dan Tim Kerja

1) Definisi Kelompok
Kelompok didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling tergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran tertentu. Pendapat lain menyebutkan, “kelompok didefinisikan sebagai kumpulan 2 orang/lebih yang berinteraksi satu sama lain sedemikian rupa sehingga perilaku atau kinerja seseorang dipengaruhi oleh kinerja/perilaku anggota yang lain.”

2) Alasan Berkelompok
Ada sejumlah alasan mengapa seseorang mau bergabung dalam kelompok, diantaranya :
a) Rasa aman.
Dengan bergabung dalam kelompok seseorang mengharap akan merasa aman karena tidak sendirian lagi dalam menggapai harapan. Dengan adanya rasa aman ini maka orang akan dapat lebih aktif dan kreatif dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu, baik tujuan individu maupun tujuan kelompoknya.
b) Status dan harga diri.
Seseorang bergabung dalam kelompok untuk meningkatkan status atau harga dirinya. Dengan bergabung dalam kelompok tersebut maka anggota-anggotanya akan merasa harga diri dan statusnya menjadi semakin tinggi di masyarakat meskipun belum tentu masyarakat menilainya seperti itu.
c) Interaksi dan afiliasi.
Seseorang bergabung dalam kelompok untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar yaitu sosialisasi dan afiliasi. Manusia tidak akan merasa nyaman jika hidup sendirian, walaupun kebutuhan yang lain terpenuhi. Manusia membutuhkan teman untuk berbicara, berdiskusi, berbagi baik kebahagiaan maupun penderitaan. Manusia butuh teman untuk didengar pendapat, harapan dan cita-citanya.
d) Kekuatan.
Dengan bergabung dalam kelompok maka seseorang akan merasa memiliki kekuatan untuk meraih impian dan harapannya. Karena tidak sendirian lagi maka ia akan merasa kuat. Ia bisa berbagi, bisa meminta pendapat, nasihat, bahkan meminta tolong kepada anggota yang lain.
e) Pencapaian tujuan.
Dengan bergabung dalam kelompok, tujuan akan lebih mudah dicapai dibanding bila sendirian. Dengan bekerjasama, gotong royong, saling membantu, saling mendukung, saling menguatkan, tentu tujuan akan lebih mudah diraih dibanding bila dengan berfikir, bersikap dan berbuat sendiri.
f) Kekuasaan.
Dengan bergabung dalam kelompok maka seseorang berkesempatan untuk mempengaruhi orang lain. Kelompok memberi kekuasaan tanpa wewenang formal dari organisasi. Bagi orang yang memilik kebutuhan akan kekuasaan, kelompok merupakan wadah untuk pemenuhannya.

3) Klasifikasi Kelompok
Ada beberapa klasifikasi dalam Kelompok :
a) Kelompok formal
Adalah kelompok yang sengaja dibentuk dengan keputusan manajer melalui suatu bagan organisasi untuk menyelesaikan tugas secara efektif dan efisien. Kelompok formal terdiri dari :
 Kelompok komando, yaitu kelompok yang ditentukan oleh bagan organisasi dan melaksanakan tugas-tugas rutin organisasi. Kelompok ini terdiri dari bawahan yang melapor dan bertanggung jawab secara langsung kepada pimpinan tertentu.
 Kelompok tugas, yaitu suatu kelompok yang bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas atau proyek tertentu.
b) Kelompok Informal
Adalah suatu kelompok yang tidak dibentuk secara formal melalui struktur organisasi, akan tetapi muncul karena adanya kebutuhan akan kontak sosial. Kelompok informal dibedakan menjadi :
 Kelompok persahabatan, yang dibentuk karena adanya persamaan-persamaan tentang sesuatu hal seperti hobi, status perkawinan, jenis kelamin, latar belakang, politik, dan lain-lain.
 Kelompok kepentingan, merupakan kelompok yang berafiliasi untuk mencapai sasaran yang sama. Sasaran jenis ini tidak berkaitan dengan tujuan organisasi tetapi semata-mata untuk m encapai kepentingan kelompok itu sendiri.


4) Fase pembentukan kelompok
Pembentukan kelompok pada dasarnya merupakan suatu rangkaian proses yang dinamis, terdiri dari beberapa fase yaitu :
a) Forming (pembentukan)
Fase ini merupakan fase awal dimana keadaan ketidakpastian akan tujuan, struktur dan kepemimpinan kelompok harus dihadapi. Fase ini berakhir pada saat para anggota mulai berfikir bahwa diri mereka adalah bagian dari sebuah kelompok
b) Storming (merebut hati)
Fase ini dicirikan oleh adanya konflik intra kelompok. Anggota menerima keberatan kelompok tetapi menolak pengendalian kelompok oleh individu tertentu. Fase ini selesai manakala didapatkan hierarki kepemimpinan yang relatif jelas di dalam kelompok.
c) Norming (pengaturan norma)
Fase ini menggambarkan adanya perkembangan hubungan dan kelompok menunjukkan adanya kohesi (kepaduan). Fase ini berakhir dengan adanya struktur kelompok yang semakin solid dan terjadi perumusan ayang benar dan diterima atas berbagai harapan serta perilaku kelompok.
d) Performing (melaksanakan)
Fase ini memperlihatkan fungsi kelompok berjalan dengan baik dan diterima oleh anggota . Jadi di sini energi kelompok sudah bergerak dari tahap saling mengenal dan saling mengerti ke pelaksanaan tugas-tugas yang ada. Untuk kelompok yang relatif permanen, fase ini merupakan fase terakhir dari fase perkembangan.
e) Anjourning (pengakhiran)
Fase ini merupakan fase terakhir yang ada pada kelompok yang bersifat temporer, yang di dalamnya tidak lagi berkenaan dengan pelaksanaan tugas-tugas tetapi dengan berakhirnya rangkaian kegiatan.

5) Beberapa Masalah Utama Dinamika Kelompok
Karena kelompok terdieri dari sejumlah orang dan biasanya dengan latar belakang yang berbeda-beda, maka sangat mungkin bahwa di dalam kelompok itu ditemukan banyak masalah. Hal ini perlu sekali mendapat perhatian diantaranya :
a) Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan bersifat strategis karena dapat menentukan efektif tidaknya proses kelompok. Di dalam praktek masalah kepemimpinan sangatlah pelik, mulai dari mencari orang yang cocok, dapat diterima dan mampu merupakan beberapa di antara isu-isu penting. Tidak jarang suatu kelompok menjadi buyar karena kesalahan dalam memilih pemimpin.
b) Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah biasanya merupakan inti dari tugas atau misi kelompok. Pengambilan keputusan kelompok di dalam praktek biasanya lebih banyak sulitnya daripada mudahnya. Namun demikian harus diakui bahwa pengambilan keputusan kelompok secara umum telah diakui lebih baik kualitasnya daripada keputusan yang diambil secara individual. Kebanyakan organisasi memanfaatkan kelompok dalam proses pengambilan keputusannya dengan harapan bahwa kualitas keputusan itu menjadi lebih baik.
c) Komunikasi
Kelompok merupakan kumpulan dari para individu yang berinteraksi satu sama lain sehingga masalah komunikasi memegang peran sentral. Melalui komunikasi yang baik maka saling pengertian akan tercipta sehingga pada akhirnya akan memperkuat kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok.
d) Konflik
Perbedaan kepentingan dan harapan-harapan yang ada di dalam kelompok boleh jadi tidak dapat dihindari. Hal ini berpotensi menjadi konflik sehingga sasaran yang ditetapkan gagal dicapai atau bahkan bisa membuyarkan kelompok itu sendiri. Untuk itu selain memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan, kelompok perlu memperhatikan keberadaan potensi konflik ini dan berusaha mengendalikannya agar proses kelompok dapat berlangsung efektif.

6) Tim VS Kelompok
Kelompok tidak sama dengan tim. Dalam bahasan ini didefinisikan dan dijelaskan perbedaan antara kelompok kerja dan tim kerja. Kelompok kerja didefinisikan sebagai dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantungan, yang bergabung bersama-sama untuk mencapai sasaran. Suatu kelompok kerja adalah kelompok yang berinteraksi untuk berbagai informasi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota berkinerja dalam bidang tanggungjawab.
Kelompok kerja tidak perlu atau tidak berkesempatan untuk melakukan kerja kolektif yang menuntut upaya gabungan. Jadi kinerja mereka sekedar jumlah kinerja sumbangan individual dari tiap anggota kelompok. Tidak ada sinerrgi positif yang akan menciptakan suatu tingkat keseluruhan kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan-masukan.
Suatu tim kerja membangkitkan sinergi positif lewat upaya yang terkoordinasi. Upaya-upaya individual mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individual tersebut.
Kelompok kerja merupakan kelompok yang terutama berinteraksi untuk membagi dan mengambil keputusan untuk membantu tiap anggota dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Tim kerja merupakan kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar daripada jumlah masukan individual tersebut.

7) Tipe Tim
Tim dapat diklasifikasikan berdasar sasarannya. Tiga ragam paling lazim dalam tim yang kemungkinan besar akan dijumpai dalam suatu organisasi yaitu :
a) Tim pemecahan masalah
Dalam tim pemecahan masalah setiap anggota membagikan gagasan atau menawarkan saran mengenai bagaimana proses dan metode kerja dapat diperbaiki. Tetapi jarang di antara tim-tim itu yang diberi wewenang untuk melaksanakan secara sepihak setiap tindakan yang mereka sarankan. Salah satu penerapan tim pemecahan masalah yang paling luas dipraktikkan selama dasawarsa 1980-an adalah Total Qualitas Manajemen (TQM).
b) Tim kerja pengelolaan diri
Tim kerja pengelolaan diri (swakelola) umumnya tersusun atas 10 sampai 15 orang yang memikul tanggung jawab dari mantan penyelia mereka. Lazimnya hal ini mencakup pengawasan kolektif atas kecepatan kerja, penentuan penugasan kerja organisasi dari rehat (istirahat), dan pilihan kolektif prosedur pemeriksaan. Tim kerja yang sepenuhnya mengelola sendiri, bahkan memilih anggota-anggotanya sendiri menyuruh anggotanya untuk saling menilai kerja. Akibatnya, jabatan penyelia berkurang pentingnya dan bahkan dapat disingkirkan.
c) Tim fungsional silang
Tim fungsional silang merupakan cara efektif untuk memungkinkan orang-orang dari aneka bidang dalam suatu organaisasi (atau bahkan antara organisasi-organisasi) untuk bertukar informasi, mengembangkan gagasan baru dan memecahkan masalah serta mengkoordinasikan proyek yang rumit.
8) Menautkan Konsep Tim dan Kelompok ke Arah Penciptaan Tim Berkinerja Tinggi
Untuk menautkan konsep tim dan kelompok ke arah penciptaan tim berkinerja tinggi ada beberapa syarat yang harus diketahui, yaitu ukuran tim kerja, kemampuan anggota dan mengalokasikan peran dan menggalakan keanekaragaman.
a) Ukuran tim kerja
Tim kerja yang baik cenderung kecil. Bila anggotanya lebih dari 10 sampai 12 maka akan sulit bagi mereka untuk menyelesaikan banyak hal. Mereka banyak mengalami kesulitan untuk berinteraksi secara konstruktif dan membuat kesepakatan dalam banyak hal. Dengan jumlah yang banyak biasanya orang tidak dapat mengembangkan kekohesifan, komitmen dan tanggungjawabtimbal balik yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang tinggi.
b) Kemampuan anggota
Agar dapat bekerja secara efektif, tim membutuhkan tiga tipe keterampilan yang berbeda. Pertama, tim memerlukan orang-orang yang memiliki keahlian teknis. Kedua, tim memerlukan ortang-orang dengan keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusanuntuk mampu mengidentifikasi masalah,membangkitkan alternatif, mengevaluasi alternatif dan membuat pilihan yang kompeten. Akhirnya tim juga memerlukan orang-orang yang memiliki keterampilan mendengarkan dengan baik, memberikan umpan balik, mampu menyelesaikan konflik dan keterampilan dalan hubungan antar pribadi yang lain.
c) Mengalokasikan peran dan menggalakan keanekaragaman
Orang-orang berbeda dalam ciri kepribadian dan kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan menempatkannya pada pekerjaan yang cocok dengan kepribadian karyawan itu. Hal yang sama berlaku berkenaan dengan pengisian posisi pada suatu tim kerja. Tim mempunyai kebutuhan yang berbeda dan orang seharusnya memilih tim berdasarkan kepribadian dan preferensi mereka.

9) Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Prestasi Kelompok
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi prestasi kelompok yang bersumber dari faktor eksternal, di antaranya :



a) Strategi organisasi
Jika strategi yang diterapkan organisasi dirasakan tepat dan cocok dengan anggota organisasi maka strategi yang sudah ditetapkan itu akan memacu semua anggota untuk menunjukkan kemampuan yang dimilikinya secara optimal.
b) Struktur wewenang
Jika struktur organisasi telah disusun dengan memperhatikan dengan baik konsep The right men on the right place at the right time dan satuan perintah (otoritas), dan tanggung jawab telah berjalan dengan baik maka struktur organisasi tersebut akan memacu anggota organisasi untuk berkinerja lebih baik dari waktu ke waktu.
c) Peraturan
Semua peraturan di organisasi, mulai dari level yang paling tinggi sampai yang paling bawah, bisa kondusif bagi anggota organisasi untuk berkinerja lebih baik dari waktu ke waktu, bisa juga sebaliknya. Jika peraturan yang dibuat bersifat bottom up maka karyawan akan lebih apresiatif karena merasa dilibatkan dalam pembuatan aturan tersebut. Oleh sebab itu dia merasa berkewajiban untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut.
d) Sumber daya organisasi
Sumber daya yang dimiliki organisasi, mulai dari sumber dayua manusia, sumber daya alam, dana, material, mesin-mesin, pasar, teknologi, informasi, jika dimiliki secara memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas, hal itu akan memacu karyawan untuk berkinerja secara maksimal.
e) Proses seleksi
Seleksi karyawan merupakan langkah awal yang menentukan keberhasilan organisasi dalam mendapatkan karyawan yang berkinerja tinggi. Oleh karena itu seleksi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
f) Penilaian prestasi dan sistem imbalan
Penilaian prestasi kerja karyawan yang memenuhi azas keadilan bagi semua karyawan akan memacu karyawan untuk berprestasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian yaitu sistem penilaian, penilai, standar kinerja, dan waktu penilaian. Jika penilaian kinerja yang dilakukan sudah baik maka sistem imbalan juga harus memenuhi azas keadilan.
g) Budaya organisasi
Organisasi yang memiliki budaya yang kondusif memacu karyawan untuk berkinerja maksimal, misalnya disiplin, kreatif, inovatif, tepat waktu, dll.
h) Faktor lingkungan fisik
Lingkungan fisik berperan penting dalam menciptakan kondisi karyawan yang bersemangat atau tidak bersemangat dalam bekerja. Faktor lingkungan fisik misalnya adalah sarana dan prasarana di tempat kerja.

10) Faktor-faktor internal yang mempengaruhi prestasi kelompok
Ada sejumlah faktor internal yang mempengaruhi prestasi kelompok, diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Kemampuan fisik
Jika kemampuan fisik kelompok prima maka kelompok cenderung berkinerja maksimal. Kemampuan fisik itu bisa yang melekat pada anggota-anggota kelompok, yang berwujud, misalnya fisiknya, maupun yang berupa sarana prasarana yang dimiliki kelompok.
b) Kemampuan intelektual
Tingkat pengetahuan, kemauan, kemampuan, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki anggota kelompok menentukan kemampuan kelompok untuk berprestasi atau sebaliknya.
c) Karakteristik kepribadian
Kepribadian kelompok yang kondusif untuk berprestasi, misalnya terbuka, tahan terhadap kritik, inovatif, suka tantangan, suka perubahan, senang beekerjasama, dll.

11) Struktur Kelompok
Struktur kelompok terdiri dari :
a) Kepemimpinan formal
Kelompok harus memiliki struktur kepemimpinan formal yang jelas. Dengan demikian setiap anggota mengetahui dengan benar tugas dan kewajiban masing-masing, dari mana perintah berasal dan kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
b) Peran
Di dalam kelompok, setiap anggota memiliki peran sendiri-sendiri yang sudah ditetapkan dalam job description.




c) Norma
Dalam kelompok ada norma yang harus dipatuhi semua anggota kelompok tersebut. Normalah yang menjadi patokan perilaku anggota kelompok. Mana perilaku dan sikap yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang etis dan mana yang tidak etis.

12) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepaduan kelompok
Berbagai faktor yang mempengaruhi kepaduan kelompok adalah diantaranya sebagai berikut :
a) Kesamaan nilai dan tujuan
Kelompok akan menjadi lebih padu jika setiap anggota kelompok memiliki kesamaan dalam nilai yang dianut dan kesamaan dalam tujuan yang ingin diraih.
b) Keberhasilan dalam mencapai tujuan
Keberhasilan dalam mencapai tujuan bisa menimbulkan spirit bagi kelompok untuk menjadi semakin solid karena keberhasilan memunculkan rasa senang, bahagia, dan bangga. Perasaan itu mendorong setiap anggota kelompok untuk dapat mengulangi perasaan-perasaan itu.
c) Status atau citra kelompok
Status kelompok yang positif di mata lingkungan akan memacu anggota kelompok untuk semakin padu, saling menjaga agar status kelompok bisa tetap baik di lingkungannya.
d) Penyelesaian perbedaan
Dalam suatu kelompok terdapat banyak individu. Setiap individu berbeda satu sama lain. Oleh karena itu jika perbedaan munculdan mengakibatkan terjadinya konflik dalam kelompok maka konflik itu akan dapat dikelola dengan baik. Hal itu akan memacu anggota kelompok untuk menjadi semakin padu.
e) Kecocokan terhadap norma-norma
Dalam kelompok pasti ada norma kelompok. Jika norma kelompok tersebut cocok dengan norma yang dianut oleh anggota kelompok tersebut maka kelompok itu akan menjadi semakin padu.
f) Daya tarik pribadi
Seseorang masuk dalam suatu kelompok bisa disebabkan oleh ketertarikan dia pada pribadi pimpinan atau anggota kelompoknya. Sebagai contoh si A masuk suatu partai karena dia mengagumi pimpinan partai itu.
g) Persaingan antar kelompok
Persaingan antar kelompok bisa mengakibatkan keanggotaan suatu kelompok menjadi semakin solid. Hal ini terjadi karena tiap kelompok bersaing dan tiap kelompok ingin menjadi pemenang. Untuk menjadi pemenang maka setiap anggota kelompok harus bekerjasama dan saling mendukung.
h) Pengakuan dan penghargaan
Jika kelompok mendapat pengakuan dan penghargaan dari lingkungan, hal itu juga bisa berdampak terhadap kepaduan kelompok. Pengakuan dan penghargaan adalah kebutuhan/keinginan setiap orang. Jika hal tersebut mereka dapatkan maka mereka akan puas. Jika setiap anggota kelompok merasa puas maka mereka akan semakin betah dan merasa semakin memiliki kelompoknya.

13) Fakto-faktor yang menghambat kepaduan kelompok
Ada sejumlah faktor yang dapat menghambat kepaduan kelompok, di antaranya sebagai berikut :
a) Ketidaksamaan tentang tujuan
Tujuan yang tidak sama atau bahkan saling bertentangan antara satu anggota dengan anggota yang lain akan menyebabkan kelompok menjadi tidak kohesif.
b) Besarnya anggota kelompok
Kelompok yang dibangun dengan jumlah yang terlalu besar bisa menyebabkan kelompok tersebut tidak solid. Hal ini bisa terjadi karena komunikasi dan hubungan antar anggota kurang terjalin.
c) Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kelompok
Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam kelompok bisa menyebabkan anggota tidak puas dan kecewa. Perasaan ini tidak hanya membuatnya tidak nyaman berada dalam kelompok tetapi bahkan dapat menyebabkan dia ingin keluar dari kelompok tersebut.
d) Persaingan antar anggota kelompok
Persaingan dalam batas tertentu bisa berdampak positif, tetapi jika tingkat persaingan terlalu tinggi dan anggota kelompok itu merasa sudah tidak mampu lagi menjalaninya maka dia akan menjadi apatis dan bahkan ingin keluar dari kelompok.



e) Dominasi
Kelompok yasng didominasi seseorang atau beberapa orang saja akan menyebabkan ketidakpaduan dalam kelompok. Orang yang merasa tidak dilibatkan atau merasa tidak terlibat dalam kelompok maka akan cenderung apatis dan menarik diri dari kelompok tersebut.

14) Karakteristik Tim yang sukses
Ada berbagai karakter yang melekat pada tim yang sukses. Karakter-karakter tersebut adalah sebagai berikut :
a) Mempunyai komitmen terhadap tujuan bersama
Tim yang efektif mempunyai suatu maksud bersama dan bermakna yang memberikan pengarahan, momentum dan komitmen untuk para anggotanya. Anggota tim yang sukses menuangkan waktu dan upaya yang sangat banyak ke dalam pembahasan, pembentukan, dan persetujuan mengenai maksud yang menjadi milik mereka baik secara kolektif maupun individual. Maksud bersama ini, bila diterima dengan baik oleh tim akan setara dengan peran navigasi benda langit bagi kapten kapal. Maksud bersama itu memberi pengarahan dan bimbingan kepada setiap dn semua kondisi.
b) Menegakkan tujuan spesifik
Tim yang sukses menerjemahkan maksud bersama mereka sebagai tujuan-tujuan kerja yang realistis, yang dapat diukur dasn bersifat spesifik. Tujuan yang spesifik mempermudah mereka dalam berkomunikasi. Tujuan itu juga membantu memelihara fokus mereka pada perolehan hasil.
c) Kepemimpinan dan struktur
Anggota tim harus sependapat mengenai siapa melakukan apa dan memastikan bahwa semua anggota menyumbang secara sama dalam berbagai beban kerja. Di samping itu tim juga perlu menetapkan bagaiman jadwal ditentukan, keterampilan apa yang perlu dikembangkan, bagaimana kelompok akan memecahkan konflik dan bagaimana kelompok akan mengambil dan memodifikasi keputusan, menyepakati hal-hal yang spesifik dari kerja dan bagaimana hal itu cocok untuk memadukan keterampilan-keterampilan langsung oleh manajemen atau oleh anggota tim sendiri dengan mereka memenuhi peran-peran penjelajah-promotor, pendorong-pengorganisasi, penyimpul-penghasil, pemerkuat-pemelihara, serta penaut.

d) Menghindari kemalasan sosial dan tanggung jawab
Individu-individu dapat bersembunyi dalam suatu kelompok. Mereka dapat menyibukkan diri dalam ”kemalasan sosial” dan meluncur bersama upaya kelompok karena sumbangan individual mereka tidak dapat dikenali. Tim yang berkinerja tinggi mengurangi kecenderungan ini dengan membuat diri mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara individual maupun pada tingkat tim.
e) Evaluasi kinerja dan sistem ganjaran yang benar
Evaluasi kinerja individual, upah jam-jaman yang tetap, insentif individual, dan semacamnya, tidaklah cocok dengan pengembangan tim kinerja tinggi. Jadi di samping mengevaluasi dan mengganjar karyawan untuk sumbangan individual mereka, manajemen hendaknya mempertimbangkan penilaian berdasarkan kelompok, berbagi laba, berbagi hasil, insentif kelompok kecil, dan modifikasi-modifikasi sistem lain yang memperkuat upaya dan komitmen tim.
f) Mengembangkan kepercayaan timbal balik yang tinggi
Tim kinerja tinggi dicirikan oleh kepercayaan (trust) timbal balik yang tinggi di antara anggota-anggotanya. Artinya, para anggota meyakini akan integritas, karakter dan kemampuan setiap anggota yang lain.

Allahu 'alam biswahab

Read More..

Kepuasan Kerja

Oleh Jumaedy

KEPUASAAN KERJA

A. Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kepuasan kerja berarti keadaan psikis yg menyenangkan yang dirasakan oleh pekerja dalam suatu lingkungan pekerjaan karena terpenuhinya semua kebutuhan secara memadai.

Lock (dalam Luthans, 1995) mengemukakan: "Job satisfaction is a pleasurable or positive motional stateresulting from the appraisal of one's job or job experience." (Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja). 
Kepuasan kerja mempakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya (Robbins, 1996). 
Kepuasan kerja menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dengan imbalan yang disediakan oleh pekerjaan. 
Porter (dalam Luthans, 1995) menambahkan, "Job satisfaction is difference between how much of something there should be and how much there is now." (Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenamya dia terima). 

Mathis and Jackson (2000) mengemukakan, "Job satisfaction is a positive emotional state resulting one's job experience." (Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang mempakan basil evaluasi dad pengalaman kerja).


Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja.
  2. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas.
  3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut mem-bandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
  4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan (Luthans, 1995).

B. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
Gilmer (dalam As'ad) mengemukakan aspek-aspek kerja yang memengaruhi kepuasan kerja, yaitu promosi, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, pengawasan, faktor-faktor intrinsik pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi dan rekan kerja. 

Gibson (1995) menyebut¬kan aspek-aspek yang memengaruhi kepuasan kerja, yaitu upah, pekerjaan, promosi, penyelia dan rekan kerja. 

Sedangkan Wexley dan Yukl (1992) berpendapat bahwa aspek kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan adalah upah, pekerjaan, pengawasan, teman kerja, materi pekerjaan, jaminan kerja dan promosi. 

Robbins (1996) menyebutkan bahwa aspek-aspek kerja yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah upah, pekerjaan, promosi, penyelia dan rekan kerja. 

Lock (dalam Gibson, 1996) menyatakan bahwa faktor-faktor penting yang mendorong kepuasan kerja adalah pekerjaan yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang men¬dukung dan rekan kerja yang mendukung. 

Mathis and Jackson (2000) me¬nambahkan bahwa kepuasan kerja memiliki banyak dimensi, di antaranya: pekeijaan itu sendiri, gaji, pengakuan, supervisi, kerja sania yang baik dengan rekan kerja, serta kesempatan untuk berkembang. 

Sariati (2000) mengemukakan elemen-elemen kepuasan kerja: (1) Pekerjaan yang menantang, (2) Gaji yang adil, (3) Kondisi kerja yang mendukung, (4) Dukungan dari rekan kerja. 

Smith, Kendall & Huhn (dalam Luthans, 1995) mengemukakan 5 dimensi cumber kepuasan kerja: (1) Pekerjaan itu sendiri, (2) Gaji, (3) Kesempatan untuk promosi, (4) Supervisi, dan (5) Co-Worker. 
Luthan (1985) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi, supervisi, kelompok kerja, dan kondisi kerja. 

Nursyirwan & Sanusi (1989) maupun Purnomosidhi (1990) mengemukakan bahwa indikator kepuasan kerja adalah rasa aman dalam bekerja dengan kelompok, kepuasan terhadap atasan, kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, gaji, kemajuan, kesempatan untuk maju. 

Timothy A. Judge and Shiniciro Watanabe (1993) menyebutkan sejumlah faktor yang berpenganih terhadap kepuasan kerja, yaitu: (1) Kesempatan untuk promosi, 2) Faktor intrinsik, (3) Kondisi kerja, (4) Pendidikan, (5) Usaha pribadi, 6) Sistem gaji, (7) Jam kerja, (8) Hakikat pekerjaan, (9) Kesempatan untuk majuTherkembang. 

Thomas & Tymon’s (1990) menyebutkan aspek-aspek pekerjaan yang memengaruhi kepuasan kerja, yakni gaji, kesempatan untuk promosi, hubungan dengan rekan kerja.

Virgana (2010) menyatakan bahwa kepuasaan kerja sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan, lingkungan kerja, dan motivasi kerja mereka. 

Dan beberapa pendapat di atas dapat diklasifikasikan bahwa aspek¬-aspek kerja yang berpenganih terhadap kepuasan kerja adalah: 
(a) promosi. 
(b) gaji, 
(c) pekerjaan itu sendiri, 
(d) supervisi, 
(e) teman kerja, 
(f) keamanan kerja, 
(g) kondisi kerja, 
(h) administrasi/kebijakan perusahaan, 
(i) komunikasi. 
(y) tanggung jawab, 
(k) pengakuan, 
(1) Prestasi kerja, dan 
(m) kesempatan untuk berkembang.


C. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja

Ada sejumlah teori tentang motivasi dan kepuasan kerja, di antaranya adalah:
1. Discrepancy Theory
Teori ini dikembangkan oleh Porter (1961) yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau perbandingan antara harapan dengan kenyataan. Locke, 1969 (dalam Gibson, 1996), menambahkan bahwa seorang karyawan akan merasa puas bila kondisi yang aktual (sesungguh¬nya) sesuai dengan harapan atau yang diinginkannya. Semakin sesuai antara harapan seseorang dengan kenyataan yang ia hadapi maka orang tersebut akan semakin puas.

2. Equity Theory
Teori ini dikemukakan oleh Adam (1963) dalam Gibson (1996) yang mengatakan baliwa karyawan atau individu akan merasa puas terhadap aspek-aspek khusus dari pekerjaan mereka. Aspek-aspek pekerjaan yang dimaksud, misalnya gaji/ upah, rekan kerja dan supervisi. Individu atau karyawan akan merasa puas bila jumlah aspek yang sebenarnya atau sestingguhnya dia terima sesuai dengan yang seharusnya dia terima.

3. Opponent — Process Theory
Teori ini dikemukakan oleh Landy (1978) dalam Gibson (1996) yang menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan keseimbangan emosionalnya. Maksudnya, perasaan puas atau tidak puas merupakan masalah emosional. Rasa puas atau tidak puas seseorang atau individu sangat ditentukan oleh sejauh mana penghayatan emosional orang tersebut terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Bila situasi dan kondisi yang dihadapi dapat memberikan keseimbangan emosional maka orang tersebut akan merasa puas. Sebaliknya bila situasi dan kondisi yang dihadapi menimbulkan ketidakstabilan emosi maka orang tersebut akan merasa tidak puas.

4. Teori Maslow
Teori ini dikembangkan oleh Maslow pada tahun 1954 (dalam Gibson, 1996). Menurutt Maslow, kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingkatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 
  1. Kebutuhan fisiologis (phisiological needs): yaitu kebutuhan dasar manusia agar dapat tetap bertahan hidup, seperti makanan, pakaian, perumahan. 
  2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan (safety needs), meliputi kebutuhan rasa aman dalam bekerja, keamanan untuk merdeka atau bebas dari ancaman
  3. Kebutuhan akan rasa memiliki,sosial dan kasih sayang (social needs) meliputi kebutuhan manusia untuk berinteraksi, berinterrelasi dan berafiliasi dengan orang lain. 
  4. Kebutuhan untuk dihargai, yaitu kebutuhan manusia untuk merasa dihargai, diakui keberadaannya, diakui eksistensinya, prestise, kekuasaan, dan penghargaan dari orang lain. 
  5. Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization), kebutuhan yang dirasakan oleh seseorang dengan menggunakan kemampuan, keahlian dan potensi dirinya secara maksimal.

5. Teori ERG Alderfer 
Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia menjadi tiga tingkatan (Alderfer, 1972, dalam Gibson, 1996) sebagai berikut: 
  1. Exixtence : Eksistensi, kebutuhan-kebutuhan manusia akan makanan, udara, gaji, air, kondisi kerja. 
  2. Relatedness : Keterkaitan kebutuhan-kebutuhan akan adanya hubungan sosial dan interpersonal yang baik. 
  3. Growth : Pertumbuhan : kebutuhan-kebutuhan individu untuk memberikan kontribusi pada orang lain atau organisasi dengan memberdayakan kreativitas, potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Perbedaan mendasar Teori Hirarki Kebutuhan dan Teori ERG

Teori Hirarki Kebutuhan Teori ERG
1. Menyatakan bahwa suatu kebutuhan harus terpuaskan terlebih dahulu sebelum tingkat kebutuhan diatasnya muncul. 1. Tidak menyatakan bahwa tingkat yang dibawah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memuaskan tingkat kebutuhan diatasnya.

2. Membagi kebutuhan menjadi lima hirarki yaitu Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs), Kebutuhan Rasa Aman (Security Needs), Kebutuhan Sosial (Social Needs), Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs), Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization) 2. Membagi kebutuhan menjadi tiga hirarki yaitu kebutuhan akan keberadaan (existence needs), kebutuhan berhubungan (relatedness needs) dan kebutuhan untuk berkembang (growth needs) 


6. Teori Dua Faktor dari Herzberg

Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor (dalam Gibson, 1996). Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bahwa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor¬-faktor ekstrinsik. Kesimpulan hasil penelitian Herzberg adalah sebagai berikut: (1) Ada sekelompok kondisi ekstrinsik (konteks pekerjaan) me¬liputi: gaji atau upah, keamanan kerja, kondisi pekerjaan, status, kebijakan organisasi, supervisi, dan hubungan interpersonal. Apabila faktor ini tidak ada maka karyawan akan merasa tidak puas. (2) Ada sekelompok kondisi intrinsik yang meliputi prestasi kerja, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan pertumbuhan. Apabila kondisi intrinsik ini dipenuhi organisasi atau perusahaan maka karyawan akan puas.

7. Teori Mc Clelland
David Mc Clelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari. yaitu teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang kuat akan tennotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna memuaskan kebutuhannya. Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah: Tiga kebutuhan menurut Mc Clelland dan karakteristiknya 

1. Orang yang memiliki kebutuhan akan prestasi, memiliki karakteristik sbb :
a. Memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas atau mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi;
b. Cenderung menetapkan tingkat kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya;
c. Memiliki keinginan yang kuat untuk memperoleh umpan balik atau tanggapan atas pelaksanaan tugasnya.

2. Orang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi, pada umumnya memiliki ciri-ciri sbb :
a. Memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan restu dan ketentraman dari orang lain;
b. Cenderung menyesuaikan diri dengan keinginan dan norma orang lain yang ada di lingkungannya;
c. Memiliki perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perasaan orang lain.

3. Orang yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan, mempunyai ciri/karakteristik sbb :
a. Memiliki keinginan untuk mempengaruhi secara langsung orang lain;
b. Memiliki keinginan untuk mengendalikan orang lain;
c. Adanya suatu upaya untuk menjaga hubungan pimpinan dengan pengikut.


Kesimpulannya bahwa ketiga teori: (1) Hierarchy of needs dan Maslow, (2) ERG Theory, maupun (3) Two Faktor Theory memiliki esensi yang sama, hanya pengelompokannya saja yang berbeda. Maslow menge¬lompokkan kebutuhan manusia menjadi 5 kelompok. Alderfer mengelompokkan kebutuhan manusia menjadi 3 kelompok, dan Herzberg mengelompokkannya menjadi 2 kelompok besar. 
D. Pengukuran Kepuasan Kerja
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya:
(a) Menggunakan skala indeks deskripsi jabatan (lob description index),
(b) dengan menggunakan kuesioner kepuasan kerja Minnesota (Minnesota Satisfaction Questionare), dan (c) pengukuran berdasarkan ekspresi wajah (Mangkunegara, 2000).

1. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job description index
Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969. Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan-¬pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban ya, tidak atau ragu¬.
2. Pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare
Pengukuran kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss dan England pada tahun 1967. Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari alternatif jawaban: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat puas terhadap pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban jawaban tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
3. Pengukuran kepuasan kerja berdasarkan gambar ekspresi wajah
Pengukuran kepuasan kerja dengan cara ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955. Responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang. mulai dari gambar wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil responden.
CONTOH KASUS

Salah satu perusahaan rokok terkenal PT. XYZ di Jawa Timur yang sudah beroperasi lebih 80 tahun lamanya telah menciptakan suatu budaya perusahaan yang menjadi visi dan misi perusahaan untuk ke arah produktivitas yang baik.

Namun terjadi demonstrasi di Divisi Transportasi PT. XYZ disebabkan oleh adanya kebijakan manajemen untuk menggunakan jasa transportasi luar perusahaan untuk pengiriman barang-barang ke berbagai daerah. Keputusan manajemen menggunakan jasa angkut pihak luar ini, karena pengiriman barang ke berbagai daerah sering mengalami keterlambatan. Dengan dipakainya jasa transportasi pihak luar ini, maka para sopir dan kernet merasa insentif yang diterimanya akan berkurang. Begitu juga premi perjalanan luar kota, uang lembur maupun kompensasi lainnya akan hilang. Inilah yang memicu para sopir dan kernet berunjuk rasa melakukan demonstrasi terhadap pimpinan perusahaan.

Dari kerangka tulisan diatas, maka menurut saya terjadinya demontrasi disebabkan oleh karena secara nilai ektrinsik dan intrisik para supir merasa tidak memperoleh kepuasan kerja:

Nilai kerja Intrinsik bagi PT”XYZ”

Kerja tidak menarik, Mungkin karena sehari hari hanya menyetir mobil, Kerja kurang menantang, karena sudah terbiasa dengan pekerjaan yang ada jadi tidak adanya tantangan, Tidak belajar suatu yang baru. Karena system sudah berjalan, jadi tinggal menjalankan saja, tanpa harus membuat konsep baru, Tidak menganggap potensi tinggi, karena hanya bisa menyetir, Kurang tanggung jawab dan otonomi, karena gaji dan fasilitas kecil, Kurang kreatif, karena melakukan hal-hal yang monoton setiap hari.





Nilai kerja Ektrinsik bagi PT ‘XYZ”

Gaji tidak tinggi jadi mereka berkerja hanya karena merasa sudah digaji dan enggan berbuat lebih dari pekerjaan mereka, Dari sisi keamanan kerja, tidak ada keamanan kerja karena dipakai transportasi luar dari perusahaan, keuntungan kerja, tidak akan adanya keuntungan kerja lagi, karena tidak ada premi perjalanan, uang lembur dan kompensasi yang lain hilang karena adanya transportasi dari luar.

Dengan Nilai nilai tersebut diatas maka timbul sikap yang diakibatkan oleh :

1. Job Satisfaction berkurang, ditandai dengan demonstrasi dengan tuntutan perbaikan fasilitas dan kompensasi yang meningkat tiap tahun
2. Job Involvement (keterlibatan) berkurang, karena merasa dianggap tidak mampu sehingga menyentuh ego harga diri mereka
3. Organizational Commitment adalah personal need, mereka lebih mementingkan uang yang bisa masuk ke kantung mereka ketimbang profesionalisme perusahaan secara keseluruhan.

Dan terbentuknya sikap itu membuat mereka memilih untuk mengungkapakan ketidak puasan mereka secara Respon Voice (aktif dan konstruktiv), mereka mengeluarkan suara dengan cara demontrasi. Intinya mereka tetap mau supaya transportasi tidak diserahkan pada pihak luar tapi tetap dijalankan oleh mereka. 


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warsa. 2009. Catatan Kuliah Perilaku Organisasi. Jakarta : STIEM Jakarta
Sopiah. 1998. Perilaku Organisasional. Yogyakarta : Andi
Winardi, J. 2007. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta : Kencana
Simamora, Henry. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : STIE YKPN
Rivai, Veithzal. 2009. Islamic Human Capital. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Stephen Robbins and Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12 Buku 1. Jakarta, Salemba Empat 
Stephen Robbins and Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12 Buku 2. Jakarta, Salemba Empat 
Syafaruddin dan Anzizhan, Sistem Pengambilan Keputusan Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 2004.
Yadi. 2010. “H Virgana Sempurnakan Kariernya dengan Gelar Doktor”. Journal Gema Widyaskarya. No. 02/Th.XV/2010 
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia On Line. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional republik Indonesia


Allahu 'alam bisawab.....
Read More..